#12 Stupid Moment

856 57 0
                                    


Mandy's Diary At Senior Grade

HOLY MOTHER FUCKER. WAKE ME UP. PLEASE ANYONE. PLEASE SLAP ME HARD.

Aku pikir aku mulai gila. Aku benar-benar gila. Siapapun yang mengenal seorang psikiater, tolong kabari aku karena sudah gila sekarang. Apa yang baru saja terjadi, ya Tuhan... aku tak dapat berkedip selama hampir setengah jam setelah pulang dari lantern festival.

Justin menciumku? Bukan hanya itu pokok utamanya sekarang. Dia membalas perasaanku! Andai kau tahu bagaimana perasaanku saat ini. Tak henti-hentinya aku menekan kedua sisi kepalaku yang seperti berputar-putar, mengamati diriku sendiri di depan cermin dengan bibir terbuka. Reaksi histeris yang sering kuberikan tiap aku mendapatkan hal-hal menakjubkan. Termasuk yang satu ini. Aku tersenyum-senyum sendiri di kamar ini seperti orang sinting. Tanganku secara instingtif menyentuh permukaan bibirku. Ya ampun... aku dicium Justin.

Beranjak dari tempat dudukku, aku berjalan riang menghampiri tape di atas meja belajar, lantas menyalakannya seraya melonjak-lonjak mengikuti iramanya. Aku berlari menghampiri jendela, menggesernya ke atas dan melompat ke depan sampai di balkon. Lampu kamar Candice di sebelah kamarku padam; aku rasa dia sudah tidur. Persetan, aku ingin membagi kebahagiaanku dengan Candice!

"Candice! Candice!"

Masih belum ada jawaban dari seberang. Mendengus putus asa, aku bersiul keras, memanggil namanya lebih keras mengabaikan persepsi tetangga yang lain. Sampai akhirnya lampu kamar Candice menyala diikuti bunyi gedebuk di sana. Dari balik kelambu, aku melihat siluet Candice yang sedang terjatuh dari atas ranjang dan meringis kesakitan. Dia mengucek-ucek matanya, kemudian menyambar tirainya dan membuka jendela sembari menguap lebar. Astaga, aku jadi menyesal membangunkannya.

"Candice! Kau tahu apa?!" aku berteriak tidak sabar, semakin memajukan tubuhku dan menyandarkan tanganku pada birai balkon.

Candice menguap lagi, mengerjapkan mataya berkali-kali dan menggelengkan kepala. Dia bersandar pada kusen jendelanya, duduk berselonjor terkantuk-kantuk.

"I made it!"

"Made what?" Dia menggaruk lehernya, mengusap-usap tangannya sedangkan matanya masih menyipit.

"I made it! Justin kissed me! We're dating, Shithead!"

Sekonyong-konyong mata Candice yang semula tinggal lima watt sekarang terbuka lebar diikuti bibirnya. Dia melompat dari tempatnya, berlari menghampiri birai balkonnya berpandangan denganku. Seketika, kupikir, rasa kantuknya hilang sejak aku mengatakan kalimat keramat seperti tadi.

"Seriously?!" teriaknya, melompat-lompat di tempatnya sambil bertepuk tangan. "Congrats, Drama Queen. You deserve it!" Sekali lagi dia bertepuk tangan senang. "Ceritakan padaku bagaimana bisa dia menciummu! Bagaimana rasanya? Apa yang dikatakannya padamu?"

"Hold on, I will tell you." Aku tertawa kecil melihat responnya.

Kami menghabiskan tengah malam di bawah sinar bulan sempurna dengan bercerita panjang lebar. Kupastikan tidak ada cerita yang tertinggal sedikit pun. Baik malaikat maupun iblis di atas pundakku sama-sama mendengar ceritaku, tertelungkup dengan tangan bertopang dagu, tampak menikmati cerita yang kuberikan pada Candice.

Rasanya aku tidak mau berhenti bercerita dan menghabiskan seluruh hidupku dengan menceritakan pengalaman tak terlupakanku di kanal tadi. Ini akan menjadi cerita menarik yang akan kuberikan pula pada anak-cucuku suatu saat nanti.

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Where stories live. Discover now