"Salah apa aku harus terjebak di sini nemenin krucil-krucil lagi main," dumel Gama sambil jarinya tidak berhenti scroll instagram.
"Seharusnya nanny sama driver-nya Viola yang nemenin mereka, tapi aku malas kalo harus jemput mereka dulu. Mumpung ada kamu, mending kamu yang nemenin aku buat nemenin mereka," jawab Adam dengan cengiran lebar.
Gama menggurutu kesal. Kemudian ia kembali fokus dengan ponselnya, mengabaikan Adam yang masih senantiasa memperhatikan area playground untuk mengawasi ketiga anak itu.
"Gam," panggil Adam tiba-tiba.
Gama hanya menggumam sebagai jawaban. Tatapan matanya tetap fokus ke layar ponsel.
"Sadar nggak sih kalo si Alula sama Aruna agak mirip sama Luna waktu masih kecil?" tanya Adam dengan suara pelan. "It means, mereka mirip sama kita, tapi versi perempuan," lanjutnya.
Gama meletakkan ponselnya ke atas meja. Kemudian tatapannya mengarah ke playground yang cukup besar. "Emang iya?" tanyanya sangsi.
Adam mengangguk.
Gama diam, mencoba mengingat sosok Luna, Adiknya yang sudah lama meninggal. Sebenarnya ia terlahir tiga bersaudara. Adam anak pertama, lalu kemudian ia anak kedua, dan ada Luna yang menjadi anak ketiga. Jarak usia Adam dan Gama hanya satu tahun, membuat hubungan mereka cukup dekat. Berbeda dengan Luna yang selisih usianya empat tahun darinya. Di tahun terakhir SMA, Luna meninggal karena kecelakaan.
Nasib Gama dan Adam dalam percintaan tidak jauh berbeda. Mereka berdua kurang beruntung dalam hal perempuan. Adam ditinggal oleh mantan istrinya ditahun kedua pernikahan mereka. Sedikit berbeda dengan Adam, Gama bercerai bukan karena ditinggal oleh mantan istrinya, melainkan karena lelah terus menerus bertengkar dengan mantan istrinya.
Saat Gama masih di Amerika, ia mendengar kabar kalau Kakanya dekat dengan seorang single mother. Ia cukup senang melihat Kakaknya memulai hubungan baru dengan perempuan. Berbeda dengan dirinya yang masih betah dengan kesendiriannya.
Kalau dipikir-pikir lagi, apa yang diucapkan Adam ada benarnya. Dua anak kembar yang hari ini baru Gama temui, lumayan mirip dengan Adiknya saat masih kecil.
"Coba aku foto, terus kirim ke Mama. Pasti Mama bakal kaget banget lihat ada anak kecil yang mirip sama Luna," ucap Adam mulai mengeluarkan ponsel dan berjalan mendekat ke area playground.
Dari tempatnya duduk, Gama melihat Adam sedang memfoto Alula yang lewat di depan Kakaknya. Tak lama Adam kembali duduk di hadapannya.
"Fotonya nggak terlalu jelas. Soalnya anaknya lagi lari-lari," gumam Adam menatap foto yang ada di layar ponselnya. "Nggak bisa dikirim ke Mama. Nanti Mama malah bingung waktu lihat foto yang nggak jelas kayak gini."
Gama merebut ponsel Adam begitu saja. Walaupun foto yang diambil tidak terlalu jelas, tapi ia bisa melihat sekilas sosok Alula. Dari warna rambut, Alula memang tidak sama dengan Luna. Yang benar-benar mirip dengan Luna adalah Aruna. Warna rambut Luna adalah hitam, sama seperti Mama dan Adam. Sedangkan Gama dan Papanya memiliki warna rambut cokelat tua.
"Mungkin kalo kita punya anak perempuan, bentukannya bakal mirip kayak mereka," gumam Adam mengambil kembali ponselnya.
Gama mengangguk setuju.
"Om, mau pipis."
Gama dan Adam menoleh beberangan saat melihat Alula berdiri di dekat meja mereka.
Adam menyenggol lengan Adiknya. "Gam, antarin Alula ke toilet."
"Aku?" Gama menunjuk dirinya dengan wajah tidak yakin. "Masa aku harus masuk ke toilet cewek?"
"Aku yang jagain Mikala sama Aruna, kamu yang antarin Alula ke toilet. Kasihan itu, dia udah kebelet banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Finished Yet [Completed]
ChickLitHidup Gama seperti sebuah quote "Cintaku habis di kamu, sisanya aku hanya melanjutkan hidup." Setelah perpisahan dengan Jenia hampir sepuluh tahun yang lalu, Gama melanjutkan hidupnya seperti biasa. Beberapa kali mencoba membuka diri pada perempuan...