06: Martabak Spesial Untukmu

1K 39 0
                                    

Sebelum baca jangan lupa vote dan komennya ya, karena itu sangat amat berarti bagi author, terima kasih banyaaakk❤️

"Biar bagaimana pun juga yang nama nya perasaan itu tidak dapat dipaksakan, kalau pun bisa begitu yang ada akan menjadi berantakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Biar bagaimana pun juga yang nama nya perasaan itu tidak dapat dipaksakan, kalau pun bisa begitu yang ada akan menjadi berantakan. Cinta itu hadir berdasarkan ketulusan bukan karena paksaan dan rasa kasihan, yang memaksamu untuk bisa mencintai orang yang selama ini diam-diam mencintaimu, namun, kamu sendiri yang tak menyadari itu."
***

Baru saja Februari akan menuju ke alam mimpi, alam sadarnya Februari mendengar ada suara motor berhenti di depan rumahnya. Entah itu siapa, ia langsung saja keluar dari kamar dan berjalan menuju pintu depan. Ia memastikan dulu siapa yang datang dengan cara mengintip di jendela, ia takut jika yang datang itu orang yang tak dikenal, atau bisa jadi itu maling.

"Itu 'kan Janu?" tanya Februari, ia yakin dugaannya tidak salah, ia tahu betul motor Januari seperti apa, selain itu juga ia tahu perawakan laki-laki itu seperti apa, jadi ia begitu yakin bahwa itu benar-benar Januari.

Meski Februari tahu itu Januari yang datang malam-malam begini ke rumahnya, tapi entah kenapa ia seperti enggan membukakan pintu untuk laki-laki itu. Sebab ia masih kecewa pada Januari, karena Januari, sedari tadi ia rela menantinya sampai basah kuyup menggigil kedinginan.

"Sebenernya aku masih kecewa sama kamu, Janu. Untung tadi ada Oktav, dia baik banget sama aku, dia juga udah ngasih banyak teguran sama pesan buat aku," gumam Februari, ia sambil berpikir apa perlu ia membukakan pintu untuk Januari? Setelah laki-laki itu sudah ingkar terhadap janji yang diucapkannya.

"Feb, ini aku, Janu. Feb tolong buka ya pintunya, aku tahu pasti kamu ada di dalam, cuman kamu ragu bukain pintu buat aku. Feb, aku ke sini mau jelasin sesuatu sama kamu, biar kita nggak ada kesalahpahaman dan perseteruan. Aku nggak mau sampai itu terjadi, tolong ya Februari," pinta Januari, ia memohon pada teman baiknya itu untuk membukakan pintu sebenarnya ia tidak begitu merasa khawatir, karena ia yakin akhirnya  Februari akan membukakan pintu untuknya, ia yakin itu pasti terjadi.

Februari pun membukakan pintu rumahnya, ia penasaran juga akan apa yang sebenarnya ingin Januari jelaskan padanya, ia butuh jawaban mengenai hal itu. Semoga saja ia tidak mendengar beberapa alasan yang tidak masuk akal, ia yakin Januari tidak akan menjelaskan dengan cara yang seperti itu, setelah membukakan pintu, mereka pun saling bertatapan.

"Tadi kamu ke mana aja? Febri udah nungguin terus kamu buat datang ke Taman Kenangan, tapi akhirnya kamu kembali mengingkari janji, apa harus  mengulangi kesalahan yang sama lagi, Janu?" Februari bertanya serius pada laki-laki yang kini berada di dekatnya itu, belum juga menanggapi ucapan yang ia lontarkan. Januari menarik lengannya, kemudian memintanya untuk duduk di kursi bersampingan dengannya, dia ingin membicarakan semuanya secara serius, empat mata.

Sebelum menjelaskan semuanya, Januari menghela napasnya terlebih dahulu, ia tidak mau terlihat tegang karena telah berbuat kesalahan pada perempuan itu, karena ia tidak ingin semuanya menjadi panjang tak bisa menemukan ujungnya, tentu saja ia tidak membiarkan semua itu terjadi.

"Oke, aku jelasin. Tadi aku ada acara mendadak yang aku sama sekali nggak bisa tinggalin itu, aku minta maaf kalau udah ingkar janji lagi sama kamu, tapi tadi itu benar-benar terdesak keadaannya," jelas Januari, ia berusaha mengarang cerita agar Februari tidak menaruh curiga pada dirinya, ia pasti bisa melakukan itu.

"Lain kali, kalau udah ngucapin janji itu ya udah seharusnya kamu tepati bukan kamu ingkari, Janu. Oke, baik. Untuk kali ini aku bisa maafin kamu, tapi aku nggak tahu buat hari esok atau seterusnya kalau kamu membuat kesalahan yang sama, aku nggak tahu bakalan bisa maafin kamu atau nggak, karena kalau aku terus-terusan biarin kamu kayak gini, nanti yang ada kamunya malah kebiasaan dan kesannya bercanda," jawab Februari, dengan penuh kesabaran, dirinya pun memaafkan kesalahan yang Januari lakukan padanya, meski masih ada sesuatu yang mengganjal dalam hati.

Januari merasa lega, karena ia telah berhasil membuat Februari kembali percaya dan memaafkannya. Ia jadi lega, karena teman baiknya itu, tidak mempermasalahkan ini semua, jujur ia juga tidak terlalu peduli akan janji semata yang ia ucapkan untuk Februari, karena baginya yang paling penting itu hanya perasaan Maura.

"Lega gue. Maaf, Feb. Gue buat janji saat itu cuman buat mainan aja, gue nggak bener-bener pengen ketemu sama lo, bukan maksud gue abaikan perasaan lo," batin Januari, dengan perasaan  yang begitu senang, lalu ia memberikan martabak yang sedari tadi ia pegang dan memang untuk  diberikan pada Februari. Ia harap dengan ia melakukan ini semua, ia akan mendapatkan suatu kejutan indah yang benar-benar tak terduga.

"Kamu nggak boleh nolak ini. Anggap aja ini sebagai permintaan maaf aku sama kamu, aku mohon terima ya, Feb. Soalnya meski kamu udah kasih maaf buat aku, tapi sejujurnya aku masih merasa bersalah dan nggak enak sama kamu," ucap Januari, ia mengutarakan maksudnya yang sebenarnya bukan seperti itu kata hati yang ingin ia ucapkan, tetapi ia terpaksa harus berkata seperti ini agar Februari dapat mempercayainya.

"Makasih banyak ya, Janu. Aku terima ya pemberian dari kamu," balas Februari, ia menerima dengan baik martabak bangka yang dibelikan oleh Januari, lalu ia pun merasa senang.

Melihat Februari senang dan kembali bersemangat, tentu itu memberikan kebahagiaan yang sama untuk Januari. Karena biar bagaimana pun juga, jika teman baiknya itu merasa bahagia, maka ia pun ikut merasakan hal yang sama dan menyemangatinya.

"Sama-sama, selama ini 'kan Januari tahu apa kesukaan Februari, teman dekatnya selama ini, yaitu martabak! Makanya Janu langsung peka, udah gitu Janu beli martabak di penjual yang langganan kamu itu, Feb," balas Januari, ia tersenyum senang, kedua pasang matanya tengah serius menatapi raut wajah Februari yang tak kalah cantiknya dengan Maura.

Karena sudah larut malam, Januari memutuskan untuk berpamitan saja pada Februari. Karena ia tidak mau mengganggu waktu tidur perempuan itu. "Feb, Janu pulang dulu, ya. Nanti kita pasti bertemu lagi di sekolah, aku janji bakalan lebih baik lagi buat ke depannya dan terus introspeksi diri. Jujur aku ungkapin dari lubuk hati yang paling dalam, soal tadi beneran kesalahan aku yang udah buat kamu nunggu sampai kehujanan, sekali lagi aku minta maaf, aku nggak ada niatan untuk buat kamu jadi seperti itu, aku jadi nggak enak," ungkap Januari, ia tidak bisa lagi beralasan yang lain selain mengucapkan perkataan itu.

Februari tersenyum singkat ketika orang yang diam-diam ia cintai, berkata seperti itu padanya. Ternyata memang seperti ini rasanya berusaha sabar ketika hati masih dilanda oleh kekecewaan yang tidak mengenakan, tetapi dihadapkan untuk berusaha memaafkan meski hati masih terluka.

 Ternyata memang seperti ini rasanya berusaha sabar ketika hati masih dilanda oleh kekecewaan yang tidak mengenakan, tetapi dihadapkan untuk berusaha memaafkan meski hati masih terluka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sampai jumpa di next bab ya kawan kawan, apa perasaan kalian setelah membaca bab ini? Main tebak"an aja intinya ya haha. #25hari bersama Janu dan Febri, ada cerita ada makna.

Januari Untuk Februari [OPEN PO] Where stories live. Discover now