LIMA BELAS

860 38 4
                                    

Aula kini penuh, Hirta berdampingan dengan Melati. Entah mengapa ia sensi jika bersama dengan gadis pendek itu.

"Ck! Kenapa sih gue sama nih cowok." gerutu Melati pelan. Namun, siapa sangka Hirta dapat mendengarnya.

Mendelik pada Melati yang mencuri pandang padanya dengan wajah kesal.

"Apa?!" sewot Hirta.

"Lo yang apa!? Jauh-jauh sana jangan dekat gue." usir Melati mendorong pelan lengan Hirta yang menempel padanya.

Karena kesal didorong terus, ia menepis tangan Melati kasar. "Eh! Cebol, lo gak liat di aula penuh. Gue mau geser kemana coba."

"Yah, bisa lo pergi kek, di depan kek, tengah kek!"

"Gue yang lebih dulu berdiri disini sebelum lo datang."

"Eh, gue yang lebih dulu datang dari pada lo. Cuman orang yang di utus buat meriahin acara!"

"Karena gue di utus makanya gue harus nikmati acara ini, sebelum gue pulang." ujar Hirta telak, membuat Melati diam beberapa saat. Merasa menang, ia tersenyum mengejek.

"Diam kan lo!"

Karena semakin kesal, Melati memutuskan untuk pergi mencari tempat yang untuk menonton, baru saja hendak melangkah dirinya terdorong ke belakang yang di tangkap oleh Hirta.

"Makanya lo diam aja disini." dan dengan sangat terpaksa ia tetap berdiri disamping Hirta.

Sebelum benar-benar mulai, sebotol air tersodorkan padanya, ia mendongak menatap yang memberi.

"Nih, kalo lo mau minum."

Malati masih kesal. "Gak makasih, buat lo aja." tolaknya, tapi tidak dengan Hirta yang tetap ingin memberi.

"Gue tau lo haus, terima aja udah. Gue baru beli belum gue minum." tutur Hirta menatap Melati disampingnya.

"Gak!" Melati tetap menolak, menjilat bibir bawahnya yang kering yang dapat dilihat oleh Hirta.

"Gak usah munafik, gue tau lo haus." maksanya tetap.

Karena terus di desak, Melati mengambil botol itu dan meminumnya. Rasa hausnya segera menghilang. Rencananya tadi setelah acara ini selesai ia akan berpeluang mencari makanan, tapi sepertinya akan lama.

Mata coklatnya melirik pelan pemuda disampingnya ini, tak sadar ia tersenyum kecil akan kelakuan Hirta. Cowok berambut ikal bermata hazel itu menikmati acara didepannya menghiraukan makhluk mungil disampingnya yang hanya sedadanya itu.

Jika Dande setinggi dagunya, maka Daisy setinggi matanya. Jika dibandingkan dengan Spider, Hirta hanya setinggi kening pemuda itu. Jika bersama dengan yang lain maka ia akan setara dengan mereka.

Mata Melati melebar saat mendengar suara yang tidak asing di telinganya, ia melompat agar dapat melihat siapa yang bernyanyi. Hirta juga kaget namun risih dengan gadis disamping itu.

"Lo kenapa sih!?" gerutu Hirta menatap Melati yang masih melompat di tempatnya.

Ia menoleh menatap Hirta. "Itu yang nyanyi siapa? Kayak Dandelion?"

"Memang dia yang nyanyi." ujar Hirta membuat Melati tidak percaya. Dengan segera ia menarik tangan Hirta memintanya untuk di gendong agar dapat melihat dan merekam penampilan yang langkah terjadi, bukan cuman dia yang terkejut. Semua siswa Nusantara juga ikut kaget. Bagaimana tidak, Dande yang dikenal sebagai anak nakal itu mempunyai suara yang sangat bagus.

"Eh, ikal gendong gue cepat!" tarikannya menjadi pukulan dengan malas Hirta menggendong Melati di punggungnya yang telah mengeluarkan ponselnya untuk mereka Dande diatas panggung.

MINE DANDELIONOù les histoires vivent. Découvrez maintenant