Chapter 3

774 65 2
                                    

Rintik hujan turun tepat di saat bel pulang berbunyi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rintik hujan turun tepat di saat bel pulang berbunyi. Chika membereskan bukunya dengan lesu, lalu beranjak dari kursinya sebelum Zee menghampirinya dan mengajak pulang bersama. Dia tidak mau! Di luar hujan dan Chika paling tidak suka jika harus memakai jas hujan. Itu menyebalkan!

Lagi pula jika di pikir-pikir, pemuda seperti Zee yang kaya mengapa tidak membeli mobil saja, namun saat Chika menanyakan hal itu, jawaban Zee selalu sama. Selera. Ya,, selera, Zee lebih suka menaiki motor daripada harus menaiki mobil yang jika macet tidak bisa untuk di ajak kerja sama. Dan yang paling penting, pemuda seperti Zee yang suka tebar pesona tentu akan lebih merasa keren jika menaiki motor sport keluaran terbaru. Gadis-gadis yang mengidolakannya tentu tidak masalah jika harus menaiki motor Ducati itu di tengah hujan yang lebat. Sungguh bodoh!

Chika bernafas lega karena Zee mengiriminya pesan jika hari ini dia ada ekskul musik. Gadis itu lantas berjalan riang menuju ke kantin, membeli segelas susu hangat dan sepotong red velvet pasti akan sangat nikmat jika di makan saat hujan seperti ini. Sembari menunggu kakaknya yang sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya.

Oh! Dan soal Zee lagi, Zee bukan kekasih Chika. Mereka berteman sejak SMP, lagi pula, Zee bukanlah tipenya. Dan yang paling penting, Chika sama sekali tidak menyukai pemuda itu, menyukai dalam arti yang menjurus ke arah perkencanan. Memikirkan Zee kadang membuatnya naik pitam, membuatnya lekas lapar, dan memang kantin adalah tempat yang cocok untuk menetralisir hatinya yang mendadak badmood.

Dasar playboy cap kaki seribu!

.

.

.

Helaan nafas meluncur dari bibir yang berwarna pink alami, lalu tak lama laki-laki tinggi itu berdiri dan membuang rokok yang sebelumnya sudah dia matikan. Pandangannya kini jatuh ke jendela besar yang terpasang di salah satu sisi ruangannya, dari sini dia bisa melihat kota Ackerley yang tidak pernah tidur, selalu terlihat sibuk karena aktivitas manusia di dalamnya, dan dia adalah salah satu manusia tersebut.

Ting!

Bunyi notif dari ponselnya membuat laki-laki itu beranjak dari sana, berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya yang berwarna hitam. Satu tangannya keluar dari saku celana, menyambar ponselnya yang tergeletak di meja kerja. Sudut bibirnya terangkat, saat membaca pesan dari adiknya.

"Bocah itu, benar-benar sangat cerewet." ucapnya lalu memasukkan ponsel ke dalam saku jasnya. Dia menyambar kunci mobil yang menggantung di sebelah rak buku, lalu melenggang pergi meninggalkan ruangan bernuansa black in white itu.

Laki-laki berusia 32 tahun itu berjalan santai sambil sesekali bersiul. Bibirnya sedari tadi tersenyum entah memikirkan apa, mungkin jika orang lain yang melihatnya akan heran, dan menganggapnya kurang waras. Rintik hujan di luar pun sama sekali tidak mengganggu moodnya, hatinya sedang membuncah bahagia dan tidak sabar untuk menunggu malam tiba. Dia menarik nafasnya, seolah mengisi paru-parunya dengan cara yang rakus. Biarkan saja, dia sedang bahagia.

GOOD BOY || JKT48 Ver.Where stories live. Discover now