e11 (desis)

277 210 198
                                    

Tempat ini asing bagiku, tapi entah kenapa aku merasa tempat ini begitu familier. "Cctv dirusak dan kamera dasbor juga hilang, tidak ada saksi mata karena kejadiannya pukul 23.00." Sahut Yohan mengawasi.

Riho memeriksa ke segalah arah, matanya berkeliling tak melewati setiap sudut yang ada.

Zayan kecelakaan diperempatan jalan kecil menuju rumah kami, itu adalah jalan pintas yang tidak sering dilalui banyak orang. Di perempatan jalan itu ada sebuah rumah, toko dan penginapan, toko buku yang ada disana sudah tutup selama berbulan-bulan.

Aku termenung melihat tkp, mengingat notes yang ditulis oleh Zeya sebelum kami bertukar raga. "Apa ibuku Bella memang ada hubungannya dengan ini? Kalau mengikuti apa yang ditulis Zeya, Bella memiliki bukti kasus tabrak lari Zayan, bagaimana aku menemukannya dan dari mana aku harus memulai?" Batinku termenung.

Riho menepuk bahuku, "Apa?" Tanyaku ketus.

"Kau tidak dengar? Yohan bilang tidak ada apapun disini, lebih baik kita pergi saja." Jawab Riho.

Aku melirik Yohan yang berdiri disampingku, dia melihatku dengan tatapan dingin. "Ck, apa dia memang tunanganku?" Batinku.

Aku melihat jam di tanganku yang terpasang arloji mahal, kini sudah pukul 11.12. Aku berencana menemui Hesti untuk memastikan, tapi mana mungkin aku mengajak mereka.

"Antar aku pulang, Yohan. Dan kau Riho, ambil mobilmu. Kau ada kelas, kan?" Tanyaku yang dibalas anggukan oleh Riho.

Riho mendekatiku, "Jangan terlalu dekat dengannya, aku punya firasat buruk, dia seperti napi yang kabur." Desis Riho menyeringai.

Aku terkekek pelan, "Ur eyes, dia hakim pembantu jaksa agung." Balasku.

Seperti yang aku mau, Yohan mengantar kami kerumahku dan dia kembali bekerja, lalu tak lama Riho pergi dengan mobilnya dan pergi kuliah.

Sedangkan aku, aku pergi memakai mobil rolls royce milik Zeya.

"Ahh... ini sangat mahal, daebak. Bisa-bisanya dia memakai mobil mewah ini untuk sehari-hari." Aku meringing bahagia, kekayaan Zeya membuat hatiku terus berdebar.

"Ini adalah cinta." Gumam ku setelah masuk kedalam mobil dan menginjak gas.

Aku terlalu happy, sedangkan orang-orang terus membicaraakan Zehan di rumah sakit. "Hei, kau sudah lihat berita? Aku dengar dokter Zehan akan menikah dengan adik iparnya? Gila bukan?" Desis para suster.

Memandangi Zehan dari jauh dan membicarakan dirinya sudah seperti makan sehari-hari bagi mereka.

Zehan yang sedang makan siang di kantin merasa terganggu, semua orang memperhatikan dirinya. Deril menatap sinis dan memberengi mereka, para suster terkejut.

"kau lihat itu? Dia melirik kita." Bisiknya lagi. "Ssstt... jangan terlalu keras, kau tidak tau malu." Balas temannya.

"Ini bukan soal tidak tau malu, tapi ini sangat keterlaluan. istrinya baru saja meninggal dan dia hendak menikah dengan adik iparnya? Dia bahkan tidak memikirkan ayahnya yang akan menjadi presiden." Perkataannya sangat menohok, suaranya yang keras terdengar ketelinga orang lain.

Dia sangat berani membicarakan orang secara terang-terangan, sampai salah satu temannya memukul pundaknya, "Apa yang kau katakan? Kau gila?" Bisiknya malu.

Zehan tak tahan mendengar bisiskan mereka, Hesti membuatnya malu dengan menjodohkan dirinya dan Sasa adik dari almh istrinya.

Zehan bangkit dari duduknya dan menbanting piring kemeja tempat piring kotor, melirik para suster dengan sinis dan pergi.

Semua orang menunduk, menutupi wajah mereka agar Zehan tidak melihatnya, karrna Zehan termasuk orang yang sangat penting dirumah sakit itu.

"Kenapa aku marah, padahal yang dikatakan mereka benar." Gumam Zehan keluar dari kantin rumah sakit.

Disini, aku tidak bisa menyembunyikan senyum kagum di wajahku, keluarga Zeya sangat kaya lebih dari yang aku kira. Mengendarai mobil itu sendiri membuat jantungku berdebar, sampai aku melupakam tujuanku saat ini.

"Ya, tujuanku, aku ingin menemui Hesti sekarang." Gumamku.

Aku teringat, aku tak punya alasan untuk menemuinya sekarang. "Ya, Shibal! Apa yang harus kukatakan saat kami bertemu nanti?" Aku mengambil notes dari sakuku dengan tangan kiriku, tangan kananku harus fokus memegang stir mobil.

Kubuka halaman yang sudah kutandai di notes itu, "Zeya menulis kalau Hesti memiliki alasan untuk membunuh Zayan, apa alasannya? Dan siapa Rio yang diancam oleh Hesti?" Gumamku pelan, kuhentikan mbilku setelah aku sampai dirumah Hesti.

Dulu ini adalah rumah ibu mertuaku, meskipun hubungan menantu dan mertua hanya berlaku satu hari, setelah itu aku mati.

Keamanan dirumahnya sangat ketat mengingat suaminya adalah calon presiden, aku melihat dua orang dengan jas hitam berdiri tegap didepan gerbang itu.

Kubuka pintu mobil dan keluar lalu mendekati dua penjaga, penjaga itu melirikku seakan aku adalah orang asing.

Sebelum aku sempat mengatakan mengapa aku ada disini dan apa tujuanku, pintu gerbang terbuka dari dalam dan dua penjaga itu menunduk menyambut orang yang akan keluar dari rumah itu.

Kulihat seorang pria kekar keluar bersama Hesti, aku mengenali pria yang keluar dari rumah itu. Hah?

"Yohan? Kenapa dia bersama Hesti?" Batinku heran.

Hesti melihat kearahku, tidak sesuai dugaan, dia justru tersenyum simpul melihatku.

"Kau tidak mengatakan kalau kau bersama tunanganmu, dia sangat mirip dengan alm.menantuku, Hera." Kata Hesti pada Yohan. "Ku dengar kau kehilangan ingatanmu, sayang sekali, padahal kau sering menemuiku sebelum kecelakaan itu." Lanjut Hesti menatapku.

Cih! Jijik, benci, marah, itu yang aku rasakan sekarang. Entah kenapa aku merasa jijik saat melihatnya, padahal Hesti adalah orang yang kusayangi saat aku masih menjadi Hera. Apa ini perasaan Zeya? Aku tidak tau.

"Kau bisa pergi sekarang, Yohan. Sepertinya tunanganmu menyusulmu, kalau begitu aku akan masuk." Kata Hesti, diapun masuk dan gerbang ditutup oleh para penjaga. Sekarang tinggal aku dan Yohan didepan rumah ini.

"Apa hubunganmu dengannya? Kalian dekat?" Tanyaku penasaran seraya berjalan pelan kearah mobil.

Yohan melirikku, "Dia sponsor ku." Jawabnya singkat.

"Kenapa kau tidak menemuiku saat aku dirumah sakit? Bukannya kita bertunangan?" Aku bertanya lagi.

Yohan menghela nafas, dia menatapku dengan tatapan sedih. "Kau sudah memutuskan pertunangan kita, hanya saja kau belum mengatakannya kepada orang tuamu." Katanya kepadaku.

Hah? Aku? Heran, aku mengira hubunganku dan Yohan baik-baik saja mengingat kami adalah sepasang kekasih, tapi ternyata tidak?

"Why?" Tanyaku memastikan.

"Karena kau tidak menyukaiku, dan karena aku berhubungan dengan Hesti." Jawab Yohan .

*
*
(flashback =ON=)

Yohan memegang kedua bahu Zeya, menatapnya dengan hangat dan penuh cinta. "Hesti adalah sponsor ku dan dia teman yang sangat ibuku percaya sebelum dia meninggal, bagaimana mungkin aku berbalik menuduhnya dipengadilan?" Kata Yohan mencoba membujukku.

"Menuduh? Dia pelaku, Yohan! Dia membunuh adikku!" Teriak Zeya penuh amarah.

"Kita tidak memiliki bukti, tunggu sebentar lagi, kita akan menemukannya dan memenjarakan dia. Setelah itu aku akan memutuskan hubunganku dengannya." Balas Yohan dengan nada lembut dan tenang.

Married you twice (menikahimu dua kali)Where stories live. Discover now