10

1.9K 248 47
                                    

____________________

Hidup itu adalah pilihan, dan pilihan itu akan menentukan hidup.

____________________

.

.

.

--- K A L O P S I A ---

.

.

.

"Mari lakukan, Naruto."

"Apa maksudmu?" Naruto mendapati keyakinan besar dari sang wanita.

"Aku ... akan membebaskanmu."

"..."

"Mari kita hentikan hubungan yang selalu kau anggap masalah ini."

Rasanya, setiap kali bibir Hinata mengeluarkan kata, hatinya ikut teremas kian erat.

Ini akan menjadi keputusan terbesar yang ia ambil. Membangun hubungan yang manis bersama Naruto adalah mimpi Hinata sejak dulu, dan dirinya akan melepaskan mimpi itu demi tetap mempertahankan kewarasan.

Karena mimpi tidak hanya tentang sesuatu yang indah. Ada hal buruk yang bisa membuat seseorang terbangun secara tiba-tiba dengan rasa takut atau air mata.

"Untuk orang tua kita, aku akan bicara pada mereka. Dengan begitu, kau tidak akan merasa dibebankan."

"..."

"Aku akan mengabulkan keinginanmu," setelah mengatakan ini, Hinata bergegas menuju kamar. Tanpa ingin menunggu respon dari sang pria, pintu kamarnya telah terkunci dan ia mengambil duduk di sisi ranjang.

Wajah Hinata belum menampilkan ekspresi apa pun. Matanya hanya menatap seolah tak hidup ke arah tembok dingin.

Lambat laun, bibirnya bergetar. Air matanya pun bergantian membasahi wajah. Bukan hanya masalah keputusannya untuk mengakhir semua ini, namun, ia juga sangat tersakiti oleh cara yang Naruto lakukan untuk menyingkirkannya.

Sekarang, Hinata paham, ia mengorbankan perasaan hanya untuk hal yang tidak berarti.

"Bodoh sekali."

Semakin banyak, tangisnya kian pecah meskipun tidak diselingi isak begitu parah. Hinata ingin meredam suaranya agar Naruto tidak tahu jika ia sedang menangis sangat hebat.

.

.

Jam sudah menunjukkan waktu larut.

Naruto sempat berencana untuk menyelesaikan pekerjaannya hari ini, tetapi sekarang, ia hanya duduk diam tanpa melakukan apa pun.

Suasana belum berubah sama sekali setelah kepergian Hinata ke kamar dan meninggalkan dia seorang di ruangan depan. Bahkan, makanan yang berhamburan di dekat pintu masih dibiarkan begitu saja tanpa tersentuh guna dibersihkan.

Hinata tidak lagi menampakkan diri. Ini sudah lewat berjam-jam lamanya.

Ketika dering ponsel terdengar, Naruto segera meraih benda tersebut untuk melihat siapa yang menghubungi.

Shion.

Sewajarnya, Naruto akan selalu menanggapi panggilan sang kekasih dengan suka hati, namun untuk saat ini, ia sedang enggan bicara dengan siapa pun.

Maka, dibiarkannya panggilan tersebut berhenti dengan sendirinya.

Mata Naruto kembali beralih pada makanan yang sudah tidak tertata baik di sana. Ia bangkit berdiri, berjalan dan berlutut di dekat bongkahan-bongkahan nikmat yang seharusnya mengisi perut dan bukannya berubah menjadi satu dengan lantai itu.

Kalopsia [ NaruHina ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang