Bab 4. Waktu & Penyesalan

1.6K 112 6
                                    

Adrian bersembunyi di balik semak belukar yang tinggi, ia tak akan terlihat oleh Armand. Begitu juga Adrian yang tidak bisa melihat Armand dari balik semak-semak tempat persembunyiannya. Semak belukar itu cukup jauh dari tempat Armand berada.

Persetan harus onani di hutan, Adrian tidak percaya hal mistis.

Adrian melepas handuk yang melilit di pinggangnya. Penisnya yang sudah mengacung ia genggam, ia gerakkan pelan tangannya memberi belaian dan juga kocokan. Adrian tak sanggup lagi menahan gairahnya yang membuncah, bahkan kedua dadanya ikut merasa gatal.

Adrian tak segan memilin putingnya sendiri secara bergantian dan terus mengocok penisnya. Tapi anusnya ikut merasakan gatal, Adrian menginginkan penis bertengger di anusnya seperti yang pernah ia rasakan selama di penjara. Adrian ingin disodomi tapi tidak mungkin Adrian memintanya kepada Armand. Adrian yakin Armand tidak sama seperti dirinya.

Sehabis memilin putingnya secara bergantian, Adrian meludahi jari tengahnya. Ia sedikit menunggingkan pantatnya yang sekal, mengarahkan jari tengah ke dalam liang anusnya sedangkan sebelah tangannya terus melancap dengan nikmat di penisnya.

"Ahhh ...." Adrian mendesah pelan.

Hal itu memang tidak cukup bagi Adrian, tapi ia melakukannya terpaksa. Kalau tidak begini, ia akan terus kepikiran dengan pemuda desa yang tanpa malu telanjang bulat di depannya. Lama berjibaku dengan penisnya dan juga merojok anusnya sendiri, Adrian mendesah lagi cukup panjang.

Muncratan air mani dari lubang kencingnya menyembur membasahi rerumputan. Lega sudah yang dirasakan Adrian. Ia tertawa kecil dengan aksi gilanya barusan.

Adrian kembali melilitkan handuk abu-abu itu di pinggangnya. Keluar dari balik semak-semak dengan santai menghampiri tempat Armand berada.

Arrian melihat Armand berbaring, Armand menutup matanya dengan tangan agar tidak silau dari sinar matahari pagi. Pria itu sepertinya tertidur. Lagi-lagi membuat tenggorokan Adrian tercekat. Tubuh pria yang berbaring di depannya memang sangat sayang jika dilewatkan. Adrian memperhatikan detail tubuh Armand, bahu yang lebar, lengan yang berotot, ketiak dengan bulu yang tidak terlalu lebat, dada yang bidang, perut rata dengan hiasan bulu halus yang menjalar hingga ke area selangkangan, serta gundukan yang tersimpan di balik kolor berwarna hitam membuat Adrian mengakui bahwa Armand adalah lelaki desa yang sangat seksi.

Adrian menyangka ia sudah selesai namun nyatanya hasratnya bergejolak lagi.

"Bajingan!" Lirih Adrian pelan.

"Lagi enak-enak tidur dikatain bajingan" timpal Armand yang membuka mata dan tertawa pelan.

Armand duduk bersila menghadap bekal yang ia hidangkan, "kencing beneran apa kencing enak, kok lama?"

Pertanyaan Armand membuat Adrian gugup, Adrian duduk di depan Armand.

"Udah lama pengen kencing tapi tadi saya tahan" jawab Adrian berbohong.

Armand sepertinya percaya saja, ia tersenyum, "kamu harus cicipi masakan saya, ini saya sengaja masak tadi pagi."

Adrian manggut-manggut melihat bekal yang terhidang di depannya saat ini. Walau hanya masakan sederhana tapi cukup menggugah selera.

Roti gandum, telur dadar, salad buah dengan porsi yang banyak serta sayur-sayuran segar itu terhidang dalam wadah bekal yang mirip dengan peralatan bekal untuk camping.

"Saya lupa" ujar Armand mengeluarkan botol minuman dari dalam tasnya, "ini minumnya. Susu kuda murni dicampur dengan sedikit madu dan gula aren."

"Susu kuda?" Adrian mengernyitkan dahi.

Romance In The VillageOnde histórias criam vida. Descubra agora