#43 Memory Lane

784 49 0
                                    

Mandy's Diary At Senior High


Wisuda SMA sudah berjalan sekitar dua hari yang lalu. Sekarang adalah waktunya mengurusi aplikasi masuk universitas yang kuinginkan. Bersama Candice, tentunya.

Dan.... malam ini aku dan Justin merayakan hari kelulusan kami berdua setelah merayakan bersama keluargaku kemarin di rumah. Ini adalah malam khusus aku dan dia. Jam tujuh dia akan menjemput. Kupastikan aku sudah siap saat dia menjemput.

Mom, Dad, dan Steve sibuk berdebat mana yang lebih enak dinikmati dulu untuk makan malam: ayam kalkun atau lasagna. Suara lantang mereka bahkan terdengar sampai di kamarku. Bola mataku terputar ke atas. Mereka selalu meributkan hal-hal sepele, percayalah padaku.

Setelah memulas wajah dan merapikan rambut, aku mengamati penampilanku keseluruhan di depan cermin panjang dekat meja riasku. Aku berputar, membuat bawahan dress di atas lutut berwarna peach yang kukenakan terkembang. Ini dress yang dibelikan Justin padaku dan dia memintaku untuk memakainya malam ini. Khusus hanya malam ini.

Menghembuskan napas panjang, aku berdoa dalam hati. Entah mengapa jantungku berdebar tidak karuan. Beberapa detik mengatur pernapasan, aku mendengar suara klakson mobil yang ditekan dua kali di bawah sana. Dengan sekali gerakan, aku melesat cepat menghampiri jendela, menyibak tirainya dan melihat Justin berdiri di samping mobilnya seraya menengadah ke atas menungguku turun.

Aku mengembangkan senyuman kecil, lantas menyambar tas dan berlari terburu-buru mengabaikan bunyi derit yang ditimbulkan oleh gesekan hak sepatu pada lantai rumahku.

"Mom, Dad, aku pergi dulu! Bye bye!" teriakku, mengabaikan keributan di meja makan dan berlalu pergi keluar rumah.

"Hati-hati, Sayang!" Mom berseru di dalam sana.

Aku menutup pintu di belakangku, menampilkan wajah sumringah melihat kedatangannya. Menyelipkan rambut ke belakang, aku berjalan pelan menghampiri mobilnya.

"Bulgarian rose. Aku suka wanginya," katanya begitu aku sampai di depannya, membuat pipiku bersemu merah seperti kelopak bunga mawar di pekarangan rumah ini.

Justin maju ke depan untuk mencium sudut bibirku lembut. Dia lantas membukakan pintu mobil untukku, mempersilakan aku masuk. Selanjutnya, memutari kap dan duduk di jok kemudi. Aku hendak mengeratkan sabuk pengaman di jokku, namun tangannya bergerak mendahului memasangkannya.

"Awn, terima kasih."

"You're welcome, My dear."

Dia melanjukan mobilnya pergi dari halaman rumahku, menerobos jalanan lengang dan gelap, entah membawaku kemana. Karena aku mudah bosan, maka kuhidupkan musik di radio dan mendengar lagu yang terputar di salah satu saluran.

Aku mengikuti lagu Bon Jovi – It's My Life yang saat ini diputar di radio.

"Kau suka Bon Jovi rupanya," dia baru menyadari, tertawa kecil.

"Bon Jovi tidak buruk. Aku memang suka lagu-lagunya." Aku menyengir, menampilkan deretan gigiku.

Pada bagian reff, Justin mengikuti dengan suara kerasnya, tidak peduli bahwa sekarang ini dia mengemudikan mobil.

"It's my life. It's now or never. I ain't gonna live forever. I just want to live while I'm alive. It's my life, my heart is like an open highway. Like Frankie said. I did it my way. I just wanna live while I'm alive. It's my life..."

Confession Of Drama Queen (by Loveyta Chen)Where stories live. Discover now