Bab 16. Persidangan Baru

1.2K 78 28
                                    

Sinar surya datang kembali menghangatkan desa, suara kokok ayam jantan masih terdengar bersahutan. Dedaunan meneteskan embun segar yang membasahi, sekalipun sudah memasuki musim hujan, namun hujan masih tak kunjung membasahi tanah di desa itu.

Armand yang sudah terbangun dari tidurnya masih memandangi Adrian yang tertidur pulas dalam pelukannya. Dari cara Armand memandangi Adrian, tampak begitu besar rasa cinta di dalam hatinya. Tangan Armand membelai rambut Adrian, ia mencium pipi Adrian berkali-kali, tak tertinggal juga ciuman ia daratkan di dahi Adrian.

Adrian menggeliat merasakan kecupan yang bertubi-tubi di wajahnya. Kecupan yang pada akhirnya membangunkan Adrian dari tidurnya.

"Selamat pagi" Armand tersenyum saat Adrian membuka mata. Semakin hari rasa cinta di hati Armand semakin besar ia rasakan.

"Pagi" balas Adrian manja dalam pelukan Armand.

Tubuh kedua pemuda itu masih telanjang di dalam selimut tebal yang mereka gunakan.

Armand memegang tangan Adrian, melirik jam tangan yang Adrian kenakan.

"kita kesiangan" ujar Armand tersenyum melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi, "aku lapar."

"Aku juga, nggak sabar pengen ngerasain masakan ibu" sahut Adrian.

Armand mengangguk, ia membuka selimut yang menutupi tubuh telanjang mereka, melepas pelukan yang seakan mengikat tubuh mereka, kemudian sama-sama beranjak dari dipan yang sudah menjadi saksi cinta mereka berdua.

Setelah selesai mengganti pakaian, Armand memeluk Adrian dari belakang.

"Aku sangat mencintai kamu, Adrian" bisik Armand.

"Kamu udah terlalu sering bilang kalimat itu" balas Adrian membalik tubuhnya mengecup bibir Armand dan melumatnya sebentar, "aku percaya, Man."

"Tidak cukup jika aku mengatakannya sekali. Aku ingin mengatakannya setiap hari" ujar Armand melingkarkan tangannya di pinggang Adrian.

"Gendong aku sampai tangga" ucap Adrian mengalungkan tangannya di leher Armand.

Armand mengangkat kedua paha Adrian yang bergelayutan di leher Armand.

"Man ... maksudku di belakang" Adrian meronta-ronta.

Armand tidak perduli, ia tertawa sambil tetap menggendong Adrian di depannya. Adrian berpegangan erat saat Armand melangkah menuju pintu kamar, ia mengecup bibir Adrian, berjalan sambil berciuman.

Ceklek

Pintu kamar Armand buka dengan satu tangan, sedangkan satu tangannya lagi menahan tubuh Adrian yang ada di dalam gendongan. Armand tiba-tiba menghentikan langkahnya dan juga menyudahi ciumannya. Ia terdiam di ambang pintu, membuat Adrian yang ada di gendongannya kebingungan.

"Man, kok berhenti?" Tanya Adrian yang kebingungan.

Armand menurunkan tubuh Adrian tanpa sedikit kata yang keluar dari mulutnya. Adrian berbalik, seketika Adrian juga ikut terdiam, ia menunduk tak berani memandang apa yang ada di depannya saat ini.

Ya ... sosok ayah dan ibu Armand sudah berdiri di depan pintu.

Kedua orang tua Armand sepertinya sangat terpukul dengan kenyataan yang mereka ketahui secara langsung. Hal itu jelas terlihat dari bola mata mereka yang berkaca-kaca, terlebih Bu Sri yang sudah menitikkan air mata.

"Ayah ... Ibu" lirih Armand.

"Ayah minta kalian jelaskan tentang semua ini" Pak Santo menatap tajam Adrian dan Armand secara bergantian.

* * *

Suasana ruang tamu di pondok milik orang tua Armand tampak tegang. Semua sudah berkumpul, termasuk Galih, Dirga dan Arjuna masih ikut serta di sana. Armand dan Adrian duduk berdampingan di kursi, di depannya sudah ada Pak Santo dan Bu Sri yang duduk berhadapan dengan kedua pemuda itu. Sedangkan di belakang Pak Santo dan Bu Sri terlihat Galih, Dirga dan Arjuna yang duduk seakan mengawal Bu Sri dan juga Pak Santo.

Romance In The VillageWhere stories live. Discover now