365 Hari | 34

539 72 3
                                    

Kallana tiba di kediaman keluarga Elemen sore itu. Dan dia langsung disambut ibu mertuanya begitu ia tiba di sana. Dengan senyum cerah yang lagi-lagi tidak berubah sejak pertama kali ia dapatkan dari wanita itu.

"Lana, mantu mama..."

Ada pelukan erat yang ia terima, yang Kallana balas dengan hal serupa namun kedua matanya tidak berbohong jika kini memperhatikan sekeliling dengan perasaan was-was. Hal yang awalnya mendadak membuatnya ragu untuk datang sore itu begitu di minta mertuanya untuk datang berkunjung.

"Gimana kabar kamu, Nak?" Sinta sedikit menjauhkan diri. Memandang wajah Kallana yang kini tersenyum menatapnya.

"Baik, Ma."

"Syukurlah. Ayo masuk. Kita ngobrol di dalam."

Kallana menurut, berjalan beriringan dengan ibu mertuanya yang menggiringnya. Membawanya masuk lebih dalam ke dalam rumah mewah kedua orangtua Elemen itu.

"Mama dan Papa apa kabar?" Tanya Kallana begitu mereka duduk di sofa ruang tengah. Ada pelayan yang datang mengantarkan minuman. Juga beberapa kue kering yang saat itu langsung di sodorkan oleh mertuanya, meminta Kallana untuk mencicipinya.

"Baik. Mama dan Papa Alhamdulillah sehat. Kami baik-baik saja, Lana."

Kallana tersenyum, meraih satu kue kering yang di sodorkan oleh mertuanya. Meski pandangannya tidak lepas memperhatikan bagaimana wajah ibu mertuanya tampak lebih tirus dari terakhir kali ia temui.

"Tapi, ada yang mengganggu pikiran Mama akhir-akhir ini, Nak. Mama tidak tahu harus bercerita pada siapa. Satria melarang Mama untuk mengatakannya pada siapa pun. Termasuk Papamu atau Elemen."

Mendengar kata Satria, mendadak Kallana mengurungkan niatnya untuk menggigit kue kering di tangannya. Ada perasaan tidak nyaman saat mendengar nama itu di sebut. Terutama oleh mertuanya.

Sinta meraih tangan Kallana yang lain, menggenggamnya erat. "Mama seharusnya tidak mengatakan ini. Tapi, Mama tidak tahu harus mengatakannya pada siapa."

Kallana tersenyum. Kembali meletakkan kue kering di tangannya di atas piring. Lalu balas menggenggam tangan ibu mertuanya. "Tidak masalah, Ma. Mama bisa mengatakannya pada Lana. Lana akan mendengarnya."

"Satria sakit."

Ada sesuatu yang mendadak menyengat hati Kallana. Sesuatu yang tak seharusnya ia rasakan mengingat bagaimana hubungan mereka saat ini. Juga apa yang telah ia dan Elemen bicarakan semalam.

"S-sakit?"

"Kanker kelenjar getah bening."

Segalanya terasa berhenti berputar. Pendengaran Kallana bahkan terasa berdenging dengan sesuatu yang terasa menusuk ngilu hingga ke tulang.

"M-ma.." gumam Kallana saat tangis ibu mertuanya pecah.

"Lana, Mama harus bagaimana? Mama tidak ingin kehilangan putra Mama. Tapi-"

Tubuh Kallana ikut bergetar hebat saat suara terbata-bata ibu mertuanya masuk ke gendang telinganya.

"Apa yang harus Mama lakukan, Lana?"

"Ma.."

"Satria menyembunyikan penyakitnya selama ini. Dia-" Sinta menggeleng putus asa. Tampak jelas bahwa dunianya telah runtuh saat mendengar kabar mengerikan itu.

Lalu, bagaimana dengan Kallana?

Kenapa Kallana juga merasakan hal serupa?

"Lana, bagaimana Mama bisa meyakinkan putra Mama untuk tetap bertahan? Bagaimana caranya agar Satria tetap baik-baik saja?"

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Where stories live. Discover now