2

262 14 0
                                    

Pesawat yang ditumpangi Rani tiba di Barcelona sekitar pukul enam sore waktu setempat. Cuaca lumayan panas karena saat ini adalah musim panas di negara itu.

Tujuan pertama Rani adalah hotel tempat para siswa dari sekolah anaknya menginap selama di kota itu. Raditya dan Arimbi bersekolah di sekolah internasional, sebuah sekolah elit. Raditya kini berada di kelas VIII dan seperti biasa, di jenjang itu anak-anak mengikuti tur yang diselenggarakan sekolah bekerja sama dengan sebuah travel agent. Tahun ini tujuan mereka adalah Spanyol.

Menurut jadwal perjalanan yang diterimanya sebelum anaknya berangkat, mereka menjelajahi Barcelona, lalu Madrid, Guadalajara, Cordoba dan Granada selama seminggu sebelum pulang lewat Barcelona.

Di sana mereka akan menikmati budaya Spanyol, tarian dan musiknya yang khas, ke museum, mengunjungi bangunan-bangunan bersejarah, menonton rodeo, dan mengunjungi markas klub sepakbola ternama di negara itu.

Dengan hilangnya Radit dan seorang temannya, sekolah memutuskan untuk memangkas waktu kunjungan, padahal ini baru hari ke empat perjalanan mereka. Esok hari mereka sudah bertolak ke tanah air dari Barcelona.

Rani berniat menanyai anak-anak itu terlebih dulu sebelum meneruskan perjalanan ke Madrid dan kemudian ke Guadalajara tempat Radit dan Hilman salah satu temannya diketahui menghilang.

Di hotel ia bertemu Miss Erika dan Mr. Bayu, guru yang mendampingi anak-anak tersebut. Ada sekitar 60 anak yang ikut tur dengan 4 guru pendamping. Satu guru sekarang masih mengurus kepulangan mereka dan seorang lagi masih di Guadalajara, menunggu kabar tentang Radit dan Hilman.

Erika dan Bayu langsung minta maaf padanya atas menghilangnya Radit. Ia bisa menerima permintaan maaf itu meskipun ia juga kecewa. Tapi ia juga memaklumi betapa sulitnya mengawasi enam puluh anak yang baru beranjak remaja itu dengan segala tingkah polah mereka yang beragam.

Mereka duduk di lobi.

"Kami sungguh-sungguh minta maaf Mrs. Darmawan," ujar Miss Erika dengan tulus. Wanita berkebangsaan Belanda itu menggenggam erat tangannya. "Radit bukan anak yang suka membangkang. Dia tidak pernah jauh dari rombongan. Selalu tepat waktu dan selalu paling dulu tiba di titik kumpul. Karena itu kami merasa heran waktu mereka belum juga muncul setelah sesi belanja habis. Anak-anak kami lepas berkelompok lima-lima. Tapi tiga anak yang sekelompok dengan Radit dan Hilman kembali dan melapor bahwa mereka terpisah dan mengira keduanya sudah kembali terlebih dulu."

"Apa saya boleh bertemu dengan mereka?" tanya Rani halus.

Ia melihat keraguan di wajah Bayu dan Erika. "Kami sudah melaporkan hal ini ke kepolisian setempat dan polisi sudah mengambil keterangan dari ketiganya," kata Bayu.

"Maaf. Saya hanya ingin bertanya. Sebagai seorang ibu," ujar Rani. "Please."

Miss Erika terlihat mengangguk kepada Bayu, kemudian pria muda itu meninggalkan mereka.

Lima belas menit kemudian Bayu kembali bersama tiga orang anak laki-laki seusia Radit, sekitar 13 dan 14 tahun. Ketiganya menunduk.

"Hai. Jangan takut. Saya ibunya Radit. Saya  hanya ingin tahu bagaimana Radit ketika bersama kalian. Apa dia terlihat sedih? Apa dia takut? Apa dia sedang merasa gelisah karena sesuatu?" Rani menatap ketiga anak itu bergantian.

Ketiganya saling memandang. Lalu seorang anak berwajah Arab menatapnya. Dilihat dari name tagnya, anak itu bernama Ali. "Mrs. Darmawan, kami sedih karena Radit menghilang. Dia baik. Sangat baik. Sejak sebelum berangkat tur, dia agak pendiam. Saya satu kamar dengan Radit dan Hilman selama tur. Mereka biasa-biasa saja. Hilman mengeluh kepalanya agak pusing, jadi Radit selalu dekat dengannya. Tapi jangan salah paham. Radit tidak terlihat sedih. Dia hanya agak pendiam."

EPILOGWhere stories live. Discover now