48-49

15.5K 1.1K 23
                                    

Double updateee gaesss.

Jangkar memutuskan untuk pulang ke rumah besar Darma. Di sana ada Buk Titin jika sewaktu-waktu ia tidak ada. Kalau di rumah nya tidak ada orang selain mereka berdua. Jangkar takut dan tidak mau membiarkan Cia sendirian jika ia ada perlu keluar.

Jangkar merebahkan tubuh Cia ke atas kasur.

"Mau duduk aja Abang," ujar Cia pelan. Jangkar kemudian menyusun bantal di kepala ranjang untuk sandaran punggung Cia.

"Gimana? Nyaman?"

Cia mengangguk. "Nyaman Abang,"

Cia tersenyum lembut. Ia menggerakkan sedikit kaki nya yang di perban.

"Kenapa? Kaki nya sakit?"

Cia menggeleng. "Nggak. Cuma nyeri sama ngilu sedikit aja. Abang jangan khawatir. Ini luka ringan aja Abangku."

Jangkar mengecup kening Cia dengan sayang. Ia mengusap pipi Cia yang mulai memudar bekas merah nya.

"Apa sakit hm?"

"Apa?"

"Pipi nya bekas tamparan."

Cia terdiam. Ia tidak tahu kalau pipi nya berbekas. Spontan Cia memegang pipi nya sendiri.

"Sekarang mau cerita, hm?"

Cia akhirnya mengangguk. Lalu mengalirlah cerita dari mulut Cia.

"Sinta marah karena dia berpikir Ara merebut Abang dari nya. Sinta bilang Ara wanita murahan yang baru hadir dalam hidup Abang. Sedangkan dia sudah lama menyukai Abang. Tapi Abang nikah nya sama Ara."

Jangkar menghela nafas kasar. Dada nya bergemuruh hebat saat mendengar penjelasan Cia. Andai saja Sinta itu berjenis kelamin laki-laki sudah pasti Jangkar akan menyelesaikan masalah ini secara laki-laki. Sayang, Sinta itu perempuan.

"Abang akan ke rumah Pak Herman dan Bu Wanti untuk menyelesaikan masalah ini. Masalah ini tidak bisa di biarkan. Sinta sudah keterlaluan. Perempuan itu seperti nya sangat terobsesi untuk memiliki Abang. Sejak dulu memang gencar tapi Abang tidak pernah mempedulikan. Ternyata diam Abang di salah artikan selama ini."

"Pak Herman dan Bu Wanti itu siapa?"

"Orang tua Sinta."

Cia kemudian diam. "Ara mengerti bagaimana perasaan Sinta sebagai sesama perempuan. Yang Ara sayangkan cuma sikap dan perlakuan Sinta yang terlalu berlebihan. Jatuh nya sudah penganiayaan sama Ara. Andai aja Ara nggak jatuh dari motor pasti Ara bakal lawan Sinta."

Jangkar mengusap rambut Cia dengan sayang.

"Jangan khawatir biar Abang selesaikan masalah ini. Abang minta maaf, sayang seperti ini gara-gara Abang."

Cia menempelkan telunjuk nya di bibir Jangkar. "Abang jangan minta maaf. Abang nggak salah."

Jangkar mengangguk. Ia membawa Cia ke dalam pelukan nya.

*****

Jangkar bersama Zaki datang ke rumah Pak Herman dan Wanti untuk membicarakan masalah Cia dan Sinta.

"Silahkan di minum dulu teh nya Bang Jangkar dan Zaki." Ujar Wanti kemudian duduk di samping suami nya, Herman.

"Terima kasih Bu Wanti. Sebenarnya kedatantangan saya ke sini mungkin sudah Bapak dan Ibu ketahui. Ini menyangkut tentang masalah istri saya dengan Sinta." ucap Jangkar langsung tanpa basa basi. Ia ingin cepat selesai masalah ini dan tidak berlarut-larut. Hati nya juga senang dan lega jika masalah cepat selesai.

"Ya. Kami sudah menduga kedatangan Bang Jangkar kesini. Kami paham dan mengerti." Sahut Pak Herman dengan nafas berat nya.

"Saya ingin berbicara dengan Sinta. Bisa tolong panggilkan orang nya Buk?"

Jangkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang