Bab 30

28.2K 3.2K 97
                                    

Begitu sampai di penginapan, Gama menuruti keinginan Alula dan Aruna untuk berenang meski mereka baru tiba pukul tujuh malam. Jenia mengamati Alula dan Aruna sangat lengket dengan Gama. Melihat Gama yang sabar mengajari si kembar berenang, membuat perasaanya menghangat. Meski banyak orang lain di kolam renang, tapi tatapannya hanya  terpusat pada Gama dan si kembar.

Untung saja semua fasilitas yang ada di penginapan buka selama 24 jam, termasuk kolam renang. Bukan hanya Gama dan si kembar saja yang berenang, tapi banyak dari tamu lain yang juga berenang seperti mereka. Terdapat kolam air hangat yang membuat banyak pengunjung betah berlama-lama di kolam renang.

"Mami, sini!" Aruna berteriak keras memanggil Maminya.

Jenia yang duduk di kursi, langsung menghampiri Aruna. Anaknya itu berada di pinggir kolam. "Ada apa?"

"Mami nggak mau ikut renang?"

Jenia menggeleng. "Mami lihat kalian aja."

"Mami, aku lapar," keluh Aruna.

Alula berenang mendekat ke Aruna. "Aku juga lapar, Mami!" serunya.

"Mami beliin makan dulu ya. Kalian renangnya jangan jauh-jauh dari Papi."

Mendengar percakapan Jenia dan anak-anaknya membuat Gama keluar dari kolam. Ia berjalan ke arah kursi yang tadi diduduki oleh Jenia. Di sana ada barang-barang pribadi Gama, Jenia dan anak-anaknya. Untuk koper dan keperluan lain sudah mereka letakkan di penginapan. Karena Jenia tidak ikut berenang, tugas perempuan itu tentu saja menjaga barang. Kemudian ia mengambil dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang untuk diberikan pada Jenia.

"Buat apa?" tanya Jenia menatap uang di tangan Gama.

"Buat beli makanan."

"Tap--"

Gama menarik tangan Jenia dan diletakkannya uang itu di telapak tangan Jenia. Kemudian ia kembali masuk ke kolam, bergabung dengan anak-anaknya.

Jenia melangkah meninggalkan area kolam renang. Kebetulan kali ini ia menginap di sebuah resort. Ada fasilitas kolam renang, restoran dan penginapan yang berada di satu wilayah. Ia memesan makanan dan minta diantarkan ke kolam renang.

Suasana malam di area penginapan sangat cantik. Banyak lampu-lampu yang menerangi setiap sudut jalan. Ada juga lampu hias yang melingkari beberapa batang pohon. Jalanan dari kolam renang, restoran, area penginapan atau area-area lain cukup terang karena ada lampu yang menempel di tanah.

Keluar dari area restoran, Jenia merasa namanya dipanggil. Ia berbalik badan, lalu mendapati seorang laki-laki berjalan menghampirinya.

"Jenia, kan?"

Jenia diam sebentar, mengamati laki-laki itu. Otaknya langsung berpikir cepat, mencoba mengingat-ingat.

"Aku Ijal."

Jenia masih diam. Belum juga bisa menemukan ingatan soal laki-laki yang saat ini berdiri di hadapannya.

"Kita dulu tetanggaan. Kamu lupa, ya?"

Setelah mendengarkan dua kata itu, barulah Jenia mengingat sosok di hadapannya. Namanya Faizal, akrab dipanggil dengan sebutan Ijal. Jarak rumah Jenia dan Ijal sebenarnya tidak terlalu dekat, tapi karena usia mereka yang selisihnya tidak jauh, membuat mereka saling mengenal.

"Udah ingat?"

Jenia tersenyum, lalu mengangguk. "Maaf, ya aku sempat lupa."

"It's okay. Aku kira kamu udah pindah ke Surabaya, kok tiba-tiba kelihatan ada di Malang sih?"

"Iya, lagi liburan."

"Sama anak-anak?"

Jenia mengangguk. Dulu, beberapa tetangganya sempat bingung karena ia kembali ke Malang dalam kondisi hamil dan sudah bercerai. Banyak cerita simpang siur yang beredar. Tiga bulan pertama, Jenia tidak pernah keluar rumah untuk berosialisasi dengan tetangganya. Ia hanya keluar rumah saat ada keperluan yang benar-benar penting.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang