65

52 31 51
                                    

"Keadaan Bella semakin memburuk, karena dua minggu terakhir dia gak kemoterapi ataupun cuci darah."

Sepasang suami isteri yang merupakan Om dan Tante Bella tersebut saling menoleh.

"Keliatannya Bella udah hilang harapan, dan mulai capek, ya, sama semuanya?"

Tante Lia yang beberapa jam lalu mendengar ucapan itu langsung dari mulut Bella menangguk. "Iya, Dok. Bahkan beberapa Jam sebelum Bella down saya denger, Bella bermonolog dengan dirinya sendiri, Bella bilang kalau dia udah capek sama semuanya, dia capek harus kemo, dia capek harus cuci darah, dia capek harus minum obat setiap hari, dia cape dan...."  Lia berhenti bicara karena tangisnya pecah. "dia mau istirahat bareng ayah dan ibunya."

Dr. Salsa yang mendengar itu ikut meneteskan air matanya. Bagaimana tidak, Bella mendapat ujian harus menghadapi leukimia di usia remajanya seorang diri, tanpa ada dukungan dari kedua orang tuanya yang sudah berpulang lebih dulu. Walaupun ia masih memiliki Tante Lia, Ebi, Sagara dan teman-temannya yang lain. Mereka lah yang selalu mensupport dirinya, namun, tetap saja tidak ada yang bisa mengalahkan figur orang tua bagi setiap anak, apalagi ketika anak tersebut harus berjuang melawan penyakit yang di deritanya.

"Bu, kita nggak boleh putus semangat, kita harus terus semangatin Bella. Walaupun memang tidak di pungkiri bila suatu hari nanti Bella kalah dengan penyakit yang di deritanya. Tapi kita sudah berusaha semampu kita untuk terus memberikan dukungan kepada Bella agar tetap hidup, upaya penyembuhan pun telah kita lakukan. Jikalau hal tersebut terjadi. Mungkin memang sudah menjadi jalannya, tugas kita sekarang terus memberi semangat juga motivasi kepada Bella." jelas Dr. Salasa.

*****

Dari balik kaca, Sagara tak melepaskan pandangannya untuk seorang perempuan yang tengah berbaring lemah dengan wajahnya yang pucat juga nasal oksigen yang terpasang.

Bel, ayo. Bangun, aku mohon, aku hancur ngeliat kamu kayak gini. batin Sagara

Tak lama, ada yang menepuk bahu Sagara. Terihat Ebi dan teman-teman lainnya di sana.

Mata mereka tertuju pada satu objek yang sama, yakni memandang Bella. Di dalam terlihat seorang wanita dengan gaun luar protektif berwarna hijau yang biasa dipakai oleh penjenguk pasian di ICU. Ia tengah mengobroli Bella yang masih berada di dalam alam bawah sadarnya.

"Abis nyokap gue, lo bisa masuk Gar, tapi jangan lebih dari tiga menit ya." kata Ebi.

"Hei, keponakan tante yang paling cantik, paling baik hati, yang paling manis, yang paling kuat. Bella, kamu bisa denger tante, nak?" ucap Tante Lia di telinga Bella. Ia menahan agar tangis nya tidak pecah di dalam. "Bella, kamu masih kuat kan, sayang? Bella harus kuat ya. Bella harus bisa lawan sakit nya, Bella mau bikin ibu sama ayah bangga kan di sana? bangga karena ngeliat Bella berhasil di sini. Bella berhasil lawan penyakit Bella, Bella bisa kuliah di universitas yang Bella impikan, Bella bisa megapai apa yang Bella imipakan juga cita-citakan...."

Tante Lia mengusap cairan bening yang melintas di pipinya, tanganya mengelus lengan Bella. Ia tersenyum getir kala melihat secarcik air mata luruh dari kelopak mata Bella yang masih terpejam. "Bella pasti bisa dengar tante ya, Nak?" Tante Lia beralih mengusap pucuk kepala Bella.

"Anak hebatnya ayah Hansen sama ibu Arumi harus kuat. Tante yakin, Bella bisa." ia mengecup kening Bella sebelum berlalu meninggalkan Bella.

Pintu ruang ICU terbuka, seorang permpuan keluar dari dalam. "Bu," sapa Ebi memeluk Lia.

"Tante, aku izin masuk ya." kata Sagara.

SAGARA (END)Where stories live. Discover now