Chapter 6

900 111 39
                                    

"Kamu harusnya punya sedikit rasa tanggung jawab. Kamu sama sekali tidak ada konfirmasi ke saya kalau kamu sakit, tapi story-mu memperlihatkan kamu sedang di klinik kecantikan sama pacar kamu. Saya enggak akan mempermasalahkan itu kalau kondisi di sini semalam enggak kacau. Sistem baru mulai diberlakukan, tapi kamu tiba-tiba tidak masuk."

Naura menunduk sembari berulang kali mengucap maaf. Kemarin ia salah karena mendadak meliburkan diri, lebih salah lagi karena lupa menyembunyikan story WhatsApp-nya dari teman-teman juga atasannya di tempat kerja saking senangnya  melakukan treatment gratis.

"Jangan minta maaf sama saya. Minta maaf sama Alea. Dia yang kesulitan karena mendapat banyak protes terkait resep menumpuk. Saya tidak melarang kamu libur karena setiap karyawan berhak mendapat libur satu kali setiap minggunya, tapi tolong ambil libur sesuai jadwal, kecuali memang kamu ada kepentingan yang sifatnya mendesak."

"Baik, Mas."

"Saya tidak mau hal ini terjadi lagi. Mulai hari ini, saya minta jadwal kerja kalian. Saya tunggu paling lambat jam 14.00 sebelum kamu pulang jadwalnya sudah ada di ruangan saya."

Sekali lagi Naura mengiakan. Benar-benar sial, setelah membahagiakan diri sendiri, paginya malah disemprot habis-habisan.

"Oh iya, nanti kalau Alea datang, tolong suruh dia ke ruangan saya."

"Baik, Mas."

Puas bicara dengan Naura, Hegar mengayunkan langkah ke ruangannya. Jujur saja hari ini ia hanya memiliki waktu sekitar empat jam untuk beristirahat karena setelah magrib nanti ia harus berangkat ke Jakarta. Sang kakek tiba-tiba minta bertemu, dan Hegar tidak punya pilihan selain mengiakan.

Lelaki itu duduk bersandar di sofa, tidak benar-benar istirahat sebab harus mengecek file laporan yang dikirim oleh cabang Infinity berbeda. Melelahkan memang, tetapi itu sudah menjadi tanggung jawabnya. Di tengah kesibukannya menggulir ponsel, tiba-tiba sebuah pesan masuk.

Genta Bocil IT
Mas, mau dibeliin makan siang apa?
Sekalian saya ke sana.

Hegar tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengetik balasan. Mungkin untuk sebagian orang aneh karena sebagai orang dewasa ia justru memesan makanan seperti itu. Namun, ia punya alasan. Sejak kecil lambungnya memang sudah bermasalah. Ah, mungkin bukan lambungnya ... tapi psikisnya yang terluka. Karena setiap ada sesuatu yang mengingatkannya pada pengalaman-pengalaman traumatis, tubuhnya bereaksi cukup keras. Lambungnya paling dominan. Seperti kemarin contohnya. Semalam saja setelah menghubungi Alea, Hegar merasa hampir mati sesak napas hanya karena lambungnya kembali berulah. Untung Heksa menginap. Lelaki itu dengan tanggap memberi pertolongan. Telepon sana-sini hanya untuk membantunya. Jadi, untuk saat ini Hegar hanya ingin memakan sesuatu yang mungkin bisa dicerna.

Saya
Beliin Cerelac beras merah sama Marie gold
Kamu boleh beli apa aja, nanti saya transfer sekalian uangnya

Genta Bocil IT
Oke, Mas.
Ada lagi?

Saya
Udah itu aja

Genta Bocil IT
Oke, siap.

Selama di Bandung, memang biasanya Genta yang membelikan Hegar makan. Terlebih, mereka sudah dekat bahkan sebelum klinik ini dibangun. Anak itu memutuskan untuk ikut ke mana pun Hegar pergi, dan ia cukup terbantu dengan kehadiran Genta selama ini.

Aku Banyak LukanyaWhere stories live. Discover now