Chapter 17

90.9K 5.6K 1.5K
                                    

P E M B U K A

Kumpulin emot di sini sebelum baca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kumpulin emot di sini sebelum baca

***

Sewaktu meminta izin akan membawa Askara ke kantor ayahnya, reaksi Manggala benar-benar di luar dugaan. Viola kira itu bukan sebuah masalah serius, tapi Manggala terlihat begitu khawatir sampai memohon padanya agar tidak membawa Askara pergi ke sana.

Ketika dituntut penjelasan, pria itu mengatakan banyak omong kosong tentang kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi pada Askara. Viola sampai terheran-heran dengan pemikiran aneh dari seorang Manggala yang berkaca pada perlakuan ayahnya ke Askara maupun Kala. Ia jadi penasaran dengan figur ayah Manggala yang menjadi alasan mengapa pria itu memiliki ketakutan berlebihan seperti sekarang.

Dari Jiro, Viola mengantongi fakta kalau hubungan Manggala dan keluarganya memang sangat jauh dari kata baik-baik saja. Mereka nyaris seperti orang asing dengan interaksi begitu minim. Sepupunya juga mengatakan kalau di setiap pertemuan keluarga itu selalu berakhir dengan keributan. Jiro sering mendapati Kala ataupun Askara menangis saat ia datang menjemput mereka di kediaman orangtua Manggala. Tidak jarang juga mendengar kata-kata kurang mengenakan yang ditujukan untuk Manggala sebagai salam perpisahan di setiap pertemuan.

"Askara sering dibeliin mainan sama kakek nggak?"
Belum cukup puas dengan informasi dari Jiro, Viola memberanikan diri mengorek informasi lewat anak kecil di hadapannya.

"Tidak. Kakek tidak sayang aku karna aku anaknya papi. Aku tidak pernah digendong. Tidak pernah dibelikan mainan. Tidak pernah diajak main. Dapin dibelikan mainan banyak sekali. Tidak dibentak-bentak. Kakek suka papanya Dapin. Papanya Dapin tidak dipukul, papi aku dipukul, tapi papi dipukul tidak menangis."

"Dipukul?"

"Iya," balas Askara disertai anggukan. Bocah itu pun berdiri di hadapan Viola. Setelah mengusapkan telapak tangannya yang kotor ke celana, ia pun mempraktikan gerakan tangan kakeknya pada papi. Telapak tangan yang melayang, mendarat di pipi kiri Viola. Bedanya, Askara melakukan pendaratan dengan hati-hati agar nanny-nya ini tidak kesakitan seperti papi. "Seperti itu pukulnya tapi keras, Tante. Sampai bunyi plaakk. Kata akak itu sakit. Akak pernah dipukul seperti itu. Terus papi maju lawan kakek."

"Askara takut sama kakek?"

Tetap berdiri di tempat, anak itu mengangguk. "Tapi kalau ada papi, aku tidak takut. Papi lindungi agar tidak dimarahi dan dipukul kakek. Aku sembunyi di belakang papi yang besar seperti hulk. Kalau sendirian aku takut."

Dari narasi Askara dan sedikit tambahan dari Jiro, Viola bisa tarik kesimpulan sementara soal sosok ayah dari Manggala. "Askara mau kakek baru, nggak?"

"Tidak. Kakek-kakek itu jahat. Aku tidak mau penjahatnya bertambah banyak."

"Yang ini nggak jahat, malah baik banget.  Mau nggak?"

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang