24

21.4K 1.4K 60
                                    

Jangkar memisahkan diri dari Cia. Ia menatap lekat bibir yang barusan di cecap nya. Cia membuka mata dan langsung bertubrukan dengan pandangan Jangkar.

Di luar hujan masih deras. Jangkar mengusap bibir bengkak Cia yang basah dan mengkilat.

"Apakah masih pedas?"

Cia menggeleng. Ia sedikit linglung sekarang saat pertanyaan dari suara lembut Jangkar mengalun.

Jangkar menunduk. Ia sadar apa yang di lakukan nya barusan.

Jangkar kembali mendongak.
"Tidak marah?"

Cia masih menyorot netra Jangkar. "Apa maksudnya yang barusan?" todong Cia langsung.

Jangkar tersenyum tipis. "Kita ciuman."

Cia membelalakkan mata nya mendengar jawaban Jangkar. Ia juga tahu kalau mereka sudah berciuman.

Wajah nya memerah kembali mengingat tentang apa yang mereka lakukan tadi.

"Saya juga tahu kalau kita ciuman," ucap Cia pelan.

Jangkar tersenyum tipis. Ia menggenggam tangan Cia dengan perasaan hangat.

"Saya ingin mengenal kamu lebih dekat. Sejak pertemuan pertama kita, saya selalu memikirkan kamu. Saya sudah berusaha untuk tidak memikirkan dan mengabaikan apapun tentang kamu dan perkenalan, pertemuan, obrolan yang telah kita lalui. Namun, saya tidak bisa. Saya merasa tersiksa. Dada saya selalu berdebar jika berada dekat kamu, dan itu sangat menganggu karena saya tidak bisa mengontrol nya. Mata ini selalu ingin menatap kamu dimana pun dan apapun yang terjadi. Sekali lagi, itu sangat menyiksa bathin saya. Ingin saya kamu menjadi milik saya. Apa kamu mau?"

Jangkar menatap lekat mata Cia. Jangkar memberanikan diri. Ia rasa semakin di utarakan niat hati nya semakin baik juga untuk diri nya.

"Kenapa Bang Jangkar ingin memiliki saya? Saya dengar di sini banyak perempuan yang menyukai dan menaruh hati buat Bang Jangkar. Tapi, kenapa saya yang Bang Jangkar mau sedangkan saya masih baru di sini. Kita juga baru saling mengenal. Apakah ini tidak terlalu terburu-buru?"

Jangkar mengangguk. Bibir nya melengkung tipis.

"Ya. Ini terlalu terburu-buru. Tapi, hati saya tidak bisa menunda lebih lama. Di sini selalu menginginkan kamu sebagai pemilik nya."

Cia menatap tangan nya di dada Jangkar. Ia bisa merasakan degup jantung Jangkar yang berdetak kencang tak berirama.

Wajah Cia memerah sampai ke telinga nya. Ia menatap malu pada Jangkar.

"Saya mau."

Jangkar berusaha untuk tidak tersenyum lebar meluapkan rasa bahagia nya. Namun raut wajah nya tidak bisa di hindari kalau rasa bahagia itu menular kepada Cia.

"Tawa nya jangan di tahan. Lepas saja."

Ah Cia menyadari rupanya. Jangkar pun tertawa pelan. Cia pun tak kuasa menahan nya.

"Saya sangat senang sekali."

"Apa artinya kita sekarang pacaran?" tanya Cia mengulum senyum.

"Ya. Namun saya tidak ingin kita lama-lama pacaran. Saya ingin secepatnya bisa meminang kamu menjadi istri saya."

Cia menganga. Apakah Jangkar memang seserius ini orang nya.

"Kenapa?"

Cia menggeleng. "Tidak. Saya hanya terkejut."

Jangkar mengangguk. "Saya paham. Namun usia saya sudah masuk kepala empat. Sekarang saya sudah tiga puluh lima. Saya tidak ingin membuang-buang waktu kalau hanya berlama-lama untuk pacaran. Saya menginginkan lebih. Yang artinya saya mau kamu jadi istri saya."

