DUA PULUH LIMA

484 21 0
                                    

Sudah sepuluh menit yang lalu mereka berdua tiba. Daisy berusaha menahan tangisnya tapi tidak bisa.

Daisy terduduk di samping nisan yang mereka datangi.

"Hai, maaf nih. Kalo kami lama tidak datang kemari. Gimana kabar lo?" suara Dande mengalun lancar dengan seraknya sama seperti Daisy ia juga menahan tangis.

Tangannya mencabuti rumput satu persatu sambil berbicara. "Ah bodohnya gue, lo pasti senang banget kan udah ketemu sama kakak lo itu. Daisy sudah punya pacar lo, padahal dulu ia yang paling pendek diantara kita sekarang gue yang pendek mungkin efek ucapan lo waktu itu."

"Karena gue sering ledekin dia pendek."

Seiring ia berbicara seiring juga rasa sakit menyayat hati Dande dan Daisy. Hembusan angin pelan menggoyangkan dedaunan. Suasana hening kembali.

"Jujur gue kangen banget sama lo." 

"Jika waktu bisa gue putar mungkin gue bisa nyelamatin lo waktu itu."

Mata basah Daisy melihat Dande mengepalkan tangannya dengan wajah tertunduk ekspresinya sangat menyesal.

"Hai, gue juga kangen sama lo. Gue kangen kita bertiga waktu dulu." lirik Daisy mengusap pelan nisan itu dengan tatapan seduh.

"Kenapa lo harus cepat pergi sih. Lo harus tau jika Dande itu nakal banget, kebiasaannya suka bolos pada jam pelajaran. Namun yang paling lucu ada guru baru yang ngira dia itu tomboy, kalo lo liat muka dia waktu itu mungkin lo akan tertawa selama seminggu." ucap Daisy dengan diakhir tawa pelan.

Dande berpura-pura kesal. "Tuh guru yang buta, gak liat kalo gue pake celana, nih jakun juga ada."

Suasana yang sedih itu sedikit menghilang hembusan angin bertiup pelan seolah dia ada diantara mereka untuk mendengarkan.

Tak terasa mereka berdua berada disana 1 setengah jam. Dande bangkit membersihkan tanah yang menempel diikuti oleh Daisy.

"Kami berdua mau pulang dulu. Rasa kangen sudah sedikit terobati, jangan lupa untuk mampir di mimpi, tenang disana kawan. Lain kali lagi kami akan datang."

"Gue pergi dulu, mampir dimimpinya. My hero."

Lalu mereka bergegas pergi dari sana. Hari menjelang malam, kala Dande tiba dirumah kembali. Di sofa ruang keluarga Spider menonton TV menoleh kearah Dande datang.

"Jalan kemana?" tanyanya saat Dande bersandar padanya.

"Kemakam."

"Siapa?"

"Teman."

Spider tidak bertanya lebih jauh, ini urusan Dande jadi ia tidak memiliki hak untuk ikut campur dulu.

"Udah makan?" tanya Spider, Dande menggeleng.

"Gak mood." nadanya seperti bayi, Spider tertawa pelan setidaknya Dande tidak seperti tadi.

Pemuda itu membawa Dande dalam gendongan koalanya menuju dapur, niatnya ingin menyuapi bayi besar ini.

Ia mendudukkan Dande diatas kursi sementara Spider menyiapkan makanan untuk Dande yang juga akan ia suapi.

Sepiring makanan habis tanpa sisa termakan oleh Dande, pemuda itu kini merasa mengantuk dengan segala aktivitas yang ia lakukan seharian ini.

"Gue ngantuk mau tidur." ujarnya sambil menguap kemudian meletakkan kepalanya di atas meja memejamkan mata.

Spider membilas tangannya setelah mencuci piring Dande, mengangkat bayi besarnya kedalam kamar. Sesampainya di kamar, membaringkan pelan Dande diatas kasur. Tak sengaja matanya menatap jam 18:05.

MINE DANDELIONWhere stories live. Discover now