Bab 15. Semua Punya Rahasia

1.2K 77 23
                                    

Adrian ketiduran lagi, ia sangat kelelahan karena sehabis ikut membantu pekerjaan memuat sawit siang tadi. Adrian memang ingin turun tangan secara langsung. Selain ia ingin melatih kembali otot-ototnya, ia merasa malu jika hanya mengawasi saja sedangkan Armand, Dirga, Galih dan Arjuna ikut membantu.

Adrian melirik jam di tangannya, jarum jam itu menunjukkan pukul 11 malam, ia baru saja terbangun dari tidurnya. Tak ada siapapun di dipan, hanya ada dirinya saja. Adrian terbangun dengan suasana yang gelap di dalam pondok, hanya ada lampu minyak yang menggantung di dinding kamar,  menambah sedikit penerangan. Adrian mendapati senter kecil yang cukup terang saat ia nyalakan lalu berjalan keluar kamar. Apalagi yang ia cari kalau bukan Armand.

Saat pintu Adrian buka, ada kepulan asap di balkon kamar, terlihat jelas karena sinar bulan sangat terang malam itu, begitu juga dengan sosok yang berdiri membelakanginya, itulah sosok yang Adrian cari. Sosok itu sedang memandangi langit malam sambil menghisap rokok yang diselipkan di jepitan jari. Sosok itu tak mengenakan baju, hanya celana training panjang saja membalut bagian pinggul hingga ke mata kaki, dari punggung yang lebar dan berotot sudah pasti sosok itu adalah Armand.

"Mati lampu ya?" tanya Adrian.

Armand menoleh ke belakang, ia tersenyum hangat dan mencium pipi Adrian, "mesin genset rusak. Tadi aku sama Arjuna sudah berusaha memeperbaiki, tapi ada bagian yang rusak dan harus diganti. Ayah bilang besok saja."

"Mau rokok?"Armand menawarkan bungkus rokok setelah menjawab pertanyaan Adrian.

"Rokok yang mana?" Adrian memancing dengan tersenyum tipis yang menggoda.

"Yang kecil, atau kalau mau hisap rokok yang besar, boleh-boleh saja" Arman menjawab sambil ikutan tersenyum menggoda.

Adrian mengambil bungkus rokok dan korek yang ada diberikan Armand, lalu ikut menyulut rokok seperti yang Armand lakukan. Adrian berdiri di samping Armand, sembari menatap langit seperti yang Armand lakukan juga.

"Aku pikir kamu tidak merokok" ujar Armand yang terkejut melihat Adrian yang menghisap dalam asap rokok dan membiarkan asapnya keluar dari hidung dan juga sebagian dari mulut.

"Aku bukan perokok berat, cuma .... Waktu di Jakarta sesekali aku sering merokok buat kebutuhan sosial, bisa dibilang untuk pergaulan aja" jawab Adrian meletakkan satu tangannya di pembatas balkon.

Armand manggut-manggut, ia kembali menatap langit yang masih saja dihiasi purnama setiap malamnya, rembulan nampak lebih terang malam ini, sehingga pohon-pohon sawit yang ada di perkebunan itu sangat jelas terlihat.

"Hei ... bahuku butuh disandari" sindir Armand yang menginginkan kepala Adrian bertengger di pundaknya.

Adrian tertawa kecil tapi ia melakukan apa yang diinginkan Armand. Kepalanya dimiringkan, bersandar di pundak Armand. Dengan begitu Armand bisa bebas menciumi rambut Adrian.

"Aku ingin seperti ini terus, selamanya" ujar Armand mengecup lagi ujung rambut Adrian.

"Selama yang kamu mau, aku juga mau, Man" balas Adrian membuang puntung rokoknya yang masih sisa setengah.

"Aku mau mengajak kamu berandai-andai" ujar Armand membuat Adrian memicingkan mata.

"Berandai-andai yang kayak gimana?" Tanya Adrian penasaran.

"Seandainya kamu bahagia di atas luka orang lain, apa yang akan kamu lakukan?" Tanya Armand langsung ke intinya.

Adrian tersenyum mendengar pertanyaan Armand, ia merubah posisi menggeser tubuh Armand agar sedikit menjauh dari balkon sehingga antara Armand dan pembatas balkon memiliki jarak. Sedangkan Adrian memilih untuk menyempil menghadap Armand, diapit pembatas balkon dan juga tubuh kekar Armand.

Romance In The VillageWhere stories live. Discover now