e20 (calon istri)

207 177 348
                                    

Jarum jam sudah menunjukan pukul 13.00, sudah waktunya makan siang dan istirahat. "Ayo makan." Ajakku yang dibalas anggukan oleh Dewi.

Bahkan saat aku makan dikantin, aku tidak bisa mengalihkan pikiranku dari rekaman suara itu, sampai aku tidak sadar kalau makananku hanya ku aduk dan tidak kumakan sedikitpun.

"Kenapa? Ada yang menganggu pikiranmu?" Tanya Dewi penasaran.

"Kalau kita menyembunyikan sesuatu yang penting dan kita tidak bisa mengingatnya, kira-kira dimana kita akan menyimpan benda penting itu." Tanyaku mencoba mencari jawaban lewat orang lain.

Dewi diam sejenak selagi memikirkan jawabannya, dan yang terpikirkan diotaknya hanyalah rumah.

"Orang cenderung menyembunyikan barang di tempat yang selalu dia pantau, contohnya tempat kerja, rumah dan tempat yang selalu dia datangi dan dia tau betul kalau orang lain tidak akan tau dimana dia menyembunyikan benda penting itu." Jawab Dewi.

"Benar, itu mungkin saja dirumah." Gumamku.

Aku langsung kabur meninggalkan makananku dan Dewi disana, malajukan mobilku dan pulang lagi kerumahku.

"Kenapa lagi, sih, dia?" Tanya Dewi seraya menggelengkan kepalanya.

Aku pulang kerumah dan bu Viona masih belum terlihat, "Kemana dia?" Batinku. Langsung aku kekamar dan membongkar semua barangku, lalu keruangan yang ada dirumahku dan hasilnya nihil. Aku tidak menemukan apapun.

Letih aku mencari bukti rekaman yang memang tidak ada diingatanku. "Oh Zeya, tolong bantu aku..." Rengekku putus asa.

Aku kembali melihat arlojiku, ini sudah waktunya Zehan untuk pulang. "Aku harus kerumahnya sekarang. Hesti nanti dulu, Zehan nomor satu." Gumamku dan bergegas pergi lagi dari rumah itu.

Entah berapa kali aku bolak-balik ke kantor dan kerumah, "Aku harus melihat wajah tampan Zehan agar letih ku hilang." Kataku menyeringai.

***

Sementara adikku Sasa terus menangis karena undangan itu juga dikirimkan kepada mereka, bahkan para reporter sudah menayangkan berita tentang pernikahan kami.

Mereka berdua duduk di sofa ruang tamu dan saling memeluk satu sama lain, membuat Riho yang melihatnya merasa geli.

"Bahkan setelah kakakku tiada, kau tidak bisa mengambil posisinya." Sahut adikku yang sedang berjalan mengarah keruang tamu dan bersiap keluar rumah.

"Jaga kata - katamu, Riho! Apa begitu cara bicara dengan adikmu?" Teriak ayahku yang baru saja sampai dirumah, dia langsung murka saat mendengar omongan Riho saat membuka pintu.

Bella marah, dia melirik sinis Riho. Melihat ayahnya, Sasa langsung beranjak dari pelukan ibunya dan memeluk ayahnya sambil menangis tersedu - sedu.

"Pa... aku sangat mencintai Zehan, pa..." Rengek Sasa berusaha mendapat pembelaan dari ayahnya.

"Cih!" Riho berdecil.

Dia mendengkus sinis ketika melihat ayah kandungnya begitu mencintai anak tiri dan tidak memperdulikan anak kandungnya.

"Padahal kak Hera baru aja meninggal, pa, dan kalian merencanakan pernikahan? Di tambah lagi calonnya adalah suami kak Hera? Dimana akal dan pikiran kalian?" Bentak Riho membela diriku.

"Kak Zehan ga akan mau nikah sama dia. Cinta? Dari kapan kau mencintai kakak iparmu? Dari sebelum mereka menikah?" Riho melanjutkan perkataannya.

Mendengarnya Bella langsung beranjak dan menampar Riho, amarah terlihat jelas di wajahnya. Tentu saja dia marah, Riho sudah menghina anak satu - satunya.

Married you twice (menikahimu dua kali)Where stories live. Discover now