Bab 23

34.5K 3.3K 81
                                    

Jenia baru saja menyelesaikan pekerjaannya, kemudian ia berjalan ke sebuah ruangan. Di sana ia memperhatikan pegawai-pegawainya yang sedang live menjualkan produk sepatu, sandal dan lainnya. Dari tempatnya berdiri, ia bisa dengan leluasa mengamati cara kerja mereka tanpa ada yang menyadari keberadaanya. Selama ini belum ada pegawai yang mengecewakannya. Mungkin ada satu atau dua pegawai yang kurang cekatan, tapi hal itu bisa diperbaiki. Selama pegawainya bekerja dengan baik dan jujur, ia tidak akan segan-segan memberi bonus lebih ketika penjualan sedang bagus.

Sedang sibuk mengamati pegawainya, tiba-tiba ponsel Jenia yang ada di ponsel terasa bergetar. Ia mengecek ponselnya, dan mendapati ada pesan singkat dari Abimana.

Abimana: Lagi sibuk?

Jenia: Kebetulan lagi agak longgar
Jenia: Kenapa, Mas?

Abimana: Lunch?

Jenia menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan mungilnya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang.

Jenia: Boleh. Dimana?

Abimana: Restoran yang dekat dari tempatmu aja. Biar kamu nggak kejauhan

Jenia dengan cepat mengerti restoran yang dimaksud oleh Abimana karena tidak banyak restoran di sekitar tokonya.

Sebenarnya toko milik Jenia dan Kamil adalah bangunan dua lantai ini merangkap sebagai kantor juga. Semua pekerjaan dilakukan jadi satu di sini. Di lantai satu adalah toko offline, dimana para pembeli bisa membeli secara langsung sepatu, sandal, sepatu sandal atau barang lainnya yang ada di display. Kemudian, masih di lantai satu, di bagian belakang ada tempat penyimpanan stok barang dan tempat untuk packing pesanan online. Untuk di lantai atas ada tempat untuk live ketika berjualan produk di e-commerce, ruang admin, dan ruangan kerja untuk Jenia dan Kamil.

Jenia sampai lebih dulu di restoran. Begitu duduk, seorang pelayan datang menghampirinya. Karena memang sudah lapar, Jenia memutuskan untuk memesan makanan lebih dulu.

Sekitar lima belas menit kemudian, sosok Abimana berjalan memasuki restoran. Tidak sulit menemukam keberadaan Jenia diantara orang-orang yang ada di restoran. Baru saja Abimana duduk, tak lama pelayan datang menghampirinya.

"Maaf aku pesan duluan, Mas," ucap Jenia ketika pelayan lain datang mengantarkan pesanannya.

Abimana tersenyum kecil, merasa tidak keberatan akan hal itu. Ia membolak-balikkan buku menu, mengamati satu persatu makanan yang menggugah seleranya. Setelah memutuskan pilihannya, ia segera menyebutkan pesanannya untuk dicatat oleh pelayan.

"Maaf ya aku datangnya agak lama."

"Macet ya, Mas?" tebak Jenia.

Abimana mengangguk. "Tadi ada kecelakaan dan belum ada polisi yang ngatur lalu lintas. Makanya jalanan agak macet," jawabnya membenarkan. "Kamu kalo mau makan duluan nggak papa," lanjutnya melirik makanan Jenia yang sudah ada di atas meja.

Jenia akhirnya mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Bukannya ia tidak mau menunggu pesanan Abimana sampai datang, tapi perutnya sudah terasa perih. Tadi pagi ia melewatkan waktu sarapan karena bangun kesiangan. Bahkan ia hanya sempat memasukkan roti ke tas Alula dan Aruna, berjaga-jaga kalau mereka tiba-tiba lapar.

"Si kembar sekolah, ya?" tanya Abimana membuka obrolan.

"Iya, mereka lagi sekolah," jawab Jenia setelah mengunyah habis makanan di mulutnya.

"Nanti siapa yang jemput?"

"Dijemput sama Papinya."

Abimana membulatkan bibirnya. "Kalo dijemput sama Papinya, mereka diantar ke rumahmu atau dibawa ke rumah Papinya?" tanyanya penasaran.

Not Finished Yet [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang