Sebelas

22.6K 1.6K 32
                                    

Update bab 33 di karyakarsa ya. Murce hanya 3k saja per bab ya gaess

Cia di temani sama Pak Mamat dan Buk Titin pergi ke solok kota. Hal yang pertama yang di tuju Cia adalah dealer motor. Sesampainya di sana. Cia memilih motor yang ingin di gunakan. Pilihan nya jatuh pada motor Nmax.

Cia juga membelikan Pak Mamat motor. Ia tidak segan-segan dan berpikir lama untuk mengeluarkan uang banyak.

Cia dan Pak Mamat serta Buk Titin sempat berdebat sebentar karena mereka menolak di belikan motor. Jelas Pak Mamat dan Buk Titin tidak bisa menerima motor itu begitu saja. Harga nya juga tidak main-main walau tidak semahal Nmax yang di beli Cia barusan.

Akhirnya perdebatan itu di menangkan oleh Cia. Pak Mamat dan Buk Titin tampak sangat terharu dan tidak mampu lagi untuk bicara. Pak Mamat menatap motor yang di belikan Cia dengan mata berkaca-kaca. Sudah lama sekali ia ingin memiliki motor sendiri. Namun apalah daya. Mereka bukan orang banyak duit yang bisa membeli motor dalam sekejab mata.

Ada pun uang yang di tabung selalu terpakai untuk hal-hal yang lebih memerlukan. Sehingga, Pak Mamat sampai di usia nya sekarang belum mempunyai motor. Bari hari ini keinginan nya tercapai berkat kebaikan dari majikan nya. Pak Mamat sungguh merasa sangat beruntung mempunyai majikan seperti Non Ciara. Pak Mamat berjanji dalam hati, ia akan mengabdikan diri nya sebaik mungkin untuk Non Cia.

Setelah beres mengurus semua surat yang memakan waktu agak sedikit lama. Akhirnya Cia bernafas lega. Sekarang tujuan nya tinggal satu. Yaitu mencari toko yang menjual bunga.

Motor akan di antar ke alamat oleh penjual nya.

" Buk Titin dimana orang yang menjual bunga hidup?"

" Saya juga nggak tahu kalau daerah sini, Non. Kita tanya sama bapak itu aja, Non."

" Biar saya yang tanya, Non!"

Pak Mamat langsung menanyakan alamat penjual bunga hidup kepada pemilik dealer.

" Oh ada sih yang dekat sini. Paling lima belas menit lah kalau pakai kendaraan. Cuma tadi pas saya lewat toko nya tutup."

" Nggak ada toko yang lain, Pak?" Tanya Cia nyeletuk.

" Ada. Cuma jauh dari sini. Tapi di sana bunga nya memang banyak varian nya."

" Berapa lama waktu kesana, Pak?"

" Mungkin sejam an ada kali ya."

Cia mendesah sembari menatap buk Titin dan Pak Mamat.

" Yaudah, terima kasih ya Pak!"

" Sama-sama, Buk."

Mereka kembali ke mobil.

" Non kalau menurut Bibi. Non Cia minta tolong aja sama Bang Jangkar lagi. Bibi takut kalau kita yang pergi nanti kita tersesat Non.  Tempat nya juga jauh. Atau kita balik lagi besok. Mana tahu toko yang terdekat itu buka."

Cia tampak berpikir. Ia sebenarnya lelah kalau harus bolak balik ke solok kota ini. Kalau minta tolong sama Bang Jangkar di rasa tidak mungkin lah.

Walaupun Jangkar sudah berjanji untuk menemani nya tapi Jangkar tidak ada menghubungi nya. Padahal nomor nya sudah ada sama Jangkar.

Cia sendiri juga menjadi segan dan tidak enak untuk menghubungi Jangkar langsung. Takut nya nanti benar-benar mengganggu waktu Jangkar nya sendiri.

" Yaudah, Buk, Pak. Besok saja. Semoga besok toko nya buka. Sekarang kita pulang saja." Putus Cia yang di angguki Pak Mamat dan Buk Titin.

*****

Jangkar dan Zaki menepikan mobil nya di tepi jalan. Mereka turun untuk melihat apakah ban mobil nya kempes atau tidak. Ternyata memang benar. Ban mobil pick up nya kempes.

