9

22.2K 1.7K 19
                                    

Alberio terdiam menatap kearah Kaivan yang tengah marah padanya sekarang, ia sama sekali tak mengerti apa yang membuat balita itu marah karena seingatnya sejak tadi mereka hanya diam didalam rumah tanpa melakukan hal apapun, mungkin jika dirinya meninggalkan balita itu dirumah bersama dengan pembantu yang ada, barulah balita itu akan marah padanya, tapi sekarang? Kaivan bahkan belum berbicara padanya sejak mereka pulang dari restoran dan juga kantor tadi, jadi apa yang membuat balita itu marah?

Dengan pelan ia menekan pipi mengembung itu, membuat Kaivan membalik tubuhnya agar ayahnya itu tak menyentuh pipinya! Ia tengah merasa marah sekarang! Semalam ia sudah mengatakan apa yang ia inginkan hari ini namun sampai hari mulai sore, daddynya itu tak memberikan apa yang dirinya inginkan, wajar saja ia marah bukan? Balita itu tengah marah besar sekarang!

"Kai kenapa? Daddy pernah bilang bukan kalau Kai marah atau tak suka dengan apa yang daddy lakukan maka katakan itu semua, tak ada yang akan melarang Kai melakukan itu semua, jadi sekarang apa yang membuat suasana hati Kai menjadi buruk?"

Pria itu memang tak tersentuh bahkan jarang bicara jika keluar rumah dan bertemu orang asing, namun saat bersama dengan anaknya sendiri ia bisa berubah menjadi orang tua yang sangat baik dan juga teman yang baik untuk anaknya. Ia akan berusaha menjadi yang terbaik untuk anaknya itu, setidaknya walaupun tak bisa mempunyai keluarga lengkap, anaknya bisa merasakan kasih sayang seorang ayah secara lengkap walaupun tak ada kasih sayang yang lengkap dari peran seorang ibu disini.

Balita itu membalik tubuhnya dengan kedua pipi yang masih mengembung, menandakan jika balita itu masih merasa kesal sekarang.

"Cemalam tan Andla penen temu cama tata yang temalin! Teluc daddy diem belalti daddy mau temuin Andla cama tata na! Tapi tadi toc nda temu! Andla malah! Andla nda mau bicala cama daddy agi! Daddy boong! Huh! Olang boong hidungnya panjang!" Kaivan mengatakan itu semua dengan penuh rasa kesal membuat Alberio terdiam.

Ia tak mengira jika anaknya itu masih mengingat dengan keinginannya semalam, ia mengira Kaivan hanya mengatakan itu karena mengigau saja tapi nyatanya itu semua salah karena sekarang balita itu mulai menagih dirinya kembali. Ia bingung bagaimana cara memberi balita itu pengertian jika mereka tak akan bertemu dengan pemuda itu. Mungkin jika sejak tadi ia tahu jika Kaivan ingin bertemu dengan pemuda itu, mungkin ia sudah mengajak Kaivan bertemu dengan pemuda itu tadi dan mengatakan jika ini pertemuan terakhir mereka tapi ia sama sekali tak tahu jika balita itu memang serius ingin bertemu.

Alberio menunduk, menatap kearah anaknya itu karena ia tak bisa memaksakan apa yang ia inginkan pada anaknya itu, mungkin saja dirinya tak menyukai pemuda asing tadi tapi tidak dengan anaknya. Maka dari itu ia ingin memberi pengertian pada Kaivan sedikit jika yang sekarang balita itu inginkan sangat sulit untuk ia penuhi.

"Dengerkan daddy dulu, kamu tahu kan kalau kakak yang kamu temui kemarin orang asing? Kita tak tahu dimana rumahnya, dimana dia tinggal, akan kemana dia, maka dari itu daddy tak mengajak kamu bertemu dengan dia karena tak tahu dimana dia tinggal, mungkin jika daddy tahu dimana rumahnya kita akan langsung kesana, tapi untuk sekarang daddy tak tahu,"ujar Alberio berbicara dengan lembut pada anaknya itu, ia ingin Kaivan mengerti jika pemuda yang mereka temui waktu itu hanya orang asing.

Oleh karena itu mereka tak bisa bertemu karena tak tahu dimana rumah pemuda itu dan juga alamatnya, walaupun tahu ia tak mungkin membawa Kaivan kesana karena ia tak ingin anaknya terlalu dekat dengan pemuda yang baru dua kali ia lihat selama ini. Ia takut pemuda itu bukan orang baik, walaupun tadi dirinya sempat melihat pemuda itu dihina saat ingin mencari kerjaan. Ia hanya takut anaknya dalam bahaya karena pemuda asing itu.

Balita itu terdiam, kedua mata bulat itu menatap kearah daddynya dengan tatapan aneh.

"Tita bica cali lumah tata na! Andla mau cali! Mau temu tata na!" Kaivan tersenyum mengatakan itu semua, daddynya mengatakan jika dia tak tahu dirumah kakaknya itu, maka mereka bisa cari rumahnya kan? Agar bisa bertemu dengan kakak itu, ia ingin sekali bertemu dengan kakak itu sekarang! Ingin sekali.

Alberio terdiam, sejak kapan anaknya bisa sepintar ini? Ia sudah berusaha mencari alasan agar mereka tak perlu mencari dimana rumah pemuda itu, tapi Kaivan malah mengatakan ini semua. Demi apapun ia tak menyangka jika pemikiran anaknya itu bisa sampai kesana, ia mengira Kaivan hanya akan menerima saja, balita itu memang kloningan dirinya karena jika ingin sesuatu pasti harus ia dapatkan, memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

"Sekarang sudah sore, kita tak bisa mencari dimana rumah kakak itu sekarang. Jadi lebih baik kamu bersihkan diri dulu selagi daddy, memasakan sesuatu untukmu bagaimana? Mau puding?"ujar Alberio, mengalihkan pembicaraan, walaupun pembantu yang ada dirumahnya sudah memasak tapi demi Kaivan tak membahas pemuda itu lagi, ia rela memasak malam ini.

Balita itu menggeleng dengan cepat, telunjuk kecil itu bergerak ke kanan dan juga kiri dengan tatapan mengarah pada daddynya.

"Andla mau temu tata na!"

Seperti biasa keras kepala, Alberio sangat membenci sikap keras kepala anaknya itu.

"Kai begitu ingin bertemu kakak itu memangnya kamu tahu dia baik atau jahat? Bagaimana nanti kalau dia nyakitin kamu? Atau mukul kamu saat kalian bertemu?" Sedikit berlebihan namun Alberio hanya ingin anaknya mengerti jika dirinya tak ingin bertemu dengan pemuda itu atau dekat dengan pemuda itu.

Balita itu menggeleng, dengan tatapan kedua mata bulat yang terlihat berkaca-kaca. "Tata na bait! Andla tau tata na bait! Andla mau temu tata na! Mau temu!"

Hembusan napas berat Alberio berikan, memang sama. Ia kalau ingin sesuatu pasti harus didapatkan walaupun banyak yang tak suka, namun jika dirinya ingin maka harus didapatkan sama seperti Kaivan sekarang.

"Besok. Sekarang Kai mandi dan jadi anak baik dulu, besok kita akan mencari dimana rumah kakak itu untuk bertemu dengannya. Ini terakhir kalinya kamu bersikap nakal seperti ini, kalau sampai nanti setelah bertemu kamu masih nakal maka daddy akan kembali pergi keluar negeri dan kamu tinggal disini bersama dengan bibi Nela." Setelah mengatakan itu semua, Alberio beranjak dari sana, ia tak ingin marah sehingga menyakiti anaknya itu.

Karena sikap keras kepala balita itu sering kali membuat darahnya naik.

Bersambung...

Votmen_

#Target 110 vote, follow dulu yang belom follow🗿

OM DUDA {BXB} END✔Where stories live. Discover now