Cia mengedip-ngedipkan mata nya. Ia menggigit bibir. Ada rasa haru dan senang menyelusup ke relung dada nya.

"Kamu mau menjadi istri saya?"

"Artinya Bang Jangkar sekarang juga melamar saya?"

Jangkar kembali mengangguk. Ia tidak mengalihkan mata nya dari Cia.

Cia menatap sekeliling nya kemudian kembali ke Jangkar. " Dulu impian saya di lamar di tempat yang romantis dan mewah. Tetapi, takdir membawa saya kepada Bang Jangkar yang hanya di lamar di sebuah pondok kebun di tengah deras nya guyuran hujan. Walaupun tidaka da candle light dinner. Tetapi rasa nya mampu menyatu ke relung hati saya."

Cia tertawa lirih. Mata nya sedikit menyipit dengan lesung pipit yang mempermanis senyum Cia saat ini.

Jangkar meringis.

"Maaf, saya seperti nya memang terlalu terburu-buru. Bahkan, saya tidak sampai memikirkan ke arah sana. Yang ada di kepala saya. Kamu harus menjadi milik saya saat ini. Bahkan di pondok ini pun jadi saya melamar kamu. Memang tidak berkelas sedikit pun."

Cia terkekeh.

"Tidak Papa, Bang Jangkar. Walaupun tidak ada lilin dan bunga pun saya tetap senang. Karena saya juga menginginkan Bang Jangkar."

Cia beringsut maju. Dengan ragu-ragu, Cia menatap Jangkar. "Saya mau peluk, boleh?"

Jangkar berdehem. "Saya bau."

"Tidak masalah. Karena bau ini nanti akan saya rindukan dan nantikan sembari menunggu Bang Jangkar pulang dari bekerja."

Jangkar tidak bisa menyembunyikan rasa haru nya mendengar perkataan Cia. Jangkar mengangguk. Ia segera merengkuh tubuh Cia begitu Cia masuk ke dalam pelukan nya.

"Terima kasih karena sudah mau menerima saya."

"Saya juga berterima kasih karena Bang Jangkar memilih saya."

Jangkar menikmati pelukan mereka saat ini. Hawa dingin pun pergi menjauh walaupun hujan masih deras di luar.

*****

Hari sudah hampir gelap. Hujan masih turun walaupun tidak selebat sebelum nya.

Sepasang manusia di dalam pondok tampak tertidur bersandarkan dinding pondok.

Cia menyandarkan kepala nya di bahu Jangkar. Tubuh mereka di selimuti oleh sarung yang di berikan Jangkar untuk Cia.

Jangkar terbangun saat kepala nya jatuh. Ia membuka mata. Gelap. Jangkar tersentak. Ia melihat ke luar. Hampir gelap.

Jangkar menatap Cia lalu membangun kan kekasih nya beberapa jam yang lalu.

"Ciara, bangun!" Jangkar menggoyangkan bahu Cia beberapa kali. Cia menggeliat lalu membuka mata.

"Eeuumm."
Jangkar tersenyum menatap wajah bangun tidur Cia dari jarak dekat ini. Namun, ia sekarang mereka harus pulang.

"Gelap," guma Cia lirih.

Jangkar mengangguk.

"Kita harus segera pulang sebelum hari benar-benar gelap," ucap Jangkar pelan.

Cia menatap keluar. "Masih hujan?"

"Tidak selebat yang tadi. Kita tempuh saja. Bagaimana?"

Cia mengangguk. Mereka tidak mungkin bermalam di sini kan.

"Ayo, siap-siap!"

Jangkar bangkit berdiri. Ia menutup jendela pondok.

"Mantel nya sudah di kasih sama Pak Slamet. Pakai sarung ini saja ya?"

"Iya, Bang." Cia mengangguk.

Jangkar membantu Cia turun dari pondok.

"Hati-hati. Licin!"
Jangkar memegang erat tangan Cia supaya tidak tergelincir. Mereka akhirnya pulang menempuh hujan.

Tbc!
28/02/24

Aww awww.., siapa yang ngirain kebablasan gaes? Wkwkwk😁😁

Tahan tahan. Harap di tahan duluu ya. 😁

Jangkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang