12⚠️

208 7 0
                                    

"Rani.....," bisik Lee Dowoo.

Rani menggeliat. Ia mengubah posisi tubuhnya agar bisa melihat laki-laki yang sudah memberikan dirinya. Ia tahu ada yang hendak dikatakan laki-laki itu.

"Jangan katakan apa pun Lee Dowoo Ssi," katanya. Jemarinya menyusuri bibir yang beberapa saat lalu begitu liar menjelajahi tubuhnya. Tubuhnya menggelinjang di balik selimut. Mereka masih telanjang.

"Biarkan seperti ini, mengalir, biarkan mengikuti ke mana takdir bermuara. Jangan katakan apapun, jangan memiliki keinginan apa pun. Kamu memiliki keluarga bahagia. Jangan katakan padaku jika kamu memilih tetap bersama keluargamu karena itu sudah sewajarnya. Jangan katakan rindu, jangan katakan ingin bertemu. Biarkan pertemuan itu terjadi jika memang harus terjadi. Aku tidak mau serakah, karena itu akan membuatku selalu menginginkan lebih."

Lee Dowoo menatap Rani lekat. Ia tidak yakin apakah bisa melepaskan perempuan ini setelah apa yang terjadi pada mereka barusan. Tapi ia tahu Rani memiliki masalahnya sendiri, sedangkan dirinya juga masih terikat pernikahan dengan istrinya.

"Baiklah kalau itu maumu. Tapi satu permintaanku, kita jangan berpisah. Okay? Sejauh apapun jarak kita, aku tidak ingin kita berpisah. Aku akan selalu menghubungimu."

Rani mengangguk. Ia mencium pipi pria itu. Lee Dowoo menyambar bibirnya.

"Jangan lagi," desah Rani.

"Sekali lagi, aku masih punya waktu," bisik Lee Dowoo.

Pada akhirnya Rani tak kuasa menolak godaan itu, perbuatan dosa yang nikmat. Ia menikmatinya, sangat, saat Lee Dowoo menghentak memasuki tubuhnya, memacunya dan mendesahkan namanya.

"Ah...Rani...!"

Mendengarnya, Rani seolah mencapai orgasme kedua. Nyatanya Rani mengalaminya berkali-kali kala lelaki itu tak putus menyebutkan namanya.

"Terima kasih Rani," bisik lelaki itu ketika gairahnya berhasil mencapai puncaknya. Ia memeluk tubuh kecil itu erat, menyentakkan tubuhnya berkali-kali, menyemprotkan benihnya hingga tetes penghabisan, tak membiarkannya terbuang percuma.

Rani mengeratkan pelukannya. Dihirupnya aroma tubuh lelaki itu dalam-dalam, seolah mematrinya ke dalam ingatan. Sebentar lagi mereka akan berpisah dan entah kapan bisa bertemu kembali.


●□●



Rumah Keluarga Lee. Sudah dua hari Lee Dowoo tiba di Korea. Ia mulai mengajar kembali di Universitas Nasional Seoul. Tanpa Yongjin, ia menikmati jadwalnya sendiri.

Selama beberapa hari ia menghubungi kolega dan klien yang sudah memintanya untuk  menjadi pembicara. Ia menegosiasikan jadwalnya kembali. Banyak yang mau mengerti dan bersedia menyesuaikan jadwal dengannya. Bagi yang tidak bersedia, ia memutuskan untuk menolak.

Kini ia punya banyak waktu untuk mengajar di kampus, membimbing mahasiswa tingkat akhir dan menyalurkan kegemarannya mendesain. Diam-diam ia mendesain sebuah rumah dan membayangkan Rani menjadi ratu di dalamnya.

Ia mendatangi ibunya di rumah tua. Perempuan itu sedang duduk di beranda bersama Hyunseok. Di atas meja ada sebuah kotak terbuka. Ibunya sedang membentangkan kain yang sangat unik namun indah.

"Apa itu?" tanyanya.  Ia menyentuhnya dan merasakan kain  itu sangat halus dan mengeluarkan aroma khas yang tidak dikenalinya.

"Namanya kain batik. Seseorang mengirimkannya," sahut ibunya.

Lee Dowoo memperhatikan nama pengirim di pembungkusnya. "Maharani," desisnya. Ia melihat sepucuk surat di atas meja. "Ada suratnya?"

"Coba bacakan," kata ibunya.

EPILOGWo Geschichten leben. Entdecke jetzt