#33 Sorry, Candice

643 49 0
                                    

Candice's Diary at Senior Grade

Alarmku berdering kencang dan aku belum menyelesaikan mimpiku. Aku mengerang kesal, meraih benda mungil di atas nakas dan memasukkannya ke dalam gelas berisi air putih. Bunyi alarm itu sudah teredam. Aku melanjutkan tidurku yang terganggu, sampai terdengar suara ponselku yang semakin menyulutkan kemarahanku.

"Can I sleep, Geez?! This is hell-iday!"

Aku meraih ponsel, melihat nama Mandy yang terpampang di dalam layar. Memutar bola mata, aku mengangkatnya. "What, Mandy? Tidakkah kau tahu ini hari libur? Yang artinya adalah hari tidur nasional bagi Candice Ann Forbes."

Mandy mendesis di dalam sana. "Candice ayo bangun! Kau sudah janji membantu ibuku memasak untuk acara pesta kecil di rumahku merayakan hari kelulusanku!"

Kepala dan tubuhku terangkan seketika. "Astaga, Mands! Aku lupa kalau ibumu mengadakan pesta kecil untuk kelulusanmu! Apalagi kau meraih nilai yang lumayan tinggi... Yeah, setidaknya kau berada di posisi ke tiga setelah George dan Justin. Itu pasti membuat ibumu bangga." Aku tersenyum lebar. Ekor mataku mendadak berhenti pada bingkai foto di atas nakas. Bingkai foto yang memuat potret keluarga kecilku; aku, Mom, Dad. Senyum di bibirku pudar melihat foto itu. Aku menutup bingkai foto itu kasar, tidak mau melihat potret wajah mereka.

"Nah, sekarang bersiaplah. Ibuku sudah menunggu kedatanganmu. Kau mau mendengar suara ibuku?"

"Yeah..." Aku menyentuh bibir bawahku.

"Mom! Candice ingin bicara denganmu!"

Selama beberapa saat aku menunggu Bibi Tatia yang berbicara. Setelah mendengar suara riang di dalam telepon, bibirku membentuk lengkungan senyum lagi.

"Happy graduation, Baby! Bibi senang mendengar kau lulus dan masuk sepuluh besar berada di peringkat enam! Bibi bangga, Candice!"

Ucapan Bibi Tatia sukses membuatku tertegun. Tanpa kusadari, mataku menerima keberadaan cairan hangat yang langsung menetes di kedua pipiku. Aku tertawa kecil, mengusap air mata itu dan menarik napas dalam-dalam berharap suaraku tidak pecah.

"Trims, Bibi Tatia." Aku tertawa lagi.

Satu-satunya hal yang membuatku menangis saat ini—antara tangis haru dan sedih—adalah karena orangtuaku sama sekali tak mengucapkan apapun tentang kelulusanku. Sedang Bibi Tatia yang bukan ibu kandungku, justru memberi ucapan selamat dan bangga padaku.

Why can't she be my mother?

Aku tak akan menyangkal jika ada seseorang mengatakan bahwa aku iri pada Mandy. Dia memiliki keluarga yang lengkap dan menyenangkan. Yang setiap makan malam melontarkan candaan dan cerita-cerita menarik. Yang setiap pagi mencium pipinya sebelum berangkat sekolah. Yang suka menjahilinya. Yang memerhatikannya ketika sakit. Yang mencintainya dan memedulikannya.

Yang bersedia merawatnya.

Aku ingin merasakan satu hari jadi Mandy, ingin merasakan kehangatan keluarganya. Merasakan kecupan dan pelukan orangtuanya. Merasakan jahilan Steve. Semuanya yang Mandy miliki.

Aku iri, sungguh.

"Sayang, kau masih di sana?"

Mataku mengerjap, memberikan celah bagi air mataku yang lain untuk turun begitu mendengar teguran Bibi Tatia. "Ya... aku masih di sini, Bibi. Dan oh, aku akan datang ke sana sebentar lagi untuk membantu persiapan pesta kecil kalian. Berapa orang yang kalian undang? Mungkin aku bisa membawakan konfeti atau sesuatu yang kalian butuhkan?"

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Where stories live. Discover now