#27 Surprised

715 54 1
                                    

Mandy's Diary Today

"M-me??"

George mengangkat sebelah alisnya melihat reaksiku. Bibirnya dicebikkan ke bawah. Aku nyaris gila sekarang. Dia masih saja terobsesi denganku?? Setelah hampir empat tahun tidak bertemu?? Bahkan, sekarang dia rela membuat gaun yang pernah kudesain sewaktu SMA dan memamerkannya di depanku. Mataku mengerjap beberapa kali, membagi pandangan antara gaun berwarna ungu itu dengan wajah George yang menampilkan ekspresi monoton.

"Kenapa, Mandy?" tanyanya.

"Uhm." Aku mengusap tengkukku yang berkeringat. Dia gila atau nekad? Atau dua-duanya? Apakah dia tidak tahu kalau aku sudah bersuami! "Begini, aku sangat berterima kasih padamu telah memberiku kejutan dengan menghadirkan gaun yang kurancang sewaktu SMA... gaun impianku."

"No problem." Dia tersenyum kecil, semakin membuat perutku mulas seakan-akan ada cacing yang sedang menusuk ginjalku dengan jarum.

"Tapi," Aku menyelipkan rambutku ke belakang telinga, menggigit bibir bawahku. "Aku tidak mungkin, uhm, kau tahu maksudku, kan?" Hmph, hanya dikejar-kejar satu cowok, tapi sukses membuatku kikuk tidak keruan. Bagaimana dengan Justin yang kesehariannya dikejar-kejar oleh banyak wanita?

George tertawa pendek, menganggap ucapanku lucu. Kuingat-ingat lagi apa yang kukatakan padanya. Dan setelah mengingatnya, aku yakin bahwa aku tidak mengucapkan lelucon.

"Sudah, lupakan saja apa yang kukatakan padamu. Aku tahu kau sudah menikah dengan Justin... tentu saja, aku tak memiliki kesempatan lagi." Dia tersenyum, seakan-akan dia tidak merasa keberatan atas fakta yang satu ini.

Memang begitu keadaannya, kan? Sebenarnya sih—kalau boleh jujur—kalau seumpama waktu itu aku gagal mendapatkan Justin, George boleh jadi pilihan keduaku. Hell, Mandy. Jangan berpikiran aneh-aneh seperti itu.

Malaikat di atas pundakku mengetukkan tongkatnya pada kepalaku, membuatku tersadar sebelum aku benar-benar gila. Ingatlah, kau harus pandai-pandai menjaga image dan berpikir dewasa. Aku mengutuk diriku sendiri.

Berpikir dewasa. Berpikir dewasa.

Berpikir waras juga.

"Jadi, ini butikmu?" Aku mengedarkan pandangan ke seantero tempat yang mana justru membawaku pada pantulan bayanganku sendiri di berbagai cermin. Butik ini besar dan megah. Banyak gaun yang didesain begitu rupawan, seperti gaun-gaun royal dan cocok untuk wanita sosialita.

Ngomong-ngomong, aku sangat suka desain-desain di sini.

"Ini milik kakakku," George membuyarkan lamunanku. "Kalau kau suka, kau boleh membawa gaun itu pulang?"

Sontak, kepalaku menoleh ke arahnya dan membelalakkan mataku lebar, selebar bola kasti. "Really??"

"Aku sudah menganggap gaun itu milikmu, Mandy. Ambil saja."

Buru-buru aku melenggang cepat menghampiri gaun berwarna ungu dengan lipatan-lipatan pada bagian depannya itu, menyentuh bahannya yang terbuat dari satin, dan tak henti-hentinya tersenyum takjub. Mataku berbinar mengagumi setiap jahitan gaun ini.

Masih menyimpan senyum lebarku, aku mengucapkan terima kasih pada George yang menganggukkan kepalanya. Dia membiarkan aku mengagumi kain mahal itu, memutarinya, memastikan gaun ini sesuai dengan yang ada di bayanganku.

Tepat seperti yang ada di imajinasiku. Bahannya juga sama persis. Aku curiga, jangan-jangan George merancang software yang berhubungan dengan otak manusia?

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum