Bab 5. Warisan

1.3K 92 14
                                    

Panas yang terik membangunkan Adrian dari tidurnya. Ia masih mendekap tubuh telanjang Armand. Menyadari dirinya terlalu berlebihan, Adrian meringsut, melepaskan pelukannya.

"Kamu sudah bangun, Dri?" Tanya Armand tersenyum.

Jelas pertanyaan Armand tidak perlu dijawab. Adrian saat ini sudah sibuk mengganti pakaiannya kembali dengan pakaian yang ia jemur, pakaian basah itu kini sudah mengering.

"Kamu juga sudah bangun. Kenapa nggak bangunin saya?" Adrian balik bertanya.

"Kamu nyenyak, saya tidak tega" jawab Armand lembut.

"Kalau ada yang ngeliat kita. Kita bisa dituduh ngelakuin yang enggak-enggak, Man."

Armand lagi-lagi tersenyum melihat raut wajah Adrian yang khawatir, "tidak ada yang tau tempat ini selain kami berempat."

"Mending kamu pakai baju dan celana kamu. Kita lanjutin perjalanan" titah Adrian memungut pakaian Armand dan melemparnya ke arah Armand.

Arman dengan santai mengenakan pakaiannya, tidak lupa ia merapikan kain yang dijadikan alas tidur untuknya dan juga Adrian, ia melipat kain itu dan menyimpannya kembali ke dalam tas, kemudian tas yang Armand bawa digendong lagi seperti semula.

"Perjalanan masih berapa lama?" Tanya Adrian yang sudah siap berjalan.

"Kurang lebih 3 jam" jawab Armand, "kenapa? Kamu sudah tidak sanggup?"

"Jangan ngeremehin saya" ucap Adrian melangkah tegap ke depan.

"Dri ..." panggil Armand membuat Adrian yang berjalan lebih dulu terpaksa menoleh ke belakang, Armand masih berdiri di tempat yang sama, "kita ke arah sana" lanjut Armand menunjuk bukit sebagai tanda bahwa arah yang Adrian tuju salah.

Adrian berbalik, memutar arah mengikuti langkah Armand yang menaiki bukit. Terpaksa harus menanjak lagi. Adrian sudah bosan dengan tanjakan, namun ia melalui tanjakan itu dengan santai, sesekali matanya memandang sekeliling, memperhatikan indahnya lukisan alam sang pencipta, decak kagum masih dirasakan Adrian karena ia sendiri baru mengetahui ada tempat seindah ini di kampung halamannya.

Adrian dan Armand sudah tiba di atas bukit. Rasa takjub kembali Adrian rasakan. Bagaimana tidak, dari tempat yang ia pijak, ia mampu melihat semua lukisan alam yang indah, terlebih ia melihat air terjun yang Armand ceritakan. Air terjun itu ternyata bersembunyi di balik bukit yang mereka naiki setelah beristirahat dari savana indah tadi.

"Bagaimana perasaan kamu, Dri?" Tanya Armand seolah berbangga diri bahwa ia berhasil membuat Adrian terpukau.

Adrian tersenyum lebar, menghirup segarnya udara dari atas bukit yang ia pijak, "terima kasih, Man. Ini luar biasa."

"Kamu mau merasakan kesegarannya sebentar?" Tanya Armand.

"Jadi kita harus turun lalu nanjak lagi?" Adrian memastikan, melihat Armand mengangguk, Adrian menggeleng, "kayaknya pas pulang aja, kita lewat sini lagi kan?"

Armand mengangguk lagi, "arah kebun bapak kamu ke sana, tidak ada tanjakan lagi."

"Sebentar! Maksud kamu ... Armand brengsek!" Maki Adrian membuat Armand tertawa terbahak-bahak.

Arah yang di tunjuk Armand adalah arah dimana Adrian mengira mereka mengitari bukit dari bawah, dan ternyata benar, Adrian tidak salah jalan. Semestinya dari savana yang ada di kaki bukit itu, mereka hanya butuh berjalan mengitari bukit, tidak perlu mendaki seperti yang mereka lakukan saat ini.

"Brengsek kamu, Man" Adrian menghempaskan pantatnya duduk di hamparan rumput yang tak kalah hijau.

"Kalau kamu sudah tidak sanggup jalan. Saya kuat gendong kamu" ucap Armand ikut duduk di samping Adrian.

Romance In The VillageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang