6

27.4K 1.8K 26
                                    

Alberio terdiam menatap kearah laptop miliknya, nyatanya setelah kembali dari luar negeri ia sama sekali tak bisa istirahat dengan tenang karena sekarang begitu banyak e-mail masuk yang berasal dari sekretarisnya, ia lupa jika disini juga ia memiliki perusahaan yang sangat lama tak ia sentuh karena sibuk mengurus masalah yang ada diluar negeri sana.

Tatapan itu terkunci pada laptop miliknya, dengan sesekali menatap kearah Kaivan yang tengah tertidur dengan sangat pulas beberapa saat yang lalu setelah mereka selesai makan malam. Ia merasa jika malam ini anaknya itu cukup sulit untuk tidur cepat seperti biasanya, karena saat tengah main pun Kaivan masih mengatakan jika dia ingin bertemu dengan orang asing yang mereka temui tadi siang, agar dia mempunyai teman dirumah.

"Aku sudah berusaha meluangkan banyak waktu untuknya agar Kaivan merasa tenang dan tak merasa kesepian sama sekali. Tapi tadi, hanya karena bertemu dengan orang asing satu kali, Kaivan langsung mengingat dia terus bahkan ingin orang asing itu menemani dia dirumah padahal ada aku disini yang selalu menemaninya. Apa semua ini masih kurang? Selama tiga tahun ini aku sudah berusaha agar Kaivan tak merasa sendirian dan tak merasa jika keluarganya tak lengkap. Tapi sekarang, Kaivan malah membahas orang asing itu terus-menerus, apa hebatnya orang itu? Selama ini aku yang selalu bersama dengannya, bahkan ibu kandungnya sendiri tak pernah datang menemuinya hanya ada aku bersama dengannya, tapi sekarang Kaivan membutuhkan orang lain." Lirih Alberio, semua pekerjaannya terlupakan begitu saja saat mengingat perkataan anaknya tadi.

Ia jadi merasa ragu jika semua yang dirinya lakukan selama ini memang bisa membuat anaknya itu bahagia, karena nyatanya tadi siang saja untuk pertama kalinya Kaivan bertemu orang asing setelah pulang dari luar negeri bersama dengannya, tapi balita itu sudah bisa sedikit teringat dengan pemuda yang menurutnya kurang waras itu.

"Apa ibu memang benar? Aku tak akan bisa menjaga Kaivan dengan baik karena bagaimana pun caraku mendidik anakku memang sedikit berbeda dengan orang tua lainnya. Aku pikir itu hal yang biasa, tapi sekarang saat tahu ini semua aku mulai ragu jika selama ini aku memang sudah bisa menjadi orang tua yang baik untuk Kaivan. Selama ini aku berusaha membuatnya agar tak merasa kesepian karena bagaimana pun dia berbeda dengan anak yang lainnya, disaat anak yang lainnya tengah bersenang-senang dengan kedua orang tuanya, Kaivan malah tumbuh bersama seorang ayah saja. Itu artinya usahaku selama ini belum bisa membuatnya merasa bahagia? Baru pertama kali bertemu orang baru saja, dia sudah mulai menyukai orang baru itu. Ini pertama kalinya itu semua terjadi, selama ini Kaivan tak pernah bersikap seperti ini saat bertemu dengan orang baru, bahkan walaupun mereka dekat namun Kaivan tak menanyakan tentang orang itu terus, tapi sekarang?"

Alberio menghela napas cukup berat, ia sudah tak bisa fokus mengerjakan dokumen lagi sekarang. Pertanyaan Kaivan terus terngiang didalam pikirannya seperti rekaman yang rusak, rekaman yang mampu membuatnya merasa ragu dengan apa yang dirinya lakukan selama ini.

"Daddy? Anti tita temu cama tata tadi ya? Andla ceneng temu tata na! Tata na ucu! Teluc tata na uga bait! Andla mau temu tata na agi anti!"

"Daddy! Anti tita temu tata itu ya? Danji cama Andla! Andla penen puna teman tayac tata na! Bial ada temen na talo daddy telja!"

"Sialan!"

Alberio menahan rasa kesalnya agar tak membangunkan Kaivan yang masih tertidur dengan pulas sekarang, menatap wajah itu ia semakin merasa ragu dan juga aneh. Apa yang pemuda itu punya sehingga membuat anaknya seperti ini? Selama ini ia selalu memberikan apa yang Kaivan inginkan, mulai dari makanan, mainan, pakaian baru, jalan-jalan. Tapi pemuda itu? Baru pertama kali bertemu dengan Kaivan saja sudah membuat anaknya seperti ini, ia sangat yakin jika pemuda kurang waras itu tak memberi anaknya apapun, tapi Kaivan bisa seperti ini.

Ia terdiam, ingatan akan pemuda asing tadi siang masih saja datang sekarang, bahkan ia bisa mengingat dengan jelas wajah pemuda itu sekarang.

Kedua mata bulat yang terlihat sangat aneh menurutnya, hidung yang tak terlalu mancung, pipi yang terlihat cukup tembam dan juga bibir tipis yang terlihat biasa saja. Semua yang ada didalam diri pemuda itu tak ada yang spesial, tapi kenapa anaknya bisa seperti ini? Ia masih memikirkan apa yang dirinya tak punya dan pemuda itu punya? Jika memang ada maka dirinya akan berusaha mendapatkan itu semua agar Kaivan bisa seperti dulu yang akan selalu menerima apapun yang ia berikan tanpa mengeluh seperti sekarang.

"Semua yang ada didalam diri pemuda itu terlihat biasa saja, bahkan dari segi ketampanan masih tampan diriku. Lalu apa yang membuat Kaivan tertarik?"

Alberio terdiam, semua yang terjadi tadi siang sangatlah aneh menurutnya. Siapa sangka jika pertemuan anaknya dengan pemuda itu bisa berdampak seperti ini untuk Kaivan, selama ini hal seperti ini tak pernah terjadi tapi sekarang?

Hah! Memikirkan itu semua membuatnya merasa pusing, demi apapun memikirkan semua ini jauh lebih membingungkan dari pada mengerjakan dokumen yang sangat banyak.

"Semua hal yang terjadi didalam hidupku terasa biasa saja. Mulai dari dekat dengan seseorang, aku sama sekali tak merasakan hal apapun sama halnya saat bersama dengan mommynya Kaivan dulu, semuanya terasa biasa saja. Padahal banyak orang yang mengatakan jika cinta akan datang karena sudah terbiasa akan kehadiran seseorang disamping kita, tapi selama ini aku tak pernah merasakan itu semua. Bahkan sekarang yang Kaivan rasakan saat bertemu dengan pemuda itu, sama sekali tak aku rasakan. Karena menurutku itu semua sangat aneh, bagaimana bisa pemuda yang baru pertama kali bertemu dengannya bisa melakukan ini semua, sedangkan diriku yang sudah merawatnya selama ini tak bisa membuatnya merasa seperti itu."

Ia masih memikirkan semuanya sekarang, tentang bagaimana bisa anaknya itu menyukai pemuda asing tadi siang, pada pertemuan pertama mereka yang tak terlalu lama.

Pria itu beranjak dari tempat duduknya, berjalan kearah Kaivan yang masih tertidur dengan sangat pulas sekarang, mengelus dengan pelan rambut tebal milik anaknya itu.

"Apa yang sebenarnya kamu lihat sehingga bisa menyukai pemuda itu? Daddy tak tahu apa yang kau pikirkan setelah bertemu dengannya, tapi semoga saja ini memang yang terbaik untukmu, karena daddy tak bisa memaksa pikiran kamu untuk tak memikirkan pemuda itu. Jika memang memikirkan dia bisa membuatmu senang maka lakukan itu, tapi jika ingin bertemu kembali dengan dia, sorry. Daddy tak bisa melakukan itu semua."

Jika memang Kaivan ingin memikirkan pemuda itu ia sama sekali tak masalah, namun jika ingin bertemu dengan pemuda asing itu, ia tak bisa menuruti itu semua. Tak ada yang tahu pemuda itu baik atau tidak.

Bersambung...

Votmen_

OM DUDA {BXB} END✔Where stories live. Discover now