#38 Jealous AF

674 50 0
                                    

Mandy's Diary Today

Aku baru menyelesaikan pengecekan ulang, ketika suara ketukan pintu terdengar keras. Kepalaku melongok di balik laptop, melihat siapa yang menganggu pekerjaanku ini. Sebelum membuka mulut mempersilakan masuk, pintu dibuka secara tak sopan, menampakkan rambut pirang Rebekah yang bergoyangan diikuti langkah kakinya mendekat. Bola mataku terputar ke atas. Untuk apa jalang satu itu datang kemari?

"Ian memanggilmu."

"Bukankah dia bisa menghubungiku lewat telepon atau ini hanya akal-akalanmu?" Aku melipat tangan dan bersendang dagu.

"Terserah apa yang kau pikir. Tapi dia benar-benar memanggilmu. Beruntunglah karena aku bersedia membuang tenaga datang kemari untuk mengatakannya langsung padamu."

Sudut bibirku tertarik ke atas. Menutup laptopku, aku beranjak dari tempat dudukku, melangkahkan kaki pergi untuk menemui Ian. Sebagian pikiranku mengatakan bahwa Rebekah berbohong, sebagian lagi membenarkan. Kita lihat saja apa rencana jahatnya kali ini. Begitu aku melenggang melaluinya, satu kakinya disorongkan ke depan, langsung menjegal kakiku dan membuatku terdorong ke depan. Sialnya, dahiku membentur tembok. Aku mengerang tertahan.

"What a bitch." Kutekan dahiku sebentar, sebelum memutar badan melihat Rebekah yang melipat tangan dengan angkuhnya. Bibirnya melengkung membentuk senyum sinis.

Tak terima atas sikap kurang ajarnya tadi, aku menerjang maju dan menjambak rambutnya sampai membuatnya terkesiap kaget. Kudorong tubuhnya hingga menempel tembok, menekan kepalanya lebih keras.

"Do you think I can't give you a nice pay back?"

Rebekah mengerang kecil. "Let me go!"

"Fine." Aku menghentak kepalanya kasar. Sekali lagi dia mengerang kesakitan dan menyusupkan jari-jemarinya pada rambut untuk menyisirnya. Tak berselang lama, suara Ian terdengar, langsung saja aku memutar badan dan memasang senyum lebar.

"Hey, kenapa lama sekali?" Dia menaikkan sebelah alisnya. "Mandy, aku ada keperluan denganmu. Datang ke kantorku sekarang."

Mengangguk, aku melipat tangan di belakang punggung, lalu menoleh pada Rebekah yang menarik sudut bibirnya kesal. "Well, terima kasih sudah meluangkan waktumu datang kemari." Kusunggingkan senyum manis madu padanya, sebelum akhirnya mengangkat kakiku pergi dari hadapannya mengikuti Ian menuju ruangannya.

Di belakang sana, aku mendengar Rebekah mendesis kesal. Bukan salahku, salahkan saja dia yang telah berbuat jahat padaku berkali-kali sejak SMA. Aku tidak mungkin berdiam diri seperti dulu dan menunggu dibela seseorang, mungkin Justin, seperti waktu itu. Aku bisa membela diriku sendiri.

***

Gara-gara si jalang Rebekah, aku punya lebam samar di dahiku. Sepanjang hari ini aku menekan dahiku dengan air hangat yang dicelupkan oleh handuk kecil. Dia merusak moodku. Oh ralat, moodku sudah rusak sejak jauh-jauh hari. Bahkan aku merasa kacau. Aku bohong kalau mengatakan aku baik-baik saja. Tapi aku sungguh berusaha terlihat baik-baik saja, sebab aku tak ingin pikiranku semakin kacau yang akhirnya membuatku gila.

Oke, itu mengerikan. Jangan sampai aku berakhir seperti tetanggaku, Nyonya Darcy. Dia ditinggal mati suaminya dan menjadi janda, lalu gila. Sudah berulang kali keluarganya membawanya ke rumah sakit jiwa dan dia menyebut-nyebut bahwa suaminya selalu datang menjenguknya.

Tidak, tidak, jangan dibayangkan Mandy. Kau waras, oke?

Menghembuskan napas berkali-kali, aku memejamkan mata kuat sampai bisa kurasakan kerutan-kerutan di sekitar mataku. Kepalaku tergeleng beberapa kali. Hingga tak terasa, aku menabrak seseorang yang sukses membuat kedua kelopak mataku terbuka. Mulutku terbuka hendak melemparkan caci maki, namun segala kalimat jelek yang akan kulempar tertarik masuk bersama cairan lambungku.

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang