"Aku menyukaimu, sangat-sangat suka!"

608 110 64
                                    

-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-
je t'aime bien, vraiment, vraiment !
________

Kolumbarium itu terlihat sunyi dan sepi, sama seperti tempat peristirahatan biasanya yang jarang dikunjungi orang-orang. Tempat ini hanya didatangi oleh yang berkepentingan saja, yang sedang merindu pada seseorang yang telah tiada atau berziarah mendoakan mendiang di atas sana.

Seorang pria bersetelan hitam dari atas hingga bawah kaki berjalan dengan langkah berat menuju salah satu ruangan tempat persemayaman. Menggenggam seikat bunga tulip putih di tangannya, pria itu menuju lemari abu dari seseorang yang dikenalnya.

Kim Myungsoo--pria itu--berhenti pada salah satu lemari kaca berisi abu dan barang peninggalan mendiang yang namanya tertulis di sana.

Myungsoo tidak berkata apapun, hanya mengamati foto mendiang cukup lama dengan sorot rumit.

Ditaruhlah bunga tulip putih tersebut pada lemari mendiang, tepat di depan abunya, seluruh jiwanya yang tertanam di sana menjadi butiran debu. Tidak ada yang bisa menyangka butiran debu itu pernah hidup sebagai manusia secerah mentari. Pada akhirnya mentari itu berubah menjadi titik di akhir kalimat. Selesai begitu saja.

"they said, 'when you lose someone who is your entire universe, it hits you. All the chances you didn't take, all the things you didn'y say. Because the truth is that you think you have forever, but you don't. You never do'."

Myungsoo menyerap perkataan itu dalam pikirannya lalu melirik ke sumber suara yang hadir secara tiba-tiba, kata-kata mutiara itu meluncur dari seorang pria bermata biru berambut pirang. Sepertinya dia bukan orang Korea.

Myungsoo diam saja, toh tidak kenal juga. Namun pria itu kembali bertutur menggunakan bahasa Korea fasih. "kehilangan seseorang yang berarti sangatlah berat, huh? Aku juga merasakannya. Ini Sam, Samantha Jung. Istriku." Pria itu menunjuk sebuah lemari kecil yang bentuknya sama dengan yang Myungsoo datangi.

"turut berduka cita," timpal Myungsoo seadanya.

"thank you. Jadi, siapa mendiang ini? Kalau saya boleh tau." pria itu menunjuk foto mendiang yang tengah tersenyum di hadapan Myungsoo. Orang yang memiliki senyum secerah mentari.

Myungsoo diam cukup lama. Tidak ada yang tahu isi kepalanya.

Namun, setelah membuat seseorang menunggu jawabannya dengan bingung, pria itu menjawab. "seseorang yang saya benci sekaligus rindukan."

Tanpa menunggu si pria pirang itu menimpalnya, Myungsoo pamit membungkuk sopan kemudian berlalu.

Sepeninggal Myungsoo, pria berambut pirang memandang bunga tulip putih yang sempat Myungsoo simpan. "white tulips. Memiliki arti sebuah permintaan maaf.." ia menatap punggung Myungsoo yang menjauh dengan senyuman. "semoga mendiang memaafkanmu, tuan."

***

Myungsoo memasuki mobilnya dengan gusar. Setiap mendatangi kolumbarium suasana hatinya memang akan memburuk untuk beberapa hari ke depan. Banyak hal yang belum bisa ia ceritakan di sini, banyak teka-teki yang sulit untuk dijawab. Intinya, dia memiliki penyesalan yang amat besar di benaknya. Penyesalan yang akan ia bawa hingga mati.

"Menteri Kim, apakah anda ingin pulang?" sopir bertanya.

"sebentar." Myungsoo sibuk mengirim pesan untuk Ahra hanya untuk menanyakan keberadaan Suzy. Lalu perempuan itu membalas.

Ahra
Bukannya Menteri Kim punya nomornya? Kenapa tidak tanyakan langsung?

Myungsoo mengusap wajah kesal. Kenapa perempuan satu ini tidak peka situasi, ya? Kalau Myungsoo bertanya padanya harusnya Ahra mengerti kalau dirinya sedang keki pada Suzy.

High Society [END]Where stories live. Discover now