Bab 17

41.2K 3.5K 174
                                    

Gama mengawasi setiap gerak-gerik laki-laki yang barusan memperkenalkan diri dengan nama Abimana. Laki-laki itu datang tidak dengan tangan kosong. Ada dua boneka beruang yang diberikan untuk Alula dan juga Aruna. Kepala Gama sudah mengebul, melihat keakraban Abimana yang sedang mengobrol dengan anak-anaknya.

Kamil melirik ke Abimana yang bisa berinteraksi dengan si kembar tanpa canggung. Laki-laki itu bahkan melemparkan candaan yang membuat Alula dan Aruna tertawa. Saat melirik ke arah Gama, perbedaan jelas terlihat. Wajah Gama tertekuk, menyiratkan kekesalan yang teramat dalam. Tidak ada senyum sedikitpun menghiasi wajah mantan Kakak iparnya. Kalau saja ia tahu ada Gama di rumah sakit, mungkin ia tidak akan mengajak Abimana untuk ikut bersamanya.

"Oh ya, Om lupa kalo ada cokelat buat kalian." Abimana mengeluarkan dua kotak cokelat dari tas ranselnya.

Alula dan Aruna sontak saling pandang.

Gama berdeham, lalu mengambil alih cokelat dari tangan Abimana. "Makasih udah ngasih anak-anak saya cokelat," ucapnya sambil menekankan kata anak-anak saya. "Tapi maaf banget, si kembar nggak bisa makan cokelat karena alergi."

Abimana memandang Jenia. "Maaf, aku nggak tau," ucapnya. "Aku kira semua anak kecil suka sama cokelat."

Jenia tersenyum tipis. "Nggak papa. Kan Mas Abi nggak tau kalo mereka nggak bisa makan cokelat," ucapnya menenangkan.

Gama berdeham keras. "Biar nanti saya aja yang makan," ucapnya menatap Abimana dengan tatapan menghunus tajam. "Sekali lagi, makasih cokelatnya."

Kamil merasa kondisi kamar rawat semakin memanas. Ia bisa merasakan kalau Gama tidak terlalu suka dengan kehadiran Abimana. Melihat itu, ia langsung mengajak Abimana untuk keluar ruangan dengan alasan membeli kopi.

"Aku nyusulin mereka dulu," ucap Jenia pada Gama, setelah melihat Kamil dan Abimana keluar ruangan.

"Ngapain?" tanya Gama dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Nggak papa," jawab Jenia cepat. "Mas Gama tolong jagain Alula sama Aruna dulu ya."

Belum sempat Gama membuka suara, Jenia sudah meraih tas dan berjalan keluar dari ruangan.

"Papi kenapa?" tanya Aruna menatap lekat wajah Papinya.

Gama mengalihkan tatapannya ke Aruna, lalu beralih menatap Alula. Dua anaknya ternyata sedang menatap ke arahnya. Sebelum menjawab, ia duduk di kusi yang ada di sebelah ranjang Alula. "Menurut kalian Om Abi baik, nggak?"

Alula dan Aruna kompak mengangguk semangat. "Baik."

Gama melengos melihat jawaban anaknya. Jawaban yang tidak ia harapkan.

"Emang menurut Papi, Om Abi nggak baik?" tanya Aruna yang sudah duduk di ranjang, bersama dengan Alula.

"Papi dapat cokelat dari Om Abi yang harusnya buat kita," sahut Alula.

"Karena kalian nggak boleh makan cokelat, makanya Papi yang gantiin kalian," ucap Gama memberi alasan. "Menurut kalian, lebih ganteng Papi atau Om Abi?" tanyanya lagi.

"Harus banget Papi nanya kayak gitu?" tanya Aruna.

"Papi jealous lihat Mami dekat sama Om Abi," ucap Alula meledek.

Gama terbatuk keras sambil memandang Alula. "Ngapain Papi harus jealous?"

"Karena Om Abi kayaknya lagi berusaha dekatin Mami," jawab Alula santai.

"Jadi, menurut kalian gantengan mana Papi sama Om Abi?" tanya Gama lagi.

"Papi," jawab Alula.

Gama tak bisa menahan senyumannya. Ia tak menyangka jawaban itu keluar dari mulut Alula, bukan Aruna.

Not Finished Yet [Completed]Where stories live. Discover now