" Aduhh Bang beneran kempes. Kita harus ganti ini Bang sama Ban baru. Di sini juga tidak ada bengkel lagi." Ujar Zaki.

" Masalah nya saya lupa bawa ban serap, Zak. Kemaren itu saya turunin tapi saya lupa menaikkan nya lagi ke atas mobil."

" Terus gimana dong, Bang?"

" Bagaimana lagi kita tunggu bantuan saja, Zak. Saya tidak punya pilihan lain." Desah Jangkar.

" Kacau ini, Bang. Untung kita sudah balik dari Kota. Coba bayangkan kalau kempes nya pas berangkat tadi. Bakal rugi si Abang nya." Unar Zaki bersandar ke badan mobil.

Jangkar tersenyum. " Benar kata kamu, Zak. Masih beruntung juga saya!"

Setengah jam mereka menunggu tidak ada satu pun mobil yang lewat. Hanya motor yang lewat.

" Bang lihat, Bang. Bagus banget itu mobil. Sumpah bikin ngiler, Bang."

Jangkar menatap objek yang di tunjuk Zaki.

" Kita minta tolong sama yang punya mobil itu gimana Bang. Kita stop saja mobil nya."

Jangkar menggeleng. " Jangan Zak. Itu mobil yang punya pasti orang kaya. Saya tidak mau lah. Lagian kita ini menunggu mobil pick up. Bukan mobil sejenis itu."

Zaki menyengir menampakkan gigi.

Jangkar dan Zaki berpandangan saat mobil itu berhenti tepat di depan mereka.

" Lho mobil nya berhenti, Bang." bisik Zaki. Jangkar menatap mobil tersebut yang mempunyai kaca gelap. Ia tidak bisa melihat siapa pemilik nya.

Tiba-tiba Jangkar menahan nafas saat si pemilik nya turun dan mendekati mereka.

" Bang Jangkar."

Zaki terperangah dan mupeng melihat kecantikan perempuan yang menyangka Jangkar barusan.

Zaki menatap Jangkar dan perempuan itu bergantian.

Sekilas perempuan itu tersenyum tipis menatap Zaki yang langsung salah tingkah.

" Bang Jangkar lagi apa di sini?"

Jangkar menegakkan tubuh nya yang semula bersandar.

" Ban mobil saya kempes." Jawab Jangkar datar.

Cia menatap ban mobil pick up Jangkar yang memang benar kempes.

" Ban serap nya nggak ada Bang?"

" Saya lupa bawa."

Zaki terperangah lagi menatap  ekspresi Jangkar dan jawaban nya yang terkesan sangat datar.

" Terus Bang Jangkar di sini ngapain?"

Jangkar malah menatap Zaki.

" Begini, Mbak. Saya sama Bang Jangkar sedang menunggu bantuan tetapi sudah setengah jam kami menunggu satunpun mobil pick up tidak ada yang lewat. Mbak bisa tolongin kami nggak?"

Jangkar menatap Zaki dengan alis berkerut seolah olah mengatakan ' kamu jangan bercanda'.

Namun Zaki melengos.

" Boleh. Saya bisa bantu apa?"

Zaki menatap Jangkar. " Bang Jangkar balik lagi ke kota sama Mbak nya. terus minta orang bengkel ke sini. Biar saya yang menunggu di sini."

" Tidak perlu kita tunggu saja di sini!" jawab Jangkar cepat. Cia menatap Jangkar yang seolah tidak mau berdua dengan nya.

" Bang Jangkar saya tidak keberatan dengan usulan teman nya. Kebetulan saya juga mau ke kota. Kita bisa barengan saja."

" Ya ya betul itu. Sudah Bang sana pergi."

Jangkar menghela nafas pendek. Zaki mengangguk kan kepala nya.

Jangkar tidak punya pilihan. Akhirnya ia menaiki mobil Cia.

"Kamu tunggu di dalam mobil saja, Zak. Sampai orang bengkel nya datang."

" Beres, Bos! "

Jangkar mendekati Cia. Kemudian menengadahkan tangan nya meminta kunci mobil. Cia dengan senang hati memberikan nya.

Mereka akhirnya naik ke atas mobil dengan Jangkar yang mengendarai mobil Cia.

Tbc!

3/02/24

Jangkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang