Chapter 29

63.1K 4.5K 1.2K
                                    

P E M B U K A


Kasih emot dulu sebelum baca chapter ini

Btw, isinya panjang dan baca pelan-pelan yaaa biar setiap detailnya bisa ditangkep ;))

***


Live report kondisi terkini hati Jiro selama meladeni duda tantrum sejak awal datang; singkatnya prang, gubrak, brak, bruk, gedebag, gedebug, duuaar!

Kalau bukan karena masih butuh untuk biaya hidup, seabrek cicilan, dan modal pedekate dengan anak intern, Jiro sudah resign sejak lama dari pekerjaan ini. Pekerjaannya terlalu beresiko untuknya yang belum menjadi apa-apa. Ancamannya mati sia-sia di usia muda. Percayalah. Bekerja di bawah tekanan duda yang mudah tantrum benar-benar merusak secara fisik maupun mental.

Terkadang Jiro berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di masa lampau sampai Tuhan semurka ini dan mengutus Nawasena Manggala sebagai kurir paket karma untuknya. Seingatnya, saat masih kanak-kanak tidak terlalu nakal. Kalau dibanding Viola, kenakalannya masih kalah telak. Para tante pun selalu memilihnya sebagai bocah paling kalem dan tidak neko-neko.
Tapi kenapa ... ini karma perbuatan yang mana, sih?

"Apa? Nggak terima? Mau ngadu? Sana, ngadu ke Viola! Suruh sepupumu itu datang ke sini dan hadapin saya! Sana, buruan ngadu!"

Selalu saja seperti itu.
Sesi menyebalkan duda di hadapannya pasti berakhir dengan perintah untuk mengadu pada Viola.
Sudah empat kali Manggala mendesaknya untuk mengadu.
Wajar, kan, kalau Jiro jadi curiga?
Jangan-jangan bosnya sedari tadi tantrum bukan karena kinerjanya yang katanya payah, tapi hanya akal-akalannya saja agar bisa bertemu Viola. Mengingat bagaimana hubungan mereka sekarang, asumsinya masuk akal, kan?

Kalau boleh sok tahu, misi yang tengah Manggala jalankan pasti menggerus habis kesabarannya sampai menyerah, dan datanglah Viola menyelamatkannya.
Pria di hadapannya ini pasti sudah tahu kalau ia sering mengadu dan melibatkan Viola dalam segala urusan. Pun sudah tahu kalau sepupunya tidak mungkin diam saja setiap kali terjadi sesuatu padanya.

Lalu saat semua skenario berjalan seperti yang diharapkan, Viola pasti diambil alih dan seketika job desk-nya berubah. Bukan lagi mengatur agenda rapat, menyiapkan dokumen yang diperlukan, atau menjadi perantara pihak yang hendak berhubungan dengan Manggala. Tapi mengasuh bocil kematian agar tidak mengganggu ritual pemanggilan birahi. Hmmmm, sekarang Jiro paham sepak terjang bosnya.

"Cepat, Jiro! Aduin semua yang saya lakukan tadi ke Viola!" desak Manggala tak sabar ingin dilabrak sepupu bawahannya ini. Ponsel Jiro yang sebelumnya ia rampas pun disodorkan.
"Telepon Viola sekarang!"

Semakin jelas, kan, kemana arah dan tujuan Manggala? Dirinya dibuat seperti ini hanya untuk dijadikan tumbal ritual pemanggilan Viola.
Ribet! Padahal kalau ingin sepupunya datang, cukup meneleponnya.
Ponsel ada, nomor punya.
Kenapa harus ada acara tantrum segala, sih? Kenapa hobi sekali mempersulit hidup orang lain?
"Telepon sekarang, Pak?" tanyanya memastikan. Diberi tatapan tajam oleh bosnya, Jiro buru-buru menelepon Viola. Repot kalau tantrum lagi.

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang