#10 Spring Flying

870 56 0
                                    

Mandy's Diary at Senior Grade

"Prom! Ini benar-benar prom?! Spring Flying?! Oh God seriously?!"

Kepalaku sontak menoleh ke sebuah arah begitu mendengar suara teriakan Candice yang melengking hingga sampai di tempatku. Segera aku berjalan menghampiri sahabat pirangku itu yang berdiri di depan sebuah papan pengumuman bersama murid lainnya. Bibirku mengerucut miring sesampainya di sebelah Candice yang menempel pada papan pengumuman seperti cicak, menciumi poster pengumuman tersebut berulang kali.

"Candice, kembalilah ke bumi." Aku mengetuk kepalanya dari belakang, spontan membuat dia mundur dan tersenyum sumringah tak memedulikan ketukanku. Bola matanya berbinaran. Dia menarikku lebih mendekat, mengabaikan gerutuan siswa lain yang ikut bergerombol.

"Lihat! Ini Spring Flying! Jarang-jarang kepsek kita mengeluarkan Spring Flying!" teriaknya lebih histeris.

Ya ampun. Prom. Apa bagusnya prom? Aku tidak pernah menghadiri prom. Alasan pertama—tentu saja—karena tidak ada yang mengajakku. Alasan ke dua, aku benci keramaian. Alasan ke tiga, Mom akan menghukumku jika pulang larut malam tanpa penjagaan ketat darinya. Sudah kukatakan hidupku mengerikan.

Membalas nada senang Candice, aku mendesah putus asa. "Seperti biasa, aku tidak datang."

"Seriously?" Sebelah alis Candice melengkung ke atas. "Kapan lagi kita hadir di Spring Flying, Mandy?" Candice mengetuk poster itu keras berkali-kali hingga menimbulkan bekas kuku di sana. "Jarang-jarang kan kita menghadiri prom seperti ini?"

"But I don't have fucking promdate, Shithead," bisikku seraya menusuk pinggang Candice sampai membuat dia memekik kesakitan.

"How about Justin? Your sex God."

Justin? Kemungkinannya kecil. Seperti menemukan manusia hidup di planet Mars. Aku menggelengkan kepala, memilih menghindari papan pengumuman memberi tempat bagi yang lain. Jari-jariku terketuk pada bibir, memikirkan kemungkinan yang diucapkan Candice baru saja. Sementara di sebelahku, Candice tersenyum-senyum seperti orang sinting. Tanpa bertanya pun aku tahu dia sudah membayangkan malam membahagiakannya dengan Trey, pacar sejuta pesona. Andai saja aku berada di tempatnya. Eh, tentunya dengan Trey yang diubah menjadi Justin. Ck, bermimpilah, Mandy.

"Aku akan membeli gaun limited edition di butik terkenal! Oh, dan juga berdandan di salon mahal! Lalu, lalu aku akan membeli aksesoris serba pink, dan juga—"

Aku menghela napas panjang, mengabaikan cerocosan Candice mengenai bayangannya untuk hadir di acara Spring Flying. Mungkin aku adalah remaja satu-satunya di sini yang tidak akan hadir di prom itu. Mungkin juga aku adalah satu-satunya remaja yang akan menenggelamkan wajahku pada wastafel. Dunia sungguh kejam.

Kami berhenti di loker siswi dengan Candice yang masih mengoceh, mengatakan kalau Trey pasti menjemputnya menggunakan limosin dengan tuksedo rapi, memberinya bunga, mencium telapak tangannya, dan memperlakukannya seperti tuan putri. Bibirku semakin mengerucut ke depan, nyaris seperti bibir lumba-lumba. Detik berikutnya aku dibuat terkejut dengan keberadaan setangkai mawar yang tergeletak di atas buku Biologiku. Aku meraih mawar merah itu, mengamatinya sementara waktu sebelum mengedarkan pandangan ke setiap tempat berharap bisa menemukan pengirimnya. Oh, tidak perlu mencarinya, pengirim bunga ini meninggalkan secarik kertas di tempat yang sama.

Baru kusadari Candice sudah diam dari celotehannya. Dia terkesiap kaget, menunjuk mawar merah yang kini ada di tanganku.

"You have secret admirer?" serunya.

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang