Bab 17. Kenyataan Yang Sulit Dijabarkan

938 53 9
                                    

Patient monitor di ruang ICU menampilkan keadaan pasien yang terbaring di ranjang rumah sakit dalam bentuk parameter. Beberapa selang juga terhubung pada tubuh pasien, alat infus juga terpasang di tubuhnya. Keadaan pasien itu sangat kritis, tak bergerak, seperti mati namun dari parameter yang ada di monitor tersebut menunjukkan jika pasien yang dirawat masih diberikan Tuhan kesempatan untuk hidup.

Sementara itu di luar ruangan, tepatnya di kursi tunggu yang sejajar, seorang wanita paruh baya terlihat tertunduk dalam tangis, wanita itu beberapa kali menyeka air mata yang membasahi pipinya yang mulai tampak tanda kerutan, kesedihan yang dirasakan hatinya sangat jelas terlihat hanya dari raut wajahnya saja.

Dalam kesedihan yang teramat sangat sakit wanita itu rasakan, wanita itu bahkan tidak menyadari jika seorang laki-laki gagah menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

"Bu Fatma, saya membawakan makanan untuk ibu, tadi Bu Asri yang menitipkan pada saya" ujar laki-laki itu membelai pundak wanita paruh baya yang dipenuhi rasa duka yang mendalam.

"Arjuna" wanita paruh baya yang tak lain adalah Bu Fatma, ibu kandung dari pasien kritis yang tak lain adalah Adrian sontak memeluk Arjuna seakan menumpahkan rasa duka dan kesedihan yang tak bisa ia bendung lagi.

"Maaf Bu, saya baru sempat menjenguk Adrian dan juga Armand" ujar Arjuna membelai rambut Bu Fatma yang tak lagi hitam karena bercampur uban.

"Tidak apa-apa" ucap Bu Fatma berusaha menahan sesak di dada karena kesedihan yang melanda dirinya, ia perlahan melepas pelukan eratnya pada tubuh Arjuna, "ibu mengerti, bagaimanapun juga hanya kamu dan yang lainnya harapan ibu untuk tetap menjaga kebun kita."

Arjuna mengangguk pelan sambil tetap berusaha tersenyum. Padahal jauh di lubuk hatinya yang mendalam, perasaan sedih juga Arjuna rasakan ketika mengetahui bahwa Adrian dan Armand kecelakaan dan dalam keadaan tak sadarkan diri saat ini.

"Kamu datang di saat yang kurang tepat" ujar Bu Fatma berusaha menampilkan senyum di wajahnya yang murung, "sekarang bukan saatnya jam besuk, kata dokter, Adrian dan Armand tidak boleh dikunjungi terus menerus, ada waktu yang sudah ditentukan untuk bisa memasuki ruangan Adrian dan Armand."

"Tidak apa-apa bu, kebetulan hari ini Ayah dan Ibu mengizinkan saya untuk libur secara bergantian dengan Galih dan Dirga untuk menemani Bu Fatma" jawab Arjuna tulus, "apa sebaiknya kita makan di kantin rumah sakit saja Bu, maafkan saya, saya lupa membeli minuman untuk ibu, sekaligus ada hal yang ingin saya tanyakan" ujar Arjuna sedikit sungkan namun raut wajahnya seperti ingin mengutarakan hal penting yang sedang merasuki pikirannya.

Bu Fatma mengangguk, "kamu sudah sampaikan ucapan terima kasih ibu ke Pak Yahya?" Bu Fatma bertanya sambil berusaha tegar berdiri dari tempat duduknya, "kalau bukan karena beliau yang sudah menemukan Armand dan Adrian, ibu tidak tahu apa jadinya nasib mereka berdua."

"Sudah, Bu" Arjuna balas mengangguk, "Pak Yahya titip salam, mungkin beliau baru bisa menjenguk lagi malam ini atau esok hari."

"Ibu maklum, Pak Yahya juga pasti sedang sibuk mengurus transportasi untuk hasil panen."

"Mari saya bantu bu" ucap Arjuna lembut ingin memapah tubuh lemah Bu Fatma.

"Ibu tidak apa-apa, Arjuna. Kamu tidak perlu khawatir" Bu Fatma menarik nafas berat, "bagaimanapun juga ibu harus tetap sehat dan kuat, demi kesembuhan Adrian dan Armand."

Arjuna mengurungkan niatnya untuk memapah tubuh Bu Fatma. Arjuna berjalan mensejajari langkah Bu Fatma yang berjalan menyusuri koridor ruangan tersebut untuk menuju bagian ruangan lain yang tidak terlalu ramai, ruangan itu adalah kantin rumah sakit yang tak banyak menjual makanan, namun nasib baik kantin itu menjual minuman yang terlihat bertengger rapi di dalam lemari pendingin.

Romance In The VillageWhere stories live. Discover now