DUA PULUH TIGA

379 18 0
                                    

Seperti yang perkataan Spider, Dande masuk pada jam pelajaran kedua berlangsung. Pemuda manis itu tersenyum pada guru yang mengajar.

"Kamu dari mana Dandelion?" kata sang guru yang terlebih dahulu menghela nafas menghadapi siswa nakal yang berdiri di ambang pintu kelas.

"Ibu kayak gak tau saya aja." ucapnya santai, kembali melangkahkan kakinya menuju kursi yang tidak ia sadari jika orang yang ia hindari selama ini kembali muncul.

Setelah duduk dengan nyaman, Dande mengeluarkan mainan minion dari dalam tasnya. Guru yang mengajar menggeleng pelan akan kelakuan Dande, ini ia seperti melihat anak SD memakai baju SMA. Tak ingin repot menegur Dande, guru itu melanjutkan pelajarannya sampai pada jam istirahat.

"Ok. Sampai disini materi kita, selamat beristirahat."

Ucapan penutup mengakhiri pelajaran pada jam ini. Dande yang hendak keluar kini berhenti dan menatap sosok itu.

"Hai, Lion."

Karena suara inilah tangannya mengepal dan rahangnya mengeras. Mata coklat itu menatap benci pada pemuda yang duduk dibarisan tengah, mengapa ia tidak menyadari sebelumnya.

"Jangan ganggu gue." ini pertama kalinya suara riang Dande menjadi dingin bersama aura yang di keluarkan. Siswa yang masih berada didalam kelas dibuat terheran dengan perubahan sikap Dande.

Setelah mengatakan itu, Dande berjalan keluar. Jika ini bukan sekolah mungkin orang itu sudah mati sekarang ditangannya. Ia memang nakal, tapi ia masih menghargai reputasi sekolah.

Siswa itu tertawa pelan, lalu menyeringai.
"Lo harus gue singkirin."

Daisy maju menghadap siswa itu, tatapan matanya penuh kebencian tertuju kepada siswa baru tersebut.

"Ngapain sih lo sekolah disini, dan juga jangan ganggu Dande lagi, Higan!" desis Daisy penuh peringatan. Telunjuknya terangkat kearah Higan yang merupakan siswa baru didalam kelasnya.

"Kejutan! Bukankah adik kakak harus saling akrab? Ngapai lo larang gue. Gue bisa aja singkirin lo dengan mudah bahkan hanya dengan jentikan tangan saja."

"Lo itu iblis dalam wujud manusia. Lo gak puas dengan semua yang bukan hak lo?!" nada bicara Daisy sedikit meninggi menunjukkan perasaan marah yang telah lama.

"Gak! Gue gak akan pernah bisa puas sebelum dia mati."

Daisy hendak melayangkan tamparan tapi ia tahan, ia harus berhati-hati dengan manusia satu ini. Jangan sampai ia lengah.

"Dasar serakah!"

Kamudian ia pergi ke kantin dengan Melati yang hanya diam tidak ingin ikut campur urusan mereka, bahkan ia tidak mengerti sama sekali, biasa otaknya lambat.

"Lo kenal dia?" tanya Melati ketika mereka hampir tiba dikantin. Daisy diam, tidak ingin menanggapi apapun yang berhubungan dengan manusia satu itu, mendengar namanya saja ia sudah sangat malas apalagi bergosip tentangnya.

"Tolong jangan pernah bahas apapun tentang Higan. Gue muak mendengarnya."

Seusai mengatakan Melati tidak membahas pemuda itu lagi, ia peka akan keadaan Daisy saat ini. Walaupun ia lambat berpikir bukan berarti ia tidak memahami orang lain.

Setibanya, Daisy mengambil ponselnya berfoto untuk ia kirimkan pada Geran, aktivitasnya hari ini.

"Lo tau teman pacar lo yang ikal itu?" tanya Melati dengan nada malas.

Daisy yang memakan mienya langsung menatap Melati didepan yang hanya mengaduk batagor dan memakannya sedikit.

"Ikal? Maksud lo si Hirta, anak basket SMA Garuda. Kenapa?"

MINE DANDELIONWhere stories live. Discover now