Bab 15

39.7K 3.4K 93
                                    

"Papi, aku sama Al kebelet pipis." Aruna menarik-narik lengan baju Papinya.

"Ayo, kita cari toilet." Gama menggandeng tangan kiri Aruna, sementara tangan kanan Aruna menggandeng tangan Alula.

Sampai di depan toilet, Gama menunggu dua anaknya di dekat penjaga karcis sambil menggendong dua tas ransel kecil di milik si kembar. Di tangan kanan dan kirinya penuh dengan paper bag hasil belanja hari ini. Tiga menit menunggu, akhirnya Alula keluar lebih dulu dari toilet.

"Aruna mana?"

"Masih di dalam," jawab Alula sekenannya.

Gama berdeham. Ia menggeser tubuhnya, agar berdiri di samping Alula. "Hmmm ... emang Mami sama Om Abi beneran pacaran, ya?"

Alula mendongak. "Nggak tau."

"Alula emang mau kalo punya Papi baru?" tanya Gama dengan wajah serius. Ia menunggu jawaban yang keluar dari mulut Alula dengan wajah cemas.

Agak lama Alula diam, sampai akhirnya ia mengedikkan bahu. "Terserah, Mami aja."

"Nanti kamu sama Ar bingung kalo punya Papi dua. Mending punya Papinya satu aja."

Alula menatap wajah Papinya lekat. "Temanku banyak kok yang Papinya dua. Bahkan ada yang punya Mami dua dan Papi dua. Kata mereka enak, banyak dapat duit," sahutnya santai.

Gama melongo mendengar jawaban Alula. Dibanding Aruna, perkataan Alula memang lebih ceplas-ceplos. Ia senang Alula sudah mau mengobrol dengannya, tapi bukan hal seperti ini yang ingin menjadi topik obrolannya.

"Ar kok lama sih," gumam Alula sambil memandang pintu toilet.

Gama harus membenarkan ucapan Alula. Sudah beberapa menit menunggu, tapi Aruna tak kunjung keluar. "Di dalam antri banget, ya?"

Alula mengangguk. "Aruna antri di belakangku. Begitu aku keluar, dia langsung masuk kok. Katanya aku disuruh nunggu di depan aja."

"Tunggu dulu aja. Kalo dua menit dia belum keluar, kamu susulin ke dalam."

Belum ada dua menit, Alula memutuskan untuk masuk lagi ke toilet. Ia merasa ada yang salah dengan kembarannya.

Begitu masuk, kondisi toilet sudah sepi. Hanya ada satu bilik toilet yang pintunya tertutup. Ia yakin kalau di sanalah Aruna. "Ar, kamu di dalam?" tanya Alula sambil mengetuk pintu.

"Iya, Al."

"Kok lama? Kamu ngapain?"

"Perutku sakit banget, Al."

"Yaudah, aku tungguin di sini deh. Biar kamu nggak sendirian."

"Papi di mana?" tanya Aruna dari dalam bilik toilet.

"Nunggu di depan."

Pintu terbuka, Aruna berjalan keluar dengan kepala tertunduk.

"Kenapa?" tanya Alula memperhatikan Aruna dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kamu kenapa?" tanyanya lagi dengan nada suara khawatir.

Aruna melihat ke sekeliling. Ketika mendapati keadaan toilet yang sepi, akhirnya ia menjawab dengan suara pelan. "Perutku sakit banget. Tadi aku mencret."

"Mencret?!" pekik Alula yang mulutnya langsung dibekap oleh Aruna. Ia menyingkirkan tangan Aruna dari mulutnya. "Kamu belum cuci tangan, bodoh!" serunya panik.

Aruna nyengir lebar dengan wajah tanpa dosa. Kemudian ia mencuci tangannya di wastafel.

"Kalo kamu sakit perut, kita pulang aja deh. Nggak usah dilanjut jalan-jalannya," ucap Alula sambil bersandar di dinding, memperhatikan Aruna yang sedang mengeringkan tangan dengan tisu. "Lagian kita udah belanja banyak baju. Mending kita pulang aja," lanjutnya.

Not Finished Yet [Completed]Where stories live. Discover now