18

20.4K 1.4K 18
                                    

" Bang Jangkar kenapa bekerja nya sendiri saja?"

Jangkar menutup botol minum nya. " Karena memang tidak perlu pegawai. Karena saya bisa mengerjakan nya sendiri."

" Kebun Bang Jangkar luas sampai ke bawah sana. Berapa piring ya dari sini. Banyak. Memang biasa nya juga begitu. Bang Jangkar mengerjakan nya sendiri?"

"Hm. Biasa nya kalau menanam sama memanen ada beberapa warga di sini yang menolong dengan bayaran upah."

" Oh begitu sistim nya."

" Tergantung yang punya kebun."

Cia tampak mengangguk. Ia kemudian kembali menatap Jangkar.

Dalam hati nya Cia berpikir Jangkar sosok yang pekerja keras sekali.

Tiba-tiba Cia dan Jangkar tersentak saat mendengar suara keras dari seorang perempuan yang memanggil Jangkar.

" Bang Jangkar di sini rupa nya?" Cia menatap perempuan itu dengan seksama.

" Sinta?"

Sinta? Ih jadi ini yang nama nya Sinta itu.

Sinta menatap Cia dengan terang-terangan dan tidak suka. Terlihat dari wajah nya.

" Ada apa?" Jangkar berdiri. Cia tetap santai duduk.

Sinta mendekat. " Ini ada buah  jambu. Baru ambil dari belakang pondok. Manis-manis loh Bang. Enak!"

Jangkar mendesah lelah. " Saya sudah berapa kali bilang kalau kamu tidak perlu bawa- bawa aapapun lagi buat saya, Sinta."

Sinta tidak suka dengan jawaban Jangkar.

" Terus Bang Jangkar suka nya di bawa makanan atau apapun itu dari perempuan ini?" Sinta menunjuk Cia yang sedang membereskan Rantang nya.

Jangkar berkacak pinggang.

" Turunkan tangan kamu. Jangan sembarangan menunjuk orang."

" Memang kenapa? Emang dia siapa?"

Jangkar menatap Cia yang tampak tidak terganggu sama sekali. Memang beda attitude orang kota dan orang kampung.

"Tidak perlu membawa-bawa orang lain dalam pembicaraan ini."

" Bang Jangkar ini tidak adil. Pasti gara-gara perempuan ini kan Bang?"

Jangkar lelah.  Ia kemudian menatap Cia.

" Saya mau lanjut kerja."
Cia mengangguk.

" Kalau begitu. Saya pamit!"
Cia segera meninggalkan Jangkar dan Sinta.

"Kamu juga pulang. Saya harus bekerja!"

Sinta mengepalkan tangan nya marah.

" Jadi, benar. Bang Jangkar punya hubungan dengan perempuan itu?"

Sinta menatap lekat Jangkar yang sedang membelakangi nya.

" Bukan urusan kamu Sinta."

Sinta menatap kecewa pada punggung Jangkar. Ia yang lama sudah mendambakan Jangkar menjadi kekasih nya, tetapi kenapa perempuan itu tiba-tiba datang.

Sinta tidak bisa terima. Jangkar harus menjadi milik nya. Jika ia tidak bisa mendapatkan hati dan tubuh Jangkar maka siapapun juga tidak bisa termasuk perempuan barusan.

****
Cia menoleh ke belakang. Ia melihat kalau perempuan bernama Sinta itu sudah tidak ada di sana. Jangkar terlihat sibuk bekerja kembali.

Cia sekarang bisa memahami bahwa si Sinta itu menyukai Jangkar. Namun perasaan nya tidak berbalas. Jangkar seperti enggan berdekatan dengan Sinta bahkan berbicara. Walaupun bersikap cuek. Cia menyimak dan memperhatikan kejadian barusan.

" Non Cia!"

Cia menatap Buk Titin yang bergegas menghampiri nya.

" Kenapa Buk?"

" Non Cia sudah selesai? Kita pulang sekarang?"

" Boleh Buk. Kita langsung pulang saja, Buk."

Buk Titin mengambil rantang dari tangan Cia dan berpamitan dengan para pekerja.

*****

Pulang dari kebun, Cia menyiram bunga-bunga nya. Lalu di lanjut memberi makan ikan hias.

" Non. Mau makan apa malam ini, Non?"

" Apa ya, Buk?"
Cia malah balik bertanya.

" Buk, di sini ada yang jualan nggak. Kayak warung-warung gitu. Kayak bakso, sate atau apa gitu buk?"

" Oh ada, Non. Di kampung sebelah."

" Yaudah, nggak usah masak, Buk. Nanti kita makan bakso aja gimana?"

" Boleh, Non."

" Oke, Buk. Saya ke dalam dulu ya. Mau mandi dulu."

" Baik, Non!"

Jam tujuh Cia dan Buk Titin keluar mencari bakso.

Mereka naik motor selama lima belas menit.

Saat sampai ternyata tempat nya rame oleh para pembeli. Cia memarkirkan sepeda motor nya.

" Rame sekali tempat nya, Buk. Kita bungkus aja kali ya?"

" Saya terserah Non Cia saja. Non Cia tunggu di sini saja. Biar saya yang pesan. Kasian kalau Non Cia ikut mengantri juga." Tawar Buk Titin.

" Nggak papa Buk Titin yang beli?"

"Nggak papa, Non. Tunggu di sini saja, Non."

" Oke. Saya tunggu di sini ya, Buk!"

Saat sedang sibuk dengan handphone tiba-tiba ada seseorang yang mendorong nya dari belakang. Untung saja Cia bisa menyeimbangkan badan nya sehingga tidak terjatuh.

" Heh kamu kan perempuan yang bersama Bang Jangkar di kebun tadi?"

Ah ternyata perempuan bernama Sinta ini masih saja kesal.

" Ya. Ada apa?"

" Kamu ada hubungan apa sama Bang Jangkar?" Sinta menunjuk tepat di depan wajah Cia.

Sinta tampak dendam dan benci sekali kepada Cia.

" Apa saya harus menjawab pertanyaan kamu?"

Sinta tampak marah. " Saya ingatkan ya. Kamu jangam dekat-dekat sama Bang Jangkar. Bang Jangkar itu milik saya. Paham kamu!"

Sinta menatap bengis kepada Cia. " Seperti nya kamu sangat menyukai Bang Jangkar ya?" Cia tampil bersedekap dada mencemooh Sinta.

" Jelas. Saya mencintai Bang Jangkar. Begitu pun sebalik nya. Jadi, kamu saya minta jauh-jauh dari Bang Jangkar karena kami akan segera bertunangan. Kami sudah di jodohkan. Paham kamu?"

Sinta berbalik meninggalkan Cia sendirian menatap kepergian nya. Cia kembali memikirkan perkataan Sinta barusan.

Apakah memang benar kalau mereka akan  bertunangan dan sudah di jodohkan. Cia sangat penasaran sekali mengetahui jawaban nya. Apakah ia harus menanyakan langsung kepada Jangkar tentang ini.

Lalu nanti ia harus menjawab apa. Kenapa ia harus mengetahui ini. Apa urusan nya. Bukankah mereka tidak ada hubungan apa-apa. Lantas kenapa Cia harus memikirkan perkataan Sinta barusan.

Cia mendesah lelah dan tidak mau memikirkan masalah ini. Ia hanya orang baru yang mengenal Jangkar.

Tbc!
19/02/24

Jangkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang