Chapter 8

1K 122 12
                                    

Hegar terkejut saat sang kakek melempar sebuah berkas ke hadapannya. Lelaki itu memunguti lembar demi lembar yang tercecer, kemudian membacanya. Semula semua tampak normal. Berkas tersebut hanya berisi laporan PSA (Pemilik Sarana Apotek) dan laporan stock opname. Namun, kelopak matanya melebar sempurna begitu melihat deretan nama obat dengan data stok dan stok fisik yang berbeda. total minus hampir sepuluh juta.

"Siapa yang berani mengubah aturan yang bertahun-tahun kakek terapkan?"

"Mengubah aturan apa? Sejak aku masuk, enggak ada yang berubah. Aku menjalankan aturan yang udah ada. Kakek dapat ini dari siapa? Biasanya, sebelum kakek aku dulu yang baca dan menyelesaikan kalau ada masalah. Jadi, Kakek enggak harus ikut pusing."

"Kamu enggak perlu tahu. Yang harus kamu tahu, pemesanan barang terhambat karena tunggakan ke PBF yang bersangkutan cukup besar. Ada delapan faktur yang belum dibayar total hampir 25 juta. Barang minus dengan jumlah fantastis. Apotek terlihat kosong seperti mau bangkrut. Banyak obat yang akhirnya diresepkan keluar. Bagaimana kamu mempertanggungjawabkan itu semua? Kamu bilang sudah dapat orang yang bisa dipercaya, buktinya? Baru ditinggal sebentar kerugian kita mencapai puluhan juta."

Pemuda itu tak langsung menjawab. Masih berusaha mencerna permasalahan yang terjadi. Mengapa semuanya kacau bersamaa? Setiap bulan Hegar selalu membayar seluruh tagihan yang dibebankan dari pembelanjaan obat bulan sebelumnya. Ia juga memeriksa laporan PSA dan stock opname setiap bulan, dan tidak ada yang aneh. Biasanya laporan Infinity Jakarta dikirim per tanggal 2 setiap bulan, mengapa akhir bulan ini sudah dikirim bahkan tanpa ada komunikasi sama sekali?

"Kamu bisa menyelesaikannya?" Sang kakek kembali memastikan.

"Nanti aku cek dulu ke sana. Tapi, Kakek harus tahu aku enggak pernah mengubah apa pun yang udah Kakek mulai."

"Bagus. Jangan terlihat lemah, tunjukkan otoritasmu sebagai seorang atasan. Kamu harus bisa bertindak tegas terhadap siapapun yang membuat kesalahan sefatal ini."

Hegar mengangguk. Pemuda itu langsung berpamitan pada sang kakek. Beruntung Infinity Jakarta tidak terlalu jauh lokasinya karena memang di pusat kota. Klinik terpantau sepi karena jam operasional tutup jam 12.00 untuk sif pagi. Toko alat kesehatan di sebelah ramai seperti biasa. Namun, yang menjadi tujuannya saat ini adalah apotek.

Nadia yang saat itu tengah bertugas terkejut melihat kehadiran Hegar, terlebih saat lelaki itu dengan dingin meminta seluruh staf apotek datang saat itu juga, tak terkecuali sang apoteker penanggung jawab. Hegar langsung meminta salah satu di antara mereka untuk menutup apotek sampai poli buka sore nanti. Mereka setidaknya memiliki waktu tiga jam untuk bicara.

"Satu orang lagi mana?"

"Maya enggak bisa dihubungi, Mas."

"Saya enggak mau banyak basa-basi. Sebenarnya apa yang terjadi?"

Namun, lima orang yang ada di hadapannya kompak bungkam.

Lelaki itu menghela napas, berusaha menekan amarahnya, sebelum akhirnya kembali bersuara. "Saya tanya sekali lagi, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Kami enggak tahu kalau Maya sedang kesulitan keuangan untuk biaya lahiran, Mas. Setiap hari Maya menjual obat tanpa menginputnya ke dalam komputer. Jadi, data dalam komputer tetap, barang minus, dan tidak ada pendapatan. Kadang, kalau ada pembayaran non tunai, customer diarahkan untuk transfer ke rekeningnya. Karena dia juga bagian keuangan yang mengurus pembayaran, ada pembayaran ke beberapa PBF yang sengaja dilebihkan, kemudian pengembalian dana diarahkan ke rekeningnya," terang Nadia.

"Sudah berapa lama?"

"Hampir tiga bulan. Awalnya cuma saya yang tahu, kemudian teman-teman yang lain tahu. Maya mohon-mohon supaya kami enggak memberitahu Mas Hegar tentang hal ini karena dia janji akan mulai membayar setelah lahiran."

Aku Banyak LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang