4 | ada yang punya

3.8K 459 35
                                    

Semalam, Sena begadang sama Chandra buat mabar PS dan baru balik ke kos sekitar jam tiga. Kalau Chandra gak ngajakin balik karena matanya udah sepet banget lihat komputer, kayaknya Sena bakal sampai bablas matahari terbit baru inget kalau ini udah hari Senin.

Baru tidur dua jam, alarmnya berdering memekakkan telinga, membuat Sena mengumpat kaget dan melempar ponselnya ke karpet, menjauhkan benda terkutuk itu dari radar.

Itu asal-usul kenapa Sena ke kampus ngebut dan hampir nabrak gerobak sampah, tersandung tangga saat naik ke lantai dua, tapi juga gak lupa mengucap syukur alhamdulillah karena ternyata dia gak telat masuk kelas.

"Eh, tot, sini!"

Chandra memanggilnya dengan mengangkat tangan untuk membantu Sena menemukan dirinya.

Kayak biasa, Chandra dengan sifat yang peka dan solidaritas tinggi itu bakal jagain tempat duduk buat temennya, tepat di sebelah Jijel dan Karina.

Beberapa saat setelahnya, mereka sibuk masing-masing sambil nunggu dosen masuk kelas. Kemudian satu pesan masuk di ponsel Karina membuat cewek itu ngelihatin layar ke Jijel, menyuruh temannya ikut membaca.

"Ya elah, anjir. Kebiasaan banget ngomongnya dadakan." komentar Jijel sambil menutup layar laptop.

Sena dan Chandra yang denger, kan, jadi langsung nyahut mau tahu. "Apaan, apaan?"

Tapi bukannya menjawab, Karina langsung berdiri dari bangku dan menghadap seluruh teman-teman kelasnya.

"Daks, attention," suara Karina membuat semua orang di dalam kelas yang tadi rusuh banget jadi langsung fokus. "Ini gue dapet PC dari Pak Arda, katanya beliau gak bisa ngisi kelas hari ini—"

"Anjiiiiing?" Sena memekik tertahan dibarengi Chandra. "Tahu gitu gue lanjut bobo aja tadi, bor."

"....diganti hari Sabtu jam 8—"

"SABTU?!"

Suara protes banyak orang langsung pecah dalam sekejap.

"Itu weekend, oi, yang bener aja!"

"Tahu, nih. Jum'at, kek, maksimal!"

"Gue pulkam kalau Sabtu, Rin!"

"Pak Arda maksudnya apa, sih, minta ganti Sabtu?!"

"Dikira kita gak butuh hari libur kali, ya?"

Karina megap-megap mau ngomong tapi diserobot mulu sama orang-orang yang protes. Dia sampai hela nafas capek, bingung ngejelasinnya karena semua orang rebutan bersuara.

Sena langsung berdiri dari kursi. "Daks, woi, tenang! Woi! Ini si Rina Nose mau ngomong gak jadi-jadi!"

Melihat situasi mulai kondusif, Karina kembali bersuara dan Sena kembali duduk.

"Nanti gue negoin ke orangnya apa bisa ganti weekday. Pokoknya sekarang disuruh bagi kelompok—"

"Berapa orang, Rin, isinya?"

"Ya Allah, sabar dikit, kek," Jijel ikut emosi. "Ini juga mau dijelasin. Dengerin dulu sampai PJ selesai ngomong."

"Maksimal lima orang, ya," lanjut Karina lebih lembut. "Kelompoknya mau gue bagi acak atau—"

"Pilih sendiri aja!"

"Dibebasin aja, please! Gue mau sama circle gue!"

"Iya, Rin, please please. Biar efektif juga kerjanya kalau milih anggota sendiri."

"Lo bagiin aja, Rin, biar adil!"

"Iya, kalau milih sendiri jadinya sama itu-itu mulu!"

"Oke, bebas aja, ya, biar gak ribet. Nanti tugasnya gue share di WhatsApp. Kalau ada pertanyaan bisa langsung kirim di grup. Thank you."

the plot twist.Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu