Chapter 26

881 130 13
                                    

Hegar tidak ingin mengeluh, tetapi rasa sakit di perutnya sama sekali tak memberi kesempatan untuk sekadar istirahat. Sekalipun dokter sudah menyuntikan obat pereda nyeri, sepertinya tak bekerja terlalu banyak. Hegar masih sangat kesakitan. Kini Hegar bahkan tidur meringkuk sembari memegangi tangan Heksa, berusaha sekuat tenaga menahan rasa sakitnya agar tak membuat maminya khawatir.

Reksa melirik jam yang terpatri di dinding, pukul 03.10 WIB. Sudah dini hari, tapi Heksa masih bertahan dengan posisinya usai bergantian dengan Helena tadi. Melihat Heksa tampak mengantuk parah di samping ranjang Hegar, Reksa bergerak mendekat. "Tidur, Dek," ujarnya pelan sembari menepuk pundak kembarannya.

Heksa langsung tersadar. Ia menoleh menatap kembarannya, lantas berkata, "Hegar nyaman begini posisinya, Bang. Nanti bangun."

"Gue yang gantiin."

Heksa tersenyum tipis. Mungkin ini kesempatan untuk mendekatkan kembarannya dengan Hegar. Pria itu melepaskan genggaman Hegar perlaham, kemudian membiarkan Reksa menggantikan posisinya. Semula, Reksa tampak ragu menyentuh tangan sang adik, tetapi karena dorongan Heksa, Reksa melakukannya. Pria itu berjalan ke sofa, kemudian merebahkan tubuhnya di sana membiarkan sang kakak menghabiskan waktu lebih banyak dengan Hegar.

Hegar bergerak gelisah dalam tidurnya. Kernyitan di dahi pemuda itu pun turut mempertegas betapa kesakitannya Hegar sekarang. Sebelah tangan Heksa yang terbebas bergerak mengusap punggung tangan anak itu. Mau sekeras apa pun menolak, wajah Hegar justru mengingatkannya pada sang ayah.

"Engh ...."

"Mana yang sakit?" Pelan sekali Reksa bertanya.

Perlahan Hegar membuka mata, kemudian bibir pucatnya menggumamkan sesuatu yang tak dapat Reksa dengar dengan jelas. Reksa merapatkan tubuh, berusaha menangkap apa yang coba Hegar katakan.

"Rasanya harus sesakit ini, ya, Mas?"

Entah mengapa hati Reksa seperti ditikam. Sakit tanpa alasan ketika mendengar apa yang dikatakan anak itu. "Nanti setelah operasi enggak akan sakit lagi."

Hegar semakin erat menggenggam tangan Reksa, dan yang membuat Reksa terkejut Hegar menitikan air mata meski kini sepasang netranya dalam kondisi terpejam.

Reksa bingung harus bagaimana bersikap. Ia tidak bisa selembut Heksa, tetapi diam saja pun bukan pilihan yang tepat. Akhirnya, Reksa bangkit, kemudian mengusap punggung anak itu dengan lembut, berusaha membuat Hegar nyaman. Hal kecil yang bisa dia lakukan dalam kondisi seperti ini. Tidak bisa dipungkiri, Hegar pasti sangat kesakitan.

Di sofa, Heksa yang belum benar-benar tidur tersenyum penuh arti. Dalam hati dia berdoa, semoga Reksa mulai bisa menerima dan memaafkan Hegar.

***

Pagi buta semua orang dibuat gemetar karena untuk kali kesekian Hegar mengalami perdarahan lambung. Ia bahkan harus transfusi hingga dua kantong darah. Sebuah NGT yang terpasang juga turut membuat anak itu terlihat semakin menyedihkan.

 Sebuah NGT yang terpasang juga turut membuat anak itu terlihat semakin menyedihkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Aku Banyak LukanyaWhere stories live. Discover now