🥀 Apakah Harus Diserahkan?

125K 2.2K 28
                                    

Masih semangat baca kelanjutan?

Terima kasih sudah mampir.

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. Supaya aku tahu siapa saja yang menyukai karya ini🥰






~Happy Reading ~









"Sebaiknya kamu berhenti melakukan kebiasaan burukmu itu, Argio. Orang tuamu mungkin akan marah dengan hobi burukmu yang sangat senang ke club dan bermain wanita."

Hendrik terus berceloteh ketika mereka berdua sudah sampai di mansion. Entah sudah berapa kali Hendrik memperingatkan Argio tapi sepertinya anak itu memang kepala batu, sangat keras kepala.

"Sstt ... diamlah Paman. Aku sudah dewasa tidak seharusnya kamu terus mengekangku seperti ini! Aku tahu mana yang baik dan buruk!" balas Argio tanpa menghentikan langkah lebarnya.

Hendrik mendengus."Dasar keras kepala. Dulu ayahmu tidak seperti ini!" gerutu Hendrik yang dibalas lirikkan malas oleh Argio.

Pria berusia 27 tahunan itu melepaskan jas hitam yang melekat di tubuhnya lalu melempar ke arah Hendrik yang dengan sigap menangkapnya. Pria paruh baya itu mendumel kesal. Hidup dengan gelimang harta dan selalu dimanja sejak bayi membuat Argio bersikap arogan dan keras kepala. Selalu membenarkan apapun yang ia lakukan demi kesenangan pribadi termasuk bermain-main dengan para wanita.

"Sudah kamu siapkan air hangat di bath up?" tanya Argio pada salah satu pelayan pria yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Sudah Tuan, semuanya sudah saya siapkan. Malam ini Tuan ingin makan menu apa?"

Argio mengibas-ngibaskan tangannya."Tidak perlu, aku sudah kenyang. Cukup antarkan secangkir kopi panas ke kamarku. Hari ini aku lembur!"

Pelayan pria itu mengangguk patuh."Baiklah Tuan, kalau begitu saya permisi."

Setelah kepergian pelayan tersebut Argio masuk ke dalam kamar. Ia segera menanggalkan pakaian yang melekat di tubuh kekarnya. Argio bernapas lega dengan begitu nyaman kala tubuhnya berendam di air hangat. Seharian sibuk dengan rutinitasnya membuat tubuhnya terasa penat dan lengket.

Argio memejamkan matanya merasakan air hangat membalut tubuh atletisnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi pria itu untuk berolahraga setiap paginya termasuk gym, membuat tubuh Argio begitu proporsional dan berbentuk. Namun, tak lama mata Argio kembali terbuka. Ia teringat dengan wanita muda yang ia pinjamkan uang. Seharusnya wanita itu kembali lagi ke mansion ini. Ia tidak sebaik itu memberikan secara cuma-cuma meski tersirat kasihan.

Sekitar 20 menitan Argio keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan badannya. Aroma harum shampo yang Argio kenakan menguar dalam kamar megah tersebut. Tampak dalam kamar yang didominasi warna abu-abu tersebut seorang pelayan pria menyiapkan pakaian yang akan Argio kenakan. Bahkan sekecil apapun, pelayan harus ikut campur termasuk dalam menyiapkan pakaian untuk sang tuan muda yang sudah terbiasa hidup serba ada.

"Apa perempuan muda yang tadi pagi datang ke sini kembali lagi?" tanya Argio sambil mengenakan baju kaos hitam miliknya.

"Tidak, Tuan."

Argio terdiam sejenak. Raut wajahnya tampak menyiratkan sesuatu.

"Keluarlah dari kamarku."

"Baik, Tuan." Pelayan pria itu segera keluar dari kamar Argio.

"Awas saja perempuan itu membohongiku."

Meski uang yang ia berikan cukup sedikit di matanya tapi tetap saja ia tidak mau rugi.


Matahari pagi belum sepenuhnya muncul tapi para pelayan di mansion itu tampak sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Suara dentingan pisau dan aroma sedap makanan yang berasal dari dapur tampak tercium sampai ke area meja makan. Dan pagi-pagi sekali Argio sudah tampak rapi dengan pakaian formal yang selalu membuat ia terlihat tampan dan berwibawa.

"Sudah Paman siapkan jadwalku hari ini?" Argio melontarkan pertanyaan sembari melangkah menuruni anak tangga. Hari ini ia akan menemui salah satu kolega bisnisnya.

Sekadar informasi perusahaan yang kini di bawah pimpinan Argio bergerak di bidang jasa dan perhotelan. Sebelumnya perusahaan itu di pimpin oleh Arga, ayah dari Argio dan setelahnya di pindah tangan pada putra semata wayangnya. Saat ini Arga dan istri tengah menikmati masa-masa tua dan kebersamaan mereka berdua di sebuah villa.

"Sudah. Pagi ini bertemu klien, siang nanti ada rapat dan setelah itu melihat peninjauan proyek."

Argio manggut-manggut. Kini, pria itu menarik kursi di meja makan lalu mendudukkan dirinya. Di atas meja sudah terhidang berbagai menu makanan yang tampak mengepulkan asap.

Baru saja hendak mengambil makanan ucapan seorang pelayan membuat pergerakan Argio terhenti.

"Tuan Muda, ada seorang perempuan yang ingin menemui anda."

"Katakan pada perempuan itu untuk menunggu. Biarkan Argio makan lebih dulu." Bukan Argio yang membalas melainkan Hendrik.

"Kalau begitu saya akan_"

"Tidak perlu!" sela Argio. Ia menoleh menatap Hendrik."Aku akan menemui perempuan itu," ucap Argio bangkit dari tempat duduknya.

"Hei! Argio!"

Pria itu menghiraukan panggilan Hendrik. Ia melangkah lebar ke arah ruang tamu. Sebelah alis Argio terangkat kala melihat sosok wanita yang tengah duduk membelakanginya. Wanita itu tampak menelisik ruangan megah miliknya.

Suara ketukan sepatu pada lantai membuat wanita itu menoleh. Argio dengan wajah datar dengan sorot mata yang tajam melangkah menghampiri wanita tersebut. Naya, wanita itu langsung bangkit dari tempat duduknya kala menyadari kehadiran Argio.

Argio mendudukkan dirinya di single sofa yang berhadapan langsung dengan Naya yang tampak kikuk dan gugup. Mendadak suasana dalam ruangan itu tampak memberikan aura tak nyaman bagi Naya. Ia sempat merutuki keputusannya menjual sesuatu dalam dirinya. Dan sekarang ia benar-benar takut untuk memberikan keperawannya.

"Aku kira kamu tidak akan kembali lagi," ucapnya dengan raut wajah angkuh dan tersirat sindiran dari ucapan tersebut.

Naya memberanikan diri menatap manik hitam kelam milik Argio."Te-tentu saja saya akan kembali, Tuan sudah sudah sangat baik meminjamkan uang."

"Meminjamkan?"

Raut wajah Naya semakin pias mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Argio. Apa ada yang salah dengan ucapannya? Ucap Naya dalam hati.

"Aku tidak meminjamkan uang tapi menukar sesuatu yang kau tawarkan."

Kedua mata Naya semakin membulat sempurna. Suaranya langsung tercekat di tenggorokan.

"Maksud Tuan, saya harus menyerahkan__"

"Ya!"

Kedua mata Naya seketika bergulir ke sana kemari. Argio bangkit dari tempat duduknya melangkah mendekati Naya. Pria itu mendekatkan bibirnya ke telinga wanita muda yang diliputi ketakutan.

"Malam ini datanglah kembali ke mansion ..." Bisikan dan deru napas pria itu membuat sekujur tubuh Naya meremang.

Apakah ia harus memberikan keperawannya? Ia benar-benar belum siap tapi uangnya sudah ia pakai untuk mengobatkan ibunya. Naya melirik Argio yang tampak menampilkan senyuman yang lebih mirip seringai jahat bagi Naya.




Bagaimana bab ini? Menarik atau semakin penasaran kelanjutan?

Pelayan Perawan Milik Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang