#21 Oh M Gee

778 57 0
                                    

Mandy's Diary At Senior Grade

Ujian tinggal sebentar lagi. Dan, oh! Ya ampun sepertinya aku tidak siap dengan ulangtahunku. Satu-satunya hal mengapa aku membenci ulangtahunku adalah, aku tidak bisa merasakan bagaimana senangnya menjadi ratu sehari di hari ulangtahunku. Orang-orang bilang, angka tigabelas adalah angka sial. Dan aku sempat menyesali kelahiranku di tanggal tigabelas itu. Sempat aku berpikir dan berharap andai saja waktu itu Mom menunda kelahiranku. Tanggal empatbelas atau yang lain tidak apa, asal jangan tigabelas.

Yah, bagaimana juga semua telah terjadi. Aku tidak boleh menyesali hari lahirku, sebab toh aku sudah ada di dunia ini, berjalan di koridor sekolah ditemani Candice yang mengoceh tentang kesenangan prom kelulusan—dan sedikit menyesal putus dari Trey, karena dia tidak punya pasangan prom setelah memutus Trey. Tapi Candice adalah Candice yang punya banyak akses untuk mengajak siapapun ke prom. Terkadang tanpa meminta terlebih dulu, sudah banyak cowok-cowok sekolah ini yang mengajaknya menjadi pasangan.

Jangan salah. Meskipun otak Candice kadang terbalik, dia punya penggemar di mana-mana walau tidak sebanyak Rebekah maupun April. Sudah pernah kukatakan padamu, Candice berpotensi menjadi cewek populer kalau otaknya bisa bekerja dengan baik.

Bahkan sampai di loker siswi, Candice belum juga berhenti meracau mengonsep gaun yang dipakainya untuk prom. Padahal prom baru bulan depan. Aku memutar bola mataku ke atas seraya membuka kunci lokerku dan memasukkan buku-bukuku yang tidak kupakai ke dalam loker. Di lokernya, Candice meracau lagi menyebutkan daftar-daftar cowok yang bisa diajaknya menjadi promdate.

Memang sudah menjadi tradisi bahwa murid perempuan yang mengajak murid laki-laki untuk menjadi promdate mereka. Akan tetapi, terkadang murid laki-laki pun bisa mendahului. Dan untuk mereka yang sudah punya pacar, sudah pasti tidak perlu meminta-minta murid lain menjadi promdate mereka.

"Candice," aku membungkam mulut Candice, spontan membuat matanya yang dihiasi iris berwarna abu-abu mendelik lebar. Mataku melotot memperingatkan. "Kau sudah mengoceh dari kita berada di kelas Bahasa Jerman sampai di loker siswi. tahukah berapa menit yang kau habiskan untuk mengoceh membicarakan prom yang bahkan masih bulan depan?" Lagi-lagi aku mendelikkan mataku, sedangkan dia meresponnya dengan gelengan kepala. "ENAM PULUH MENIT!" Aku melepas tanganku dari mulut Candice.

Sebagai reaksi protesku, Candice mengerjapkan matanya beberapa kali. "Maaf, aku terlalu bersemangat menyambut prom kelulusan." Lagi-lagi dia tersenyum-senyum seperti orang sinting, lantas menyandarkan punggungnya di depan loker dengan telapak tangan di depan dada sedangkan kepalanya ditengadahkan ke atas memandang langit-langit, seakan-akan di sana ada Brad Pitt yang sedang terbang membawa panah Cupid melambaikan tangan untuknya. "Tidak ada Trey, Chaz pun jadi."

"What the hell? Kau pergi bersama Chaz?" nadaku naik satu oktaf.

Tanpa mengalihkan perhatiannya dari Brad Pitt imajinasinya di langit-langit, Candice menganggukkan kepalanya, menekan dadanya lagi dan memejamkan mata merasakan debaran jantungnya.

"Sebenarnya banyak daftar cowok yang ingin kuajak, tapi... entahlah, aku rasa aku lebih suka mengajak Chaz. Semoga dia menerima ajakanku." Candice mengernyitkan hidungnya penuh harap.

Aku memutar bola mataku ke atas. Aku rasa Brad Pitt imajinasi Candice yang terbang bagaikan Cupid di langit-langit telah lenyap, saat Candice mengalihkan tatapannya ke arahku. Lebih tepatnya, dia menumbukkan perhatiannya menuju ke belakangku.

Aku membalikkan badanku, melihat George yang berdiri di balik buku-buku pelajarannya tengah menatapku rikuh. Berulang kali dia mengusap rambutnya dan mengalihkan kontak mata dariku, alih-alih lebih senang menatap sepatuku seakan benda itu lebih bagus daripada wajahku.

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang