25

21.8K 1.4K 33
                                    

"Ya Allah, Non Cia. Akhirnya Non pulang."

Buk Titin menatap Cia dengan wajah lega. Ia sangat cemas karena majikan nya belum juga pulang. Di luar juga sedang hujan deras.

"Iya, Buk. Saya masuk ke dalam dulu ya. Nanti saja tanya-tanya nya."

Buk Titin mengangguk. Cia langsung masuk ke dalam kamar nya. Tubuh nya sudah menggigil karena kedinginan.

Buk Titin segera menyiapkan teh panas untuk Cia dan juga menyiapkan makanan. Mana tahu nanti Non Cia kelaparan begitu pikir Buk Titin.

Cia keluar dari kamar mandi. Ia segera berpakaian dan memakai sweater untuk menghangatkan tubuh nya.

Cia keluar dari kamar menuju dapur. Di sana ada Buk Titin. Di atas meja sudah ada teh panas dan cemilan.

"Teh nya buat saya, Buk?"

Buk Titin segera menoleh. "Iya, Non. Di minum segera, Non. Nanti keburu dingin."

"Terima kasih, Buk."

Buk Titin tampak mendekat. "Non Cia dari mana?"

"Saya terkurung hujan di kebun, Buk. Nunggu hujan nya reda eh sampai sekarang belum juga berhenti hujan nya."

"Non Cia sendirian apa sama Pak Slamet?"

Cia menggeleng. "Pak Slamet sudah pulang tadi siang. Beliau dapat telpon kalau anak nya belum juga pulang sekolah."

Buk Titin mengangkat alis nya mengkerut. "Terus Non Cia sendirian saja di kebun nya. Non Cia nggak papa kan? Nggak ada masalah?" Buk Titin menatap Cia khawatir. Ia takut kalau terjadi sesuatu kepada majikan nya.

Cia tersenyum. "Saya nggak papa, Buk. Ada Bang Jangkar tadi yang menemani saya."

"Bang Jangkar?"

Cia mengangguk sembari menyesap teh nya.

"Bagaimana cerita nya Non bisa sama Bang Jangkar?"

Buk Titin menatap Cia dengan wajah penasaran. Bahkan tanpa sadar Buk Titin sudah duduk di seberang Cia.

"Awal nya saya sama Pak Slamet numpang berteduh di pondok Bang Jangkar."

"Berarti Non berdua aja sama Bang Jangkar sehabis Pak Slamet pergi?"

Buk Titin mencondongkan badan nya ke depan. Wajah Cia memerah. Ia kembali menyesap minuman nya.

Buk Titin tersenyum menggoda. "Duh, pantesan pulang nya lama. Ternyata si Non lagi bareng Bang Jangkar."

Cia meringis malu. Ia tidak menanggapi perkataan Buk Titin yang terus menggoda nya.

"Menurut Non Bang Jangkar itu bagaimana orang nya?"

"Hm. Orang nya baik, Buk."

Buk Titin tampak me rolling eyes. Cia tertawa.

"Bukan itu maksud saya, Non. Kalau itu sih semua orang juga tahu kalau Bang Jangkar itu baik. Maksud saya, bukan itu loh, Non."

"Terus apa, Buk?" Cia pura-pura tidak paham.

"Duh, itu. Gimana ya. Susah juga saya menjelaskan nya. Begini Non, menurut Non Cia Bang Jangkar itu orang nya gimana kalau ngomong sama Non?"

"Hm. Awal-awal suka dingin dan jutek gitu, Buk. Ngomong seperlu nya saja. Mungkin karena baru kenal. Kalau sekarang Bang Jangkar kalau ngomong lembut banget Buk," jelas Cia mengenang sosok Jangkar.

"Ah sambil di tatap nggak mata Non kalau ngomong?"

Seperti nya Buk Titin berusaha mengorek informasi. Cia tersenyum dalam hati.

"Iya lah, Buk. Kalau ngomong kan harus tatap lawan bicara nya."

Buk Titin terkekeh. "Non suka nggak sama Bang Jangkar?"

Uhuk uhuk

Cia tersedak saat mengunyah goreng tahu.

"Minum, Non. Pelan-pelan saja makan nya."

Cia memutar bola mata.

" Ini gara-gara pertanyaan Buk Titin nih. Tersedak saya jadi nya," omel Cia namun Buk Titin tidak merasa bersalah sedikit pun.

"Saya nggak tahu kalau pertanyaan saya buat Non tersedak."

"Ya, ya. Buk Titin mending lanjut kerja aja deh. Saya ke kamar dulu."

"Yah. Jawab dulu pertanyaan saya atuh, Non."

"Nanti saya jawab. Nggak sekarang." Sahut Cia sambil berlalu.

Bahu Buk Titin langsung luruh tidak mendapat jawaban. Cia masuk ke dalam kamar tepat handphone nya berdering.

Cia mengambil handphone nya dia tas meja dan tersenyum lebar saat nama yang tertera di panggilan masuk.

"Hallo."

"Hallo, Ciara."

"I...iya, Bang Jangkar." Cia tiba-tiba gugup saat mendengar nama nya di panggil lembut. Padahal mereka sedang tidak saling berhadapan sekarang. Tapi, rasa nya Cia bisa mengingat bagaimana ekspresi Jangkar saat memanggil nama nya.

"Sedang apa? Tadi saya telpon nggak di angkat."

Cia naik ke atas kasur dan merebahkan diri disana.

"Oh Bang Jangkar tadi nelpon? Maaf saya tidak tahu. Tadi saya di dapur. Habis mandi minum teh panas sama cemilan."

"Oh begitu. Pakai jaket atau sweater biar badan nya hangat."

"Sudah Bang. Ini lagi pakai sweater. Bang Jangkar lagi ngapain?"

"Saya sedang menepon kamu sembari menyaksikan tayangan berita."

Cia menggigit bibir.

"Hujan nya awet ya Bang. Untung saja kita tadi pulang. Kalau nggak udah kemaleman kita di kebun."

"Biasa nya memang begitu. Sampai besok pagi masih hujan. Tapi mudah-mudahan nanti malam hujan nya reda. Saya besok mau ke kota."

"Berangkat subuh lagi?"

"Tidak. Saya berangkat jam enam. Saya mau beli pupuk."

"Saya ikut boleh?" Cia menggigit bibir nya lagi berharap jawaban iya.

"Kamu ada yang mau di beli?"

"Tidak. Saya hanya mau menemani Bang Jangkar."

Deg

Tidak ada jawaban dari Jangkar. Cia harap-harap cemas. Apa ia terlalu ekspresif barusan.

"Tentu saja, Boleh."

Cia tersenyum lebar. "Oke. Besok saya tunggu di depan ya, Bang."

"Iya, boleh."

Terdengar suara tawa Cia. Jangkar pun tersenyum lembut walaupun Cia tidak mengetahui nya.

"Ya sudah. Saya mau istirahat. Besok kita berangkat. Kamu istirahat juga ya!"

"Iya, Bang Jangkar."

"Selamat malam,"

"Selamat malam juga,"

Panggilan di tutup. Cia tersenyum lebar seperti gadis kasmaran.

Cia sadar kalau sebagai pasangan baru mereka berbicara formal sekali. Tidak seperti pasangan pada umum nya. Mungkin besok ia akan membicarakan masalah ini sama Jangkar.

Tbc!

28/02/24

Cieee yang udahh pacar-pacaraann.y yuhuuu 💃💃💃💥

Jangkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang