365 Hari | 43

1K 90 9
                                    

Hening. Lama. Setelah semua ucapan Kallana yang panjang lebar juga seakan meluapkan semua yang wanita itu rasakan. Satria tersenyum. Dibalik wajah pucat juga kedua mata yang tampak tak ada cahaya atau sinar bahagia. Pria itu mengangguk mengerti.

Seakan-akan paham dengan apa yang Kallana rasakan saat ini.

"Aku tahu." Gumam pria itu lirih. Nyaris berbisik namun masih jelas ditangkap oleh pendengar Kallana. Membuatnya menghela nafas lega.

"Maafkan aku jika selama ini aku menyakitimu, Lana."

Kallana menggeleng, dia sudah memaafkan pria itu. Jauh sebelum Satria meminta maaf padanya. Karna itu juga dia mengatakan semua itu. Karna Kallana telah memaafkannya. Dan tidak ingin membuat Satria menyakitinya untuk kedua kalinya, dan membuatnya tidak akan pernah memaafkan pria itu sampai kapan pun.

"Kamu tahu," tangan lemah itu terulur. Seakan meminta Kallana untuk menggenggamnya. "Kamu adalah wanita yang hebat. Dan aku bangga bisa bertemu denganmu."

"Aku juga. Aku senang bisa mengenalmu, Satria." Meski sekarang mereka tidak akan bisa bersama dan Kallana telah memilih jalan hidupnya sendiri. Tapi Kallana akan selalu berdoa untuk kebahagiaan Satria. Yang kini akan ia anggap sebagai adik iparnya.

"Sekarang, jangan menangis lagi."

Dengan susah payah Kallana mengangguk patuh. Mengundang senyum tipis Satria. Juga remasan tangan pria itu di tangannya.

"Jangan terluka lagi."

Lagi-lagi Kallana mengangguk mengerti.  Balas menggenggam tangan Satria erat.

"Aku tidak akan egois kali ini. Dan aku akan benar-benar melepaskanmu dengan Kak El. Aku tidak akan pernah merenggut kebahagiaan kalian lagi."

Terima kasih.

Kallana sangat ingin mengatakan itu, namun bibirnya seakan kelu. Sangat sulit terbuka meski hanya sebatas mengeluarkan kata itu.

Dengan air mata yang mengalir deras di pipinya, Kallana mengangguk. Dengan bibir tertarik juga wajah tampak menahan Isak tangisnya yang nyaris pecah.

Dia benar-benar berharap kesembuhan untuk Satria. Untuk pria yang dulu selalu menggenggam tangannya, tidak pernah melepaskannya meski dia tahu jika Kallana bukan wanita yang sempurna.

"Lana, jangan menangis."

Bagaimana mungkin Kallana tidak menangis jika pria yang kini menggenggamnya menatapnya kesakitan juga putus asa. Tampak jelas jika dia memang mengalah dan kalah, namun wajah itu terlihat meredup juga menahan sakit.

"Aku akan selalu menyayangimu, Satria. Jadi kamu harus sembuh. Kamu harus tetap hidup dan baik-baik saja. Tolong tetap bertahan demi kami.."

Satria hanya tersenyum, tidak mengangguk atau bahkan mengiyakan. Membuat Isak Kallana tak mampu ia tahan lebih lama.

"Lana," panggil Satria lirih. "Bisa tolong panggilkan Kak El? Aku juga ingin meminta maaf padanya. Aku sangat ingin meminta maaf atas semuanya."

Kian erat menggenggam tangan Satria, Kallana mengangguk berkali-kali. "Tunggu di sini, aku akan segera kembali." Ujar Kallana sebelum berbalik. Yang hanya mendapatkan balasan berupa senyum samar dari Satria.

Kallana melangkah tergesa keluar ruang rawat Satria. Melewati beberapa suster juga orang-orang yang sempat menatapnya penuh penasaran.

Kallana mengabaikan itu, dia bahkan tidak peduli jika kini air matanya kian merembes, kian mengalir deras dan membasahi pipinya.

Sampai, langkahnya terhenti. Dia berhenti melangkah begitu menemukan seseorang yang juga menghentikan langkahnya. Lalu, entah kenapa, bagaimana bisa, mendadak Kallana tidak bisa menahan tangisnya lagi. Dia menangis hingga membuat pria itu melangkah tergesa. Tampak panik juga cemas.

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang