68

61 16 25
                                    

H-6 acara wisuda kelas angkatan akhir SMA Dirgantara mulai mengadakan acara gladiresik. Kalau biasanya Ebi selalu bersama inti Aefar atau Uzma sang kekasih, kini Ebi hanya terduduk sendiri pada kursi yang sudah disiapkan oleh panitia untuk acara pelepasan nanti.

Liat deh, padahal keliatannya baik banget ya, dia sama Bella. Ternyata ada udang di balik batu.

Iya, nggak nyangka, ya, dia begitu. Padahal mereka sepupuan.

Yaela, kalo udah sangkut paut sama duit, keluarga juga bisa jadi musuh.

Ebi jelas mendengar semua cemooh-an dari teman-temannya itu. Dia sudah yakin mereka tahu karena malam itu, Jeslyn yang ada di tempat kejadian merekam semuanya. Dia menyebar berita tersbut ke lambe turah yang setelahnya langsung viral. Komentar-komentar negatif muncul bertebaran setelah vidio tersebut di posting. Tidak sedikit juga yang menghujat Ebi langsung melalui DM.


Saat Ebi hendak beranjak pergi dari tempatnya, ia harus mengurungkan niatnya saat ia kembali mendengar sesuatu yang menyakitkan untuknya.

Punya sepupu kaya  raya, nggak dimanfaatin? yang bener aja, rugi dong!"

Sindirann yang Ebi yakini bahwa itu tertuju untuknya. Ebi hanya menoleh sekilas kepada orang yang mengucapkan kata tersebut.

Terdengar decakan dari arah belakangnya, saat Ebi menoleh, terlihat Jeslyn bersama dua antek-anteknya.

Jeslyn mencondongkan Tubuhnya ke depan, "Eh, ada pengkhianat," ucapnya. "kok di sini?" sambungnya seraya menolehkan pandangannya ke tempat di mana Inti Aefar sedang berkumpul.

"Udah dibuang kali Jes," sahut salah satu siswa SMA Dirgantara, yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Ohh yaaa, bener tuh. Pasti udah nggak diterima ya, sama mereka?" kata Jeslyn, ia melipat tangannya di dada.

Ebi menatap tajam Jeslyn. Ia maju untuk lebih dekat dengannya. "Lo apus vidio itu, atau gue akan bawa kasus ini ke jalur hukum," ucap Ebi penuh dengan penekanan. Hal tersebut sontak membuat Jeslyn tertawa.

"Ihhh takutt...." Nada bicara yang terdengar seperti meledek. "Silahkan aja, gue gak takut." kata Jeslyn sebelum pergi meninggalkan Ebi.

Ebi menggelengkan kepalannya, setelah itu ia menoleh kepada segerombolan orang yang sedaritadi hanya diam memperhatikan pembicaraan Ebi dan Jeslyn.

Pandangan Ebi tertuju pada Uzma, ia sangat merindukan kekasihnya itu, namun apakah Uzma merasakan hal yang sama dengannya?

Ebi membuang napasnya berat sebelum pergi meninggalkan tempatnya tersebut. Namanya yang terpanggil lagi-lagi hatus membuat Ebi menghentikan langkahnya.

Sagara datang menghampiri Ebi disusul oleh Arhan, Aksel, Theo dan juga Hans.

"Mau apa lagi, mau nuduh-nuduh gue juga kayak yang lain?" ucap Ebi yang sudah merasa lelah dengan umpatan-umpatan yang terus terlontar untuknya dari kesalahan yang sama sekali tidak ia perbuat.

"Jaket lo." pinta Sagara

Tangan Sagara menampa di hadapan Ebi. Ebi yang masih belum mengerti apa maksud Sagara diam tak bergeming.

"Lo nggak denger Sagara ngomong apa?" ucap Aksel.

"Kita nggak butuh pengkhianat ada diantara kita."

"Maksudnya, gue dikeluari dari Aefar?" tanya Ebi

"Ya, iyalah pake nanya lagi lo." celetuk Hans

Aksel berdecak, sebelum akhirnya ia mengambil jaket yang sedang Ebi pegang.

"Terus lo ngapain masih di sini? go!"

"Satu hal yang harus lo semua tau, gue gak pernah ada niat sedikitpun buat ngerebut harta Om Hansen."

"Gue gak peduli, lo semua mau percaya apa nggak. Yang jelas, apa yang lo semua pikirin tetang gue itu, nggak bener. Dan kalo lo semua mau gue out dari sini. Gue gak masalah. Gua bakal out sekarang juga."

"Dan lo." Ebi beralih pada Sagara.

"Ketua Gang Motor yang di agung-agungkan akan kebijaksanan dalam mengambil keputusan yang adil, ternyata gak sebijaksana itu ya."

Ebi terkeleh. "Gue juga gak perlu kok ada di circle yang gampang kesetir sama omongan orang lain, tanpa cari tau dulu hal itu bener apa nggak."

Semua terdiam mendengar ucapan Ebi, sebelum pergi meninggalkan teman-temannya, Ebi menatap Uzma yang sudah bersama mereka sejak Aksel mengambil Jaket Ebi. Tersirat kerinduan dari sorot matanya. Sebenarnya ia ingin sekali menyapa Uzma. Di saat seperti ini Ebi membutuhkan seseorang untuk bersandar, berkeluh kesah dan menjadi rumah untuknya pulang. Tapi, hal itu tidak bisa ia dapatkan karena Uzma masih marah padanya, ia menyangka bawa Ebi ikut andil dalam masalah ini.

Uzma menatap Ebi intens, sebenarnya ia juga tidak tega melihat Ebi di jauhi oleh sahabat-sahabatnya.

Selang beberapa detik, Uzma membuang tatapannya ke sembarang arah, yang setelahnya memuat Ebi pergi meninggalkan mereka.

"Gue rasa kita teralu berlebihan sama Ebi." kata Arhan yang sedari tadi diam.

"Berlebihan gimana, yang ada dia yang berlebihan sama Bella." jawab Aksel

Arhan menatap Aksel dari bahu, tatapannya terlihat jengah.

"Oh, apa jangan-jangan lo juga ikut kerja sama, sama mereka," celetuk Aksel yang mampu membuat teman-temannya menolehkan pandangan untuknya.

"Maksud lo?" tanya Arhan

"Iya, lo ikut kerja sama, sama Ebi dan bokapnya buat rebut harta bokapnya Bella, kan?"

"Jaga ya mulut lo!" Arhan mendorong bahu Aksel hingga terhuyung ke belakang.

"Kenapa kok kayak tersinggung gitu?" tanya Aksel, "berarti bener dong kalo lo tersinggung?" lanjutnya.

Arhan menggelengkan kepalanya. "Gila lo, ya." umpat Arhan. Ia melepas jaket yang sedang ia kenakan. "Gue keluar dari Aefar," ucapnya seraya melepar jaket tersebut kepada Aksel dan berlalu meninggalkan mereka.

"Lah, Han, apa-apaan. Maksud lo apa woi?" teriak Hans

"Sel, apaan sih lo. Pake nuduh-nuduh dia segala?" tanyanya Theo

"Gila lo." kata Sagara mengambil jaket Arhan yang di tangannya dan pergi meninggalkan mereka, menyusul Aksel yang sudah tak terlihat lagi di pandangannya.

"Kok jadi gue yang salah, kalo hal itu nggak bener harusnya dia nggak usah tersinggung dong," kata Aksel

"Serah lo." jawab Hans kemudian pergi menyusul Sagara, diikuti oleh Theo.

"Lah apaan sih, jadi gue yang salah, sialan." umpat Aksel

Dengan langkahnya yang lebar, Sagara mampu menyusul Arhan yang masih berada di parkiran. Kedatangan Sagara, Theo, dan Hans membuat Arhan menaruh ponsel yang tadi ia mainkan ke dalam saku celananya. Saat ia hendak menyalakan motornya, namun hal itu ditahan oleh Sagara.

"Jaket lo, lo gak berhak keluar dari Aefar, Han." Sagara mengembalikan jaket milik Arhan.

"Minggir." hanya kata itu yang Arhan keluarkan. Ia tetap menyalakan motornya.

"Han." Sagara masih tetap berusaha untuk menahan Arhan.

"Han, lo tau kan Aksel orangnya kayak gimana, nggak usah di tanggepin lah," kata Theo

"Nah, gue setuju sama Theo. Lagian ngapain sih lo, keluar-keluar Segala, nanti Aefar nggak punya kulkas lagi." ujar Hans

"Lo, tetep anggota inti Aefar." Sagara memberikan Jaket milik Arhan.

"Terus gimana sama Ebi? dia belum tentu salah loh."

Sagara, Hans, dan Theo saling menoleh. Theo menangkat alisnya, sedangkan Hans hanya mendelikan bahunya.

"Urusan itu biar gue yang handle."



Terima kasih sudah membacaa terus ceritaku, teman.

See you next chapter....

SAGARA (END)Where stories live. Discover now