Chapter 54

44.4K 3.7K 1.8K
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini sebelum baca

***

"Papi masih sedih, ya, gara-gara Om Jiro bicara keras-keras seperti orang jahat?" simpul Askara ketika melihat Manggala terus saja bungkam selama ia mengoceh panjang lebar. Pergerakannya hanya sebatas menggerakkan jemari, memainkan ujung piamanya. Dengan sekali tarikan, ia berhasil membebaskan ujung piamanya yang terus saja ditarik-tarik oleh sang papi. Untuk beberapa saat, Askara diam. Menatap lekat-lekat papinya hingga kerutan muncul di keningnya, tanda sedang serius memikirkan sesuatu.

"Aku bisa geol-geol bokong seperti Mamiw Pio loh," beri tahunya dengan mata berbinar dan senyum merekah sempurna. Bocah berpiama gambar karakter superhero jagoannya pun beranjak, mengubah posisi tengkurap di dada bidang sang papi, menjadi duduk di perut. "Papi mau lihat, tidak? Supaya tidak sedih-sedih lagi," tawar bocah baik hati itu.

Tanpa menunggu jawaban, Askara yang merasa perlu melakukan ini untuk menghibur papinya, pun membaringkan boneka kelinci di dada Manggala dengan penuh kehati-hatian, sebelum akhirnya bersiap menunjukkan geolan maut ajaran Mamiw Pio. Begitu berdiri di sisi kiri papi, ia tarik ke atas celananya yang sedikit merosot. Kemudian menungging dengan menghadapkan pantat ke wajah sang papi.

Askara sendiri belum sepenuhnya menguasai teknik geol-geol ala Mamiw Pio, namun dengan modal percaya diri, ia pun mulai menggerakkan pinggul asal-asalan dengan ritme berantakan.
Mulai rasakan lelah dan pegal, padahal baru beberapa geolan saja, si tuyul magang pun menegakkan punggung. Lalu putar-putar badan dan berakhir melompat di tempat diiringi suara tepukan tangan. Tampaknya bocah itu berusaha sangat keras untuk hadirkan Manggala. Walaupun hasilnya hanya sekadar senyum tipis-tipis—padahal Askara sudah ngos-ngosan.
"Aku lucu tidak, Papi?"

Seketika Manggala tertawa lepas.
Bentuk menghargai usaha Askara. Supaya anak itu tak merasa usahanya berakhir sia-sia. "Askara  paling lucu sedunia. Udah ganteng, pinter, baik hati, gemesin, berbakti sama orangtua, lucu lagi." Tak lupa beri pujian yang mana merupakan cara mudah untuk menyenangkan si bungsu.

Postur tubuhnya yang lebih besar dari anak-anak seumurannya, menjadi alasan mengapa Askara mudah lelah. Baru lompat-lompat sebentar, ia langsung menjatuhkan diri ke ranjang. Menggulung piamanya ke atas hingga menampakkan perut buncitnya yang bergerak naik-turun. Bocah itu terengah-engah di samping Manggala yang secara otomatis menyeka keringat di sekitaran wajah sampai lehernya. "Papi sudah tidak sedih-sedih lagi, kan?" tanya Askara memastikan.

"Papi sudah happy—happy sekali. Tadi Askara dengar ketawanya Papi, nggak?"

Askara mengangguk lemah di tengah kegiatan mengatur pernapasan.
"Dengar, aku dengar Papi ketawa besar. Seperti ini;  ha ha ha."

"Askara anak baik, anak pintar, terima kasih ya udah buat Papi happy-happy lagi."

Yang dipuji mengangguk.
Kemudian menjulurkan tangan pendeknya yang berjari-jari gempal dan lembab oleh keringat. Menggunakan itu untuk menepuk wajah papinya yang menutup kelopak mata sejak ia melakukannya. Dalam benak, Askara mengira kalau papi sedang menikmati perlakuan manisnya. Padahal Manggala menutup mata rapat-rapat karena tepukan Askara terlalu keras dan terus saja mengenai mata.

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang