07: Di Antara Ada Cinta Dan Luka

1K 34 0
                                    

Sebelum baca jangan lupa vote dan komennya ya, karena itu sangat amat berarti bagi author, terima kasih banyaaakk❤️

"Antara cinta dan luka, kamu tengah berada di tengah-tengahnya, entah itu balasan cinta, atau malah luka menyakitkan yang akan kamu dapatkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Antara cinta dan luka, kamu tengah berada di tengah-tengahnya, entah itu balasan cinta, atau malah luka menyakitkan yang akan kamu dapatkan. Karena pada dasarnya berani mengenal cinta, harus siap pula menerima kenyataan menyakitkannya, jika suatu saat ada sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kamu harapkan."
***

Mencintai seseorang yang tidak memiliki perasaan sama seperti kita, tentu tidak mudah untuk dijalani begitu saja. Karena yang namanya perasaan itu tidak dapat dipaksakan, jangan sampai ketika kita memaksakan perasaan cinta yang kita punya untuknya, yang tidak memiliki perasaan yang sama seperti apa yang kita rasakan, karena nantinya kita akan dihadapkan dengan dua kemungkinan, yang pertama! Cinta kita akan terbalaskan jika mungkin dia juga perlahan-lahan mulai memiliki rasa kepada kita, kedua! Yaitu penolakan, kita akan menerima kenyataan yang menyakitkan atau luka hati dalam diri sendiri, yang nantinya sulit untuk disembuhkan.

Februari keluar dari kamarnya, ia sudah rapi memakai seragam sekolah nya itu, lalu ia pun berjalan menuju ruang makan rumahnya. Di sana ia melihat Tenggara tengah menyiapkan sarapan untuknya, harum masakan yang dibuat oleh kakaknya tercium begitu enak sekali harumnya, ia pun langsung bersemangat duduk di kursi meja makan, menantikan sarapannya dihidangkan oleh Tenggara, ia sangat tidak sabar, pasti rasanya enak sekali.

"Abang lagi buatkan roti bakar spesial buat kamu, topping-nya keju coklat, kamu suka 'kan, De?" tanya Tenggara.

"Suka dong pastinya, btw semalam abang pulang jam berapa? Tadi kok pas pagi banget aku bangun, aku lihat ada kompresan di atas kepalaku? Apa itu abang yang udah mengompres keningku??? Perasaan aku semalam baik-baik aja deh. Kenapa harus ada kompresan dikeningku, Bang?" balas Februari, seraya balik bertanya pada Tenggara, soal kompresan yang ada di keningnya saat ia terbangun pagi tadi.

Tenggara menaruh piring berisi roti bakar itu di atas meja, lalu ia duduk di samping adiknya itu. Kini tatapan nya menatap sinis ke arah adiknya, ia agak gregetan mendengar perkataan yang dilontarkan Februari padanya.

"Ngawur kamu tuh. Udah jelas-jelas semalam abang masuk kamarmu, kamu kayak lagi kurang sehat gitu. Abang pegang kening kamu panas banget, kamu demam. Makanya lain kali kalau ngerasa sakit tuh jangan ditahan-tahan, sakit bilang aja, lagian Abang nggak akan merasa dibebani ini kok, ini mah udah tahu demam malah diem aja, bukannya telpon Abang, pasti Abang cuti kalau udah bener-bener mendesak. Jangan kayak gini lagi ya? Ini sama aja kayak kamu bikin diri kamu sendiri tambah sakit. Kemarin hujan, kamu nggak ke mana mana kan waktu malam??" Tenggara menegur adiknya, ia hanya tak ingin adiknya sampai kenapa-kenapa, itu karena hanya Februari lah keluarga yang ia miliki saat ini, maka dari itu ia begitu mengkhawatirkan adiknya.

Setelah mendapat teguran dari kakaknya, Februari tidak tahu harus berkata jujur atau tidak, semalam ia pergi ke Taman Kenangan untuk menemui Januari yang pada akhirnya tak kunjung datang menepati janjinya tapi semua itu terbayarkan ketika Januari sendiri yang menghampiri ke rumah dan meminta maaf padanya.

"Yaudah iya, maaf. Nggak lagi kayak gitu deh, jujur aku beneran nggak kerasa apa-apa pas malem sebelum abang pulang, tapi aku sempet rasain nggak enak badan gitu waktu tidur, badan kayak menggigil tapi aku kayak em nggak bisa bangun gitu." Februari menanggapi ucapan Tenggara, lalu ia pun meminta maaf pada kakaknya, entah kenapa, ia jadi merasa tak enak pada Tenggara karena telah membuat khawatir. Andaikan saja malam itu ia tidak memaksakan dirinya menemui Januari, mungkin tidak akan menjadi seperti ini, ini juga di luar kendalinya.

Tenggara melihat raut wajah adiknya itu seperti sedang menyembunyikan sesuatu. "Abang tahu, semalam kamu ketemu sama Janu, sama orang lain kamu mungkin bisa bohong, tapi itu nggak berlaku buat abang, Feb. Kamu nggak akan pernah bisa bohongin abang," batin Januari, ia tahu banyak mengenai adiknya, bahkan selama ini adiknya menaruh rasa pada laki-laki itu, Tenggara sudah mengetahuinya.

"Bang? Roti bakar buatan abang itu enak banget, keju cokelat nya nagih," ucap Februari, ia menyantap roti itu dengan lahap, saking enak rasanya.

"Nanti bikinin lagi, ya! Soalnya roti bakar buatan abang itu spesiaaaaal banget buat aku, the best!" lanjutnya.

"Abang ikut senang kalau kamu suka."

Februari mendengar respon itu dari kakaknya, tapi entah kenapa Februari melihat ada kesedihan yang terukir dalam raut wajah Tenggara. "Abang pasti kepikiran lagi, aku jadi makin nggak enak, maafin Februari, Bang. Kadang-kadang suka ngerepotin dan buat Abang khawatir," batin Februari.

"Dek, abang pengen tanyain sesuatu sama kamu, tapi kamu jawab yang sejujurnya ya," pinta Tenggara, kini ia menatap adiknya itu dengan tatapan serius, ia harap semoga Februari bisa mengungkapkan dengan sejujurnya.

Jantung Februari berdetak kencang, tidak tahu kenapa ia merasa gelisah, takutnya Tenggara menanyakan suatu hal yang tidak dapat ia jawab dengan jujur, tapi biar bagaimana pun dan apa pun pertanyaannya ia tidak boleh membohongi kakaknya. "Duh, semoga aja pertanyaan abang nggak bikin aku bimbang," gumam Februari, jujur saja kini perasaannya merasa tak keruan, tetapi ia akan berusaha untuk tenang.

"Semalam kamu nemuin Janu 'kan?" tanya Tenggara, ia menatap serius adiknya, Februari terlihat tegang saat ia mempertanyakan mengenai hal ini.

Februari belum merespon pertanyaan yang diberikan oleh Tenggara, kini ia bingung harus menjawab seperti apa.

"Sekali lagi abang tanya, ya. Semalam kamu ketemuan sama Janu 'kan? Apa mungkin Janu ngecewain kamu lagi?" tanya Tenggara satu kali lagi, sebelum ia benar-benar meminta Februari untuk menjelaskan yang sejujurnya.

"Iya, tadi malam Janu ke rumah, terus dia kasih aku martabak, aku seneng banget," balas Februari, tetapi ia tidak memberitahukan soal ia yang dibuat menanti lama oleh Januari, karena jika ia memilih menceritakan itu pada Tenggara, tentu kakaknya itu akan begitu kecewa terhadap Januari, ia tidak mau jika itu sampai kejadian.

"Tapi dia sama sekali nggak bikin kamu kecewa, nangis dan lain sebagainya 'kan?" tanya Tenggara, ia benar-benar tidak akan membiarkan ada orang yang berani melukai hati adik kesayangannya itu, ia akui itu.

"Kita baik-baik aja. Selama ini Febri sama Janu udah bersahabat dengan sangat baik, jadi abang nggak boleh khawatir, tenang aja," balas Februari, sebenarnya ia tidak mau merespon dengan perkataan yang seperti ini, tapi mau tidak mau ia harus begini.

"Inget Dek. Cinta sama seseorang itu boleh, tapi sewajarnya aja, karena abang cuman nggak mau nantinya kamu bakal kecewa karena cintamu itu sendiri, sedangkan dia yang kamu cintai, nggak pedulikan perasaanmu sama sekali," jelas Tenggara, ia harap Februari bisa memahami semuanya dan menerima saran sebaik-baiknya.

 Cinta sama seseorang itu boleh, tapi sewajarnya aja, karena abang cuman nggak mau nantinya kamu bakal kecewa karena cintamu itu sendiri, sedangkan dia yang kamu cintai, nggak pedulikan perasaanmu sama sekali," jelas Tenggara, ia harap Februari bi...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sampai jumpa di next bab ya kawan kawan, apa perasaan kalian setelah membaca bab ini? Main tebak"an aja intinya ya haha. #25hari bersama Janu dan Febri, ada cerita ada makna.

Januari Untuk Februari [OPEN PO] Where stories live. Discover now