Bab 18

38.4K 3.2K 104
                                    

"Kenapa aku harus jauhin Mas Abi?" Belum sempat Gama membuka suara, Jenia menambahkan. "Kesempatan terbuka untuk siapa aja. Begitu juga buat Mas Abi. Kalo emang Mas Gama mau nunjukin bisa berubah lebih baik, do it. Jangan nyuruh aku menjauh dari Mas Abi."

"Kamu membuka peluang juga buat Abi?" tanya Gama dengan wajah kaget. Ia pikir jalannya untuk kembali bersama dengan Jenia akan mudah. Mengingat mereka pernah menjalin hubungan cukup lama.

"Aku membuka peluang untuk siapa aja. Bukan cuma Mas Abi atau Mas Gama doang."

"Semua laki-laki?" tanya Gama, masih senantiasa dengan wajah kagetnya. "Kenapa harus kayak gitu sih?" tanyanya setengah frustrasi.

Jenia mengedikkan bahu. "Nggak boleh?" balasnya. "Aku emang baru kenal sama Mas Abi, tapi dia baik sama aku. Dilihat dari gelagatnya, Mas Abi kayaknya suka sama aku. Terus, kalo ada laki-laki lain yang lebih baik dari Mas Abi dan Mas Gama yang mau dekatin aku, masa aku tolak?" lanjutnya.

"Tap--"

"Lagian aku nggak ngelarang Mas Gama buat dekatin aku lagi. Semua punya peluang yang sama. Kalo Mas Gama mau balik lagi sama aku, tunjukin kalo itu bukan cuma sekedar omongan doang," ucap Jenia menarik tangannya yang dipegang oleh Gama. Kemudian ia berjalan meninggalkan Gama, masuk ke kamar mandi.

"Shit!" maki Gama pelan. "Gara-gara Abiadab, aku jadi punya saingan. Belum lagi laki-laki lain yang mau dekat sama Jen," dumelnya pada diri sendiri.

"Pokoknya Jen nggak boleh sampai jatuh ke tangan Abiadab atau laki-laki brengsek lain. Aku nggak mau kehilangan Jen untuk kedua kalinya," ucap Gama mengepalkan tangannya.

***

Seperti yang sudah dibicarakan malam sebelumnya, Gama harus mengantar Aruna pulang ke rumah untuk berganti baju dan menyiapkan keperluan sekolah. Baru setelah itu ia Aruna ke sekolah. Mengingat Aruna belum sarapan, ia membelokkan mobilnya ke restoran cepat saji. Setelah pesanan sudah ada di tangannya, ia memindahkan semua makanan ke dalam kotak bekal yang ada di tas anaknya.

"Nanti siang makan apa?" tanya Gama begitu sudah sampai di sekolah. Ia mengecek isi tas Aruna, memastikan semua buku dan keperluan anaknya tidak ada yang tertinggal.

"Dapat makan dari sekolah."

"Nggak jajan?"

"Istirahat pertama biasanya beli snack."

"Tadi udah dikasih uang jajan sama Mami, belum?" tanya Gama

Aruna menggeleng. "Beli jajannya pakai kartu, bukan uang."

"Saldonya nggak kurang, kan?" tanya Gama memastikan.

Lagi-lagi Aruna menggeleng. "Mami nggak pernah lupa ngisi saldonya kok, Papi tenang aja."

"Yaudah kalo gitu. Kamu sekolah dulu. Nanti Papi jemput."

"Hari ini aku eskul musik," ucap Aruna mengingatkan.

"Oke."

Aruna menyalimi tangan Gama, yang dibalas dengan kecupan di kening. Kemudian ia turun dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk sekolah. Rasanya aneh harus berangkat sekolah tanpa Alula. Mereka terbiasa kemana-mana bersama, saat salah satu tidak ada, seperti ada yang hilang.

Gama mengemudikan mobil meninggalkan area sekolah begitu sudah tidak lagi melihat anaknya.

Sebelum kembali ke rumah sakit, Gama menyempatkan mampir membeli nasi uduk untuk Jenia sarapan. Saat membelikan Aruna sarapan, ia lupa membeli untuk Jenia dan dirinya sendiri. Padahal perutnya sudah berbunyi, menandakan perlu segera diisi. Begitu dua nasi uduk sudah didapat, Gama buru-buru mengemudikan mobilnya menuju ke rumah sakit.

Not Finished Yet [Completed]Where stories live. Discover now