#4 New House

1.2K 76 0
                                    

Mandy's Diary at 17th y.o

Kejadian di pesta Rebekah sudah seperti sesuatu yang dilupakan oleh anak-anak di sini. Tapi tidak untukku. Aku akan mengingatnya seumur hidup. Bahkan rasa sakitnya masih terasa hingga ke relung hatiku! Entah mengapa, aku pikir Narnia jauh lebih baik daripada dunia ini. Jadi, bayangkan saja kau bertemu dengan portal menuju Narnia dari sebuah lemari pakaian. Kau akan hidup bahagia dengan Mr. Tumnus, Aslan, semua makhluk yang ada di sana. Jika Narnia penuh sesak oleh remaja putus asa, kurasa Neverland bukanlah masalah. Tempat itu bisa membuatku menjadi anak-anak entah sampai kapan. Mungkin selamanya.

Lihat, sekarang aku mulai ngelantur.

Aku meniup poniku ke atas, membiarkannya berkibaran kecil. Kulihat baik-baik wajahku di depan cermin. Setidaknya sekarang aku sudah banyak kehilangan berat badan. Beratku tinggal empat puluh lima kilo. Untuk ukuran The Most Wanted Girl, kurasa aku masuk ke dalamnya, andai saja rambutku dicat pirang atau hitam. Aku kira, aku tidak terlalu buruk untuk ukuran cewek populer. Kulitku jauh lebih eksotis dibanding kulit Rebekah. Aku tidak perlu menghabiskan uang berjuta-juta dollar demi kulit coklat memesona. Syukurlah ibuku orang Bulgaria dan dia menurunkan kelebihan itu padaku.

Kusisir rambutku dengan jari jemari sampai rapi. Dari dalam cermin, aku melihat bayangan Rebekah keluar dari dalam salah satu bilik, sontak membuatku tersedak cairan lambungku sendiri. That bitch! Andai saja aku memiliki kuasa untuk membayar apa yang telah dilakukannya padaku! Mataku mendelik kesal menatap bayangannya di dalam cermin itu. Tampaknya Rebekah tidak terlalu memedulikanku. Dia menggelengkan kepalanya, lantas berjalan anggun menuju wastafel di sebelahku untuk memperbaiki riasan wajahnya.

"Look, Mandy Gilbert or whatever your name..." Pada akhirnya, dia menoleh untuk bersipandang denganku. Dagunya ditegakkan beberapa senti, sarat akan tantangan.

Sungguh, kepalan tanganku ingin segera melayang mengenai rahangnya. Kalau saja cewek pirang pengadu ini tidak menangis di depan kepala sekolah sehingga membuatku terkena detensi, aku sudah dengan sangat senang memberikan satu bogeman pada wajah Rebekah yang entah di bagian mana telah dipermak. Aku curiga bibirnya yang dipermak. Sepertinya dia terlalu terobsesi ingin memiliki bibir seksi ala Angelina Jolie.

"Aku sarankan untuk kau tidak usah lagi menampakkan batang hidung jelekmu itu di depan Justin."

Tawaku spontan menyembur. Rebekah mengernyitkan dahinya melihat aku terbahak cukup keras. Bahkan suaraku membentur dinding dan kaca toilet. "Hell, he called you fake."

Bibir Rebekah terbuka lebar mendapatkan balasan sarkastis yang menohok hatinya. Lihat saja, sekarang tidak ada lagi Mandy yang tunduk di bawah kaki anak populer. Sudah saatnya aku membuat geng pemberontak.

Geng? Aku rasa memiliki dua anggota saja masih belum bisa disebut geng... Tapi masa bodoh, yang penting aku tak akan lagi terpuruk di dalam sekolah ini hanya karena mulut-mulut sialan anak-anak populer!

"Kau sudah mulai berani denganku, Amanda."

"Guess what?" Aku mengedikkan bahu. "I don't give a fuck." Lantas menyunggingkan senyuman lebar dan membalikkan badan. Rambutku tersibak dengan indahnya seolah-olah bersekongkol denganku memompa keberanian di dalam diriku. Aku tidak yakin bahwa aku mampu membantah ucapan sampah Rebekah! Baik malaikat maupun iblis di atas pundakku bahkan tertawa kecil, saling berhigh-five memberiku penghargaan atas keberanianku pada ratu anak populer.

Tapi aku yakin, Rebekah akan memberiku pelajaran keras atas kalimat tidak sopan dan kurang ajarku. Namun, selama otak Patrick terbalik dan Tuan Krab masih menjadi kepiting kikir, aku tak akan pernah menyerah pada cewek palsu itu. Walaupun andai saja dia secara tiba-tiba berubah menjadi sosok Adolf Hitler.

